C34

12 2 0
                                    

Mohon untuk tidak copy paste!!! Hargai sesama penulis!!!!

Halo semua, apakah masih ada yang masih stay disini? Terima kasih buat kalian yang masih tetep menunggu kelanjutan cerita ini. Aku harap kalian tidak bosan ya.

Selamat berpuasa.

Terdengar suara ketukan pintu, Shafa yang baru saja selesai berganti pakaian setelah pulang kerja lantas terburu-buru membuka pintu kamarnya lantas menuju pintu utama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terdengar suara ketukan pintu, Shafa yang baru saja selesai berganti pakaian setelah pulang kerja lantas terburu-buru membuka pintu kamarnya lantas menuju pintu utama.

"Assalamualaikum," Laki-laki yang memiliki hidung mancung dengan wajah tampan tampak berdiri didepan pintu rumahnya seraya tersenyum.

"Waalaikum salam," sahut Shafa mempersilahkan Harun duduk.

"Alif mana?" Harun to the point, kepalanya celingak-celinguk mencari keberadaan Alif namun ia tak berani mencari lebih jauh, Harun sadar statusnya yang hanya mantan suami Shafa.

"Alif lagi belajar ngaji mas," sahut Shafa cepat.

"Oh," singkat Harun hanya ber "oh" ria saja.

"Mau minum apa? Biar aku buatin," Shafa hendak berdiri dari duduknya namun dicegah Harun.

"Gak usah, aku cuma mampir sebentar kok," Harun tiba-tiba mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah lantas meletakkannya diatas meja.

"Ini uang jajan Alif, kalau kurang bisa hubungi aku," ujar Harun dengan senyuman khasnya.

"Makasih mas," Shafa mengambil uang pemberian Harun.

"Oh ya, aku ada oleh-oleh nih!" Harun mengeluarkan paperbag dari dalam tasnya.

"Aku kemaren habis dari luar kota, ngeliat baju bagus banget. Jadi kuputusin buat beli, kayaknya Alif belum pernah punya model baju kayak gini," Harun menaruh paperbag diatas meja.

"Dan juga ini buat kamu, semoga suka ya," Harun menaruhnya diatas meja langsung. Shafa memandang kotak perhiasan dari Harun dengan seksama, ada rasa hangat menjalar didadanya. Melihat Harun yang perhatian terhadapnya membuat Shafa merasa bahagia.

"Makasih mas, kenapa repot-repot banget sih!" ucap Shafa namun tak bisa menutupi rasa bahagianya. Harun menyadari itu, melihat perempuan yang dicintainya tampak berbinar melihat kotak perhiasan pemberiannya.

"Gak repot kok, aku malah merasa seneng banget malahan memberikan kamu sesuatu," balas Harun tersenyum.

Pembicaraan mereka teralihkan ketika mendengar langkah kaki mendekat disusul laki-laki tampan berjalan dibelakang Alif. Harun mengernyit, bertanya-tanya siapa gerangan laki-laki muda dihadapannya.

"Itu guru ngajinya Alif mas," Shafa sepertinya paham apa yang ada dibenak Harun, bukan sesuatu yang sulit ditebak bagi Shafa melihat ekpresi Harun yang tampak bertanya-tanya.

"O, halo mas. Saya Harun, ayahnya Alif," Harun memperkenalkan diri dengan menyodorkan tangan.

Akbar yang menyadari situasi dengan sigap menyambut salaman Harun dengan senyuman terpaksa. Ada rasa sedih dan kecewa yang berkecamuk, Akbar sudah menyerah ketika melihat tatapan Shafa yang tampak berbeda menatap dirinya dan menatap ke arah Harun. Akbar sudah mendapatkan perbandingannya, ia sudah sadar akan hal itu. Perjuangannya sudah terhenti melihat kenyataan yang ia lihat sendiri, Akbar seperti disadarkan bahwa sekeras apapun perjuangannya akan kalah dengan lelaki yang berdiri dihadapannya.


"Salam kenal mas, saya Akbar," sahut Akbar mencoba bersikap hangat meski hatinya terasa menyakitkan.

"Udah lama jadi guru ngajinya Alif?" Harun sekedar berbasa-basi, tatapan matanya mengarah ke arah laki-laki muda tampan dihadapannya. Harun seketika menyadari sesuatu dibalik tatapan mata pemuda tampan dihadapanyya, Harun melihat ada rasa sedih yang tergambar disana. Entah karena apa, padahal sebelumnya Harun melihat pemuda itu tampak ceria ketika bercanda dengan putranya. Namun ketika ia berinisiatif mengenalkan diri, sorot mata pemuda didepannya mendadak berubah sendu. Harun tampak mencuri pandang, lagi-lagi ia disadarkan oleh sesuatu. Sesuatu yang membuatnya merasa egois telah hadir diantara dua sepasang manusia dihadapannya. Ada rasa yang tak terungkap, namun tatapan mata bisa menyingkap. Sebuah rasa yang ia tahu apa itu namanya, Harun menghela nafas sebentar dan melayangkan senyuman sebaik mungkin ke arah pemuda itu.

"Sudah satu bulan mas," sahut Akbar menunduk.

"Wah, kok saya gak tahu ya," balas Harun terkekeh meski tidak ada kelucuan yang tercipta, suasana diruangan ini nampak tegang karena meski hadirnya Alif dan tiga orang dewasa namun tetap saja tak bisa meramaikan. Karena bocah itu sibuk dengan dunianya tanpa menyadari ketegangan tiga orang dewasa disekitarnya.

"Iya mas, saya cuma pas sore aja ngajarnya. Itupun setelah pulang kerja," Akbar membalas meski hatinya sudah porak poranda, hancur berantakan tak bersisa.

"Oh," sahut Harun singkat namun tatapan matanya malah melirik ke arah Akbar yang tampak sedih.

"Ya udah ya mas, Shafa. Aku pamit dulu, assalamualaikum," Akbar seperti menghindar dari suasana yang tidak mengenakkan. Lelaki muda berwajah tampan itu bergegas meninggalkan rumah Shafa.

"Waalaikum salam," sahut Shafa dan Harun kompak.

"Kayaknya pemuda itu menyimpan rasa sama kamu," Harun berkata, setelah kepergian Akbar tentunya. Ada rasa cemburu dihati Harun melihat keakraban pemuda itu dengan anaknya. Harun merasa tersentil, ia sebagai ayah kandung Alif merasa sangat iri melihat interaksi yang terjalin antara Akbar dan Alif. Mereka dekat, Harun melihatnya dengan jelas. Putranya ini sangat sulit untuk akrab dengan orang baru, tapi melihat dengan mata kepalanya sendiri saat ini, Harun baru menyadari sesuatu. Anggapannya salah, Harun mudah menyimpulkan berdasarkan analisanya sendiri. Ia mungkin masih bisa memiliki hati Shafa tapi untuk mendapatkan hati putranya sendiri ia merasa kalah.

"Kami cuma berteman saja, mas," lirih Shafa namun didengar Harun.

"Tidak ada pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu tulus tanpa melibatkan perasaan didalamnya," komentar Harun, hatinya mendadak sesak.

Shafa tersenyum, ia menganggap Harun tengah cemburu. Meskipun pada kenyataannya memang begitu.

"Mas Harun cemburu?" todong Shafa tetap sasaran. Harun terdiam lama, malu untuk mengakui perasaan sebenarnya, apa yang dikatakan Shafa adalah kebenaran.

"Ah! Gak mungkin aku cemburu," sela Harun cepat, membuat senyuman dibibir Shafa mendadak lenyap tak bersisa. Haruskah ia kecewa?

"Ya udah ya mas aku mau cuci piring dulu, tolong temani Alif sebentar," Shafa berdiri dari duduknya, memutus kontak pembicaraan dengan lelaki itu. Harun mengangguk, menyadari air muka Shafa yang mendadak dingin melihatnya. Sebut saja Harun pecundang, sudah sangat jelas ia masih mencintai ibu dari anaknya, bahkan sempat meminta rujuk dengan perempuan itu beberapa minggu yang lalu. Tapi, mengakui perasaannya sendiri saja ia gengsi.

"Ok," sahut Harun singkat, namun selanjutnya fokus ke arah Alif yang sibuk bermain didekatnya.

Tbc
Dipublikasikan oleh TansahElingdd di wattpad pada tanggal 25 maret 2023

I love you Shafa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang