_𝔻𝔼𝕍𝕀𝕃'𝕊 ℙ𝕌ℤℤ𝕃𝔼_
Opsi ini menjebak. Supaya kita mencoba semuanya.
Sesuai rencana, Dirgha sudah sampai di rumah sakit saat hari masih pagi. Dengan tas yang ia sampirkan di pundak kirinya, ia berjalan menelusuri koridor rumah sakit dengan raut yang lebih bersemangat dari sebelum-sebelumnya. Entahlah apa yang membuatnya menjadi bersemangat. Mungkin karena ia akan menjalankan misi memecahkan teka-teki 'nama yang menyedihkan' itu. Dan ia yakin, secepatnya ia akan mengetahuinya.Namun sepertinya ada alasan lain mengapa ia bersemangat. Tapi entahlah, bahkan Dirgha pun tak bisa untuk menjelaskannya dalam bentuk lisan. Tapi, mungkin hatinya lah yang bisa menjelaskannya tanpa suara.
Kini, cowok itu pun sudah sampai di depan ruang rawat Gea. Lagi-lagi ia langsung masuk tanpa permisi. Membuat sang penghuni ruangan terhenyak seketika karena kehadirannya. Padahal gadis itu mau meneguk botol minumannya, hampir aja kesedak. Untung langsung ia urungkan.Gea mendengus kasar, "lo kira ini ruangan nenek moyang lo? Permisi kek! Apa jangan-jangan lo udah lupa sama kalimat salam?" cibirnya dengan tangannya yang masih memegang botol itu dengan erat.
Mendengarnya, Dirgha hanya melengos malas. Tanpa menghiraukan kalimat itu, ia pun langsung duduk bahkan sebelum sang empunya menyuruh. "Nih gue udah bawa kostumnya," celetuk Dirgha seraya mengeluarkan sebuah kaos pendek putih yang sudah kusut dan celana kolor panjang yang berwarna merah dari dalam tas punggungnya.
Gea mengangguk berkali-kali seakan-akan berkata 'bagus'. "Eh bentar-bentar!" Namun sekejap, ia menemukan kekurangan dalam kinerja Dirgha. "Warnanya kebalik deh! Harusnya bajunya merah dan celananya yang putih," komentar Gea sekaligus menarik komentar awal yang berkata 'bagus'.
"Nanti kalau merah putih yang ada orang-orang pada hormat ke arah gue," protes Dirgha yang tidak terima mendapati komentar kurang bagus.
"Benar juga sih, tapi kalau kayak gitu malah terlihat kayak seragam anak SD!" telak Gea tak mau kalah.
"Lo nya aja yang nggak tahu gimana susahnya gue buat dapetin nih baju!" potong Dirgha tanpa mengizinkan Gea untuk melanjutkan kalimatnya. Kalau tidak dicegat, bisa-bisa cewek itu nyerocos sepanjang waktu sampai membawa-bawa warna putih biru atau bahkan putih abu-abu.
"Halah palingan juga cuma beli pakai uang orang tua!" Gea menebak dengan menatap sepele ke arah Dirgha. Yang ia pikirkan selama ini adalah: selama masih ada orang tua anak malas berusaha. Buat apa coba berusaha, toh kalau butuh apa-apa tinggal minta. Mungkin dalam meminta duit, bagian tersusahnya adalah mencari alasan yang tepat untuk apa duit itu digunakan.
Jangan salahkan Gea kalau gadis itu berpikir terlalu dangkal. Karena itulah pengalaman hidupnya sendiri.
Selama dulu orang tuanya masih ada, memborong apapun menggunakan duit mereka. Dan setelah orang tua tiada, itulah saatnya menderita. Kadang ia selalu menyalahkan takdir dari-Nya karena harus bahagia dulu baru menderita. Padahal inginnya, menderita dulu baru bahagia.
Namun bukan berarti yang 'bahagia dulu baru menderita' endingnya harus menderita. Karena roda kehidupan ini tidak akan berhenti begitu saja. Bisa jadi siklusnya bahagia lalu menderita dan berakhir bahagia.
Oke, jadi bisa disimpulkan alasan Gea berpikir dangkal karena ia hanya melihat pengalaman hidupnya yang terlalu sempit. Tanpa memperhatikan bagaimana pengalaman orang lain.
A: Salahkan dia! Ini akibatnya kurang bersosialita!
B: Nyeh! Tadinya bilang jangan disalahkan, namun pada titik buntunya ia tetap yang ternistakan!
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVIL'S PUZZLE✔️ [END]
Horror[COMPLETED] ʜᴜᴍᴏʀʀᴏᴜꜱ-ʜᴏʀʀᴏʀ||ꜰᴀɴᴛᴀꜱɪ-ʀᴇᴍᴀᴊᴀ Mencari konspirasi mengenai perubahan sikap Queena, sahabatnya membuat Gea terseret ke dalam lingkar teka-teki yang diciptakan jiwa tersesat yang ingin 'menuntut keadilan'. Bagi Gea, inilah yang akan menj...