OH GOD! KENAPA ENGKAU SEMBUNYIKAN KENYATAAN MASA LALU YANG BEGITU BESAR?
Selepas pulang dari sekolah, Gea berada di sebuah kedai kopi yang terbilang kecil. Ia memarkirkan motor besarnya di samping kedai tersebut. Melihat Gea yang tengah menuntun motornya, membuat sang pemilik kedai agak terkejut. Pasalnya, selama ini Gea tidak pernah memakai motor saat kemana-mana. Gadis itu hanya mengandalkan kendaraan umum.Setelah memposisikan motornya di tempat yang pas, Gea berjalan memasuki kedai tersebut. Ia menyalimi tangan Bu Hani, sang pemilik kedai. Bu Hani tersenyum, "tumben pakai motor," kata beliau yang membuat Gea terkekeh seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Iya nih Bu," jawab Gea kikuk. Dan tentunya tanpa abal-abal penjelasan di kalimat selanjutnya. Karena sejujurnya, ia pun bingung harus mengatakan apa. Kan gak mungkin kalau ia pakai motor besar agar terlihat sangar untuk mengakhiri ke-cupuannnya.
"Dapat motor darimana?" tanya Bu Hani yang sedaritadi masih penasaran dengan motor besar yang kini anteng di sebelah kedainya.
"Motor papa dulu. Sekarang udah nggak kepakai. Ya kan sayang kalau nggak digunakan," jawab Gea sejujurnya. Merendahkan volume suaranya saat menyebut kata 'papa'.
"Oh gitu." Bu Hani manggut-manggut. "Kamu mau ke makam papamu?" tanya Bu Hani yang dibalas anggukan oleh Gea. Wanita paruh baya itu tahu, Gea selalu mampir ke kedainya sebelum pergi ke makam papanya. Karena jarak makam dan kedai yang memang terbilang cukup dekat. Bahkan bisa dikatakan kalau beliau bisa mengenal Gea karena letak kedainya.
Bu Hani hanyalah seorang wanita paruh baya yang sudah janda dan tidak memiliki keturunan. Wanita itu membuka kedai kopi untuk membiayai hidupnya sendiri. Kadang Gea juga membantu Bu Hani untuk mengurus kedai sepulang sekolah. Daripada langsung pulang ke rumah, dapatnya makan ati mulu! Mojok ke sudut ruangan dengan air mata sialan yang malah main lolos dari bendungannya—kata Gea.
Bu Hani dan Gea memang sudah sedekat ini. Bahkan Bu Hani sudah menganggap Gea sebagai ponakan atau bahkan anak sendiri. Menciptakan warna baru di hati sang gadis yang selalu suram.
Bu Hani menatap mata Gea intens. Entah mengapa pandangannya berubah menjadi sendu, membuat Gea mengernyitkan dahinya. "Kenapa Bu?" tanya Gea. Kini netranya membalas tatapan yang penuh pancaran kasih sayang itu. Tatapan yang ia rindukan dari sang mama yang telah menelantarkan.
"Sampai sekarang ibu masih melihat orang itu datang ke makam papa kamu," jawab Bu Hani yang membuat raut Gea berubah sendu pula. Ia tidak tahu siapa orang itu. Gea hanya tahu kalau dia seorang wanita yang mungkin berumur kepala empat. Itu pun Gea tahu dari Bu Hani.
Dia wanita yang misterius. Bahkan dia selalu menutup wajahnya dengan jilbab hitam. Seakan-akan ia memang ingin menutup identitasnya. Membuat Gea bergidik ketika membayangkannya.
Gea masih membalas tatapan dari Bu Hani dengan lekat. Hanyalah Bu Hani yang ia punya sekarang. Hanyalah Bu Hani yang bisa menerima anak seorang pembunuh seperti dirinya.
Greppp...
Tiba-tiba Gea memeluk Bu Hani. Ia menompangkan dagunya di bahu wanita yang sudah berumur itu. Ia terisak, itu jelas terdengar di telinga Bu Hani. Bu Hani pun membalas pelukan itu dan mengelus-elus punggung Gea dengan tujuan menenangkan gadis remaja yang rapuh itu.
"Hanya ibu yang Gea punya sekarang. Tempat bersandar, tempat berbagi cerita, dan berbagi keluh kesah. Ibu sudah Gea anggap sebagai ibu Gea sendiri. Hanya ibu, yang memberi Gea semangat untuk menjalani semua ini," isakan itu semakin dalam. Sementara Bu Hani hanya diam sembari mendengar keluh kesah yang Gea lontarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVIL'S PUZZLE✔️ [END]
Horror[COMPLETED] ʜᴜᴍᴏʀʀᴏᴜꜱ-ʜᴏʀʀᴏʀ||ꜰᴀɴᴛᴀꜱɪ-ʀᴇᴍᴀᴊᴀ Mencari konspirasi mengenai perubahan sikap Queena, sahabatnya membuat Gea terseret ke dalam lingkar teka-teki yang diciptakan jiwa tersesat yang ingin 'menuntut keadilan'. Bagi Gea, inilah yang akan menj...