Dia pelaku, namun berlagak seperti korban.
"Queena menghisap darah mayat itu?" Gumam Gea dalam hati. Seolah membeku, ia berdiri dengan kaku. Pikirannya kacau, bahkan ia berpikir kalau lebih baik disuruh memecahkan rubik berbentuk prisma, limas, atau bangun 3 dimensi lainnya. Daripada harus bertarung pikiran tentang sahabatnya yang tengah asyik mencomot darah Si Mayat. Sekarang ia harus memutar otak hanya untuk jawaban iya atau tidak: bahwa sahabatnya adalah seorang psikopat yang haus darah.
Gea semakin dibuat tercengang ketika melihat Queena tersenyum puas di depan mayat itu. Gea heran, jika Queena baik-baik saja, buat apa Queena menelpon Gea malam-malam untuk minta tolong, toh malah Queena dengan kapak di tangannya yang ia temukan.
Gea bingung, apakah Queena tengah mempermainkannya? Tidak, tidak mungkin Queena mempermainkannya di tempat 'keramat penuh mitos' ini malam-malam hari.
Deggg...
Tiba-tiba Queena membalikkan tubuhnya dan menatap tajam ke arah Gea, tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Tatapan yang mengintimidasi, membuat jantung Gea seakan berhenti berdetak. Ia seakan merasa tertangkap basah. Padahal kenyataan berbanding balik. Karena Queena lah yang benar-benar tertangkap basah tengah melakukan tindak diluar manusia normal.
Namun senyum aneh itu hanya sesaat, tiba-tiba bibir Queena melengkung dan membentuk senyuman termanis yang Queena punya sebelumnya.
"Qu qu eena..." panggil Gea dengan bibir yang bergetar. Jujur saja, ia takut dan benci dengan apa yang dilihatnya. Tolonglah! Ia berpikir, lebih baik melihat muka Voldemort yang hancur menjadi debu hanya karena sebuah mantera. Daripada melihat tubuh mayat itu yang hancur berdarah karena bacokan kapak. "Kamu baik-baik saja?" lanjut Gea sembari berjalan mendekat kearah Queena. Butuh kumpulan nyali untuk melakukannya.
"I'am okay," balas Queena singkat.
"Terus, mengapa kamu minta tolong ke aku kalau kamu baik-baik saja? Oh ya, dan bukannya tadi kamu lagi jalan sama Dean? Jangan bilang kalau Dean tiba-tiba nurunin kamu di temp—" tiba-tiba ucapan Gea terpotong. Tenggorokan nya serasa tersendat setelah mengetahui siapa mayat seorang laki-laki paruh baya yang ada di depan Queena.
Queena yang melihat keterkejutan di mata Gea pun lantas bertanya. "Kamu mau tahu?" tanyanya yang seakan-akan tahu arti di balik 'syok' yang Gea tunjukkan.
"Jelasin!" sentak Gea seraya menatap lekat netra sahabatnya itu. Tidak ada pancaran penyesalan di dalamnya, yang ada hanyalah kepuasan. Hal itu membuat Gea merasa jengkel dan ingin menghempaskan Queena ke semesta paralel tetangga.
"Ya, aku akan jelasin," ujar Queena pada akhirnya. "Tapi, lewat isyarat," lanjutnya yang hanya diikuti anggukan kecil Gea.
"Tapi, kamu nggak boleh bersuara saat aku ngejelasin pakai isyarat. Kamu cukup respon aku dengan isyarat juga. Inget, jangan sampai bersuara. Kalau sampai bersuara sekecil pun, kamu harus makan daging tuh mayat. Owww, ralat. Bukan daging, tapi bangkai hahaha!" Sekali lagi Gea dibuat tercengang dengan kata-kata Queena.
"Tapi kenap—"
"Ssttt..." Belum sempat untuk protes, tiba-tiba jari telunjuk Queena mendarat tepat di bibir Gea. "Diam, jangan bicara lagi. Kalau kamu bicara, nanti dia bangun. Kalau sampai dia bangun, bagaimana kalau dia ngelaporin aku ke polisi? Tapi, bukan hal mudah juga untuknya bisa lolos dariku. Karena—" Queena menggantung kan kalimatnya. Bibirnya membentuk seringaian kecil.
"Sebelum mulut sampahnya mengeluarkan banyak bacotan, sudah terlebih dahulu aku potong lidahnya. Lalu ku tusuk perutnya pakai ini," lanjut Queena sembari mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVIL'S PUZZLE✔️ [END]
Horror[COMPLETED] ʜᴜᴍᴏʀʀᴏᴜꜱ-ʜᴏʀʀᴏʀ||ꜰᴀɴᴛᴀꜱɪ-ʀᴇᴍᴀᴊᴀ Mencari konspirasi mengenai perubahan sikap Queena, sahabatnya membuat Gea terseret ke dalam lingkar teka-teki yang diciptakan jiwa tersesat yang ingin 'menuntut keadilan'. Bagi Gea, inilah yang akan menj...