Saat gue nggak merasa bersalah, gue nggak akan minta maaf.
"Gue nggak mau tahu, lo udah mengganggu ketenangan gue. Dan sekarang, gue udah nggak mau lihat lo bisa bernafas lagi," ancam Queena yang disertai seringaian liciknya.
"Gue nggak nyangka, ternyata memang benar apa yang dikatakan Dean kemarin. Lo bukan Queena kan?" tanya seorang gadis dengan seragam putih abu-abu yang melekat di tubuhnya.
Mendengar itu, Queena tersenyum miring. "Jadi, sekarang lo nyesel karena milih gue kemarin?" tanya Queena dengan netranya yang menatap lekat pada lawan bicaranya. Tatapan yang mengintimidasi, membuat sang lawan bicara meneguk salivanya kasar.
"Karena lo udah tahu semuanya tentang gue, maka lo harus mati. Gue nggak mau lo jadi ember bocor yang akan merusak rencana gue nantinya," lanjut Queena seraya mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya. "Jadi, lo mau gue bunuh langsung atau perlahan-lahan?" tanya Queena. Sementara gadis yang ada dihadapannya hanya diam dan menunduk. Itu membuat Queena kesal.
Srekkk...
Darah segar keluar dari mulut gadis itu dan menodai busana putih abu-abunya. Si Malang itu memekik kesaktian, namun tanpa suara. Ia tidak sanggup untuk sekedar berteriak dan minta tolong. Mungkin ia memutuskan untuk pasrah. Karena sama saja jika ia ingin melawan, karena yang kini ia hadapi adalah 'manusia' gila yang terobsesi dengan darah.
"Lo bisu apa gimana sih? Tinggal ngejawab susah amat! Daripada mulut lo nganggur, lebih baik gue robek sekalian!" Queena mendengus. Ia merasa greget dengan cewek yang bersikap sok lemah dan main pasrah di hadapannya.
"Berhubung pisau ini tidak tajam, sepertinya lo harus gue bunuh perlahan-lahan, Safira Aurelya," lanjut Queena seraya mengusapi darah yang membandel di pisau lipatnya. Lalu menghisapnya dengan penuh nafsu.
"Eummm, enak juga," lidah Queena menari-nari menjilati area mulutnya. Sesekali menggumamkan sesuatu yang membuat Safira semakin bergidik di tempatnya. "Jadi gimana? Lo rela gue bunuh perlahan-lahan, hm?" tanya Queena sekali lagi, namun tetap tidak ada respon dari Safira.
"Oh ya, gue lupa! Lo udah beneran bisu sekarang. Ah, gue jadi nyesel karena mulut lo yang pertama kali gue robek. Kalau tidak, mungkin sekarang lo tengah mengerang, menjerit, atau memekik kesakitan." Queena mengerucutkan bibirnya yang sudah belepotan oleh darah. Lalu mengusapnya dan lanjut berkata. "Tapi nggak masalah juga, karena air mata lo udah bisa mendeskripsikan semuanya." Lagi-lagi Queena menyeringai lebar. Sampai pada akhirnya ia mulai menggerakkan pisaunya untuk mengukir berbagai seni di tangan dan kaki Safira.
Srekkk...
Satu goresan di perut Safira. Queena tersenyum puas dengan apa yang ia lihat di depannya. Sebuah gambar rumah ember berhasil dilukisnya. Lalu, ia menotol-notol perut Safira dengan pisaunya hingga terdapat goresan-goresan kecil. "Yang kecil-kecil tak berguna ini adalah plankton!" Menurutnya, itu sangat indah. Namun tak berapa lama kemudian, ia malah mencoret-coret gambar rumah ember itu secara abstrak hingga lapisan-lapisan perut Safira terobek sempurna.
"Ah, isi perut lo membosankan." Queena melemaskan bahu nya. "Nggak ada yang unik, sama seperti korban-korban gue sebelumnya," celetuk Queena dengan tangannya yang iseng mengukir gambar di beberapa bagian tubuh Safira yang lain dengan pisaunya. Ia tidak memikirkan apa yang tengah Safira rasakan. Walau, ia memang tahu kalau Safira ingin mati sekalian tanpa harus disiksa. Tapi, bukan Queena namanya kalau tidak menyiksa dulu sebelum membunuh.
"Hih, gemes gue sama tangan lo!" geram Queena seraya menggecah-gecah tangan Safira sampai tangan itu tidak berbentuk, bahkan hampir putus.
"Gini deh, gue akan langsung nge-bunuh lo. Bukan apa-apa sih, cuma gue masih punya hati, mengingat lo yang udah pernah belain gue dan memilih ke pihak gue kemarin. Sudah cukup air mata lo jadi sarapan gue pagi ini. Gue nggak sekejam itu kepada orang bodoh yang dengan bodohnya mempercayai gue, sudah cukup air mata yang lo keluarin. Jangan cengeng, karena gue benci cewek cengeng," cerocos Queena.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVIL'S PUZZLE✔️ [END]
Horror[COMPLETED] ʜᴜᴍᴏʀʀᴏᴜꜱ-ʜᴏʀʀᴏʀ||ꜰᴀɴᴛᴀꜱɪ-ʀᴇᴍᴀᴊᴀ Mencari konspirasi mengenai perubahan sikap Queena, sahabatnya membuat Gea terseret ke dalam lingkar teka-teki yang diciptakan jiwa tersesat yang ingin 'menuntut keadilan'. Bagi Gea, inilah yang akan menj...