𝔻ℙ [02] || Cowok Misterius

358 83 92
                                    

Salah mengartikan?

"Gue.benci.lo."

Satu kalimat tiga kata yang masih selalu terngiang-ngiang di benak Gea. Ia tidak percaya kalau kalimat itu meluncur dari mulut Queena. Jangan tanyakan lagi gimana perasaan Gea saat ini. Bahkan, Queena berbicara pakai 'gue-lo' yang menurut Gea terkesan kasar.

"Mengapa Tuhan? Mengapa Engkau juga merenggut satu-satunya orang yang aku punya? Tidak cukupkah penderitaan yang selama ini telah aku alami?"

"Aku memang lemah di hadapan Mu, tapi akan berusaha kuat di hadapan semua orang," monolog nya dalam hati. Lihat, bahkan sampai sekarang Gea masih membisu. Segitu percayanya kah dia pada Queena?

Gea sudah tidak tahu lagi mau kemana. Kehidupannya yang sudah menderita malah ditambah dengan satu masalah ini.

Kakinya terus melangkah menelusuri jalan menuju rumahnya dengan lunglai. "Semoga semua ini hanya mimpi," gumam Gea dalam hati. Pandangan matanya sudah buram tergenang tetesan air mata.

"Iya, ini hanya mimpi. Karena besok Queena masih menyambut ku dengan senyuman termanisnya di sekolah," lantur Gea.

"Ingat Gea, ini cuma mimpi. Mimpi yang membuat mu terlihat kacau, sedih, lemah, dan sendiri. Ini cuma mimpi, haha!" Dalam hati Gea terkekeh. Kakinya terus melangkah tanpa tujuan, apakah ia harus pulang ke rumah dengan kondisi kacau?

Ah, buat apa juga ia pulang ke rumahnya. Toh, ia tak punya keluarga yang akan mencemaskannya jika jam segini ia tidak ada di rumah.

Semua orang pergi dari Gea. Ia rindu masa-masa dulu nya yang memilki keluarga lengkap, banyak teman, dan hidup serba kecukupan. Tapi itu dulu, sebelum papanya terungkap bahwa bahwa beliau adalah seorang pembunuh.

Semenjak papa nya terungkap membunuh pesaing bisnisnya, semuanya pergi dari Gea. Teman, harta, bahkan kebahagiaannya. Ia seakan-akan tertampar kenyataan saat itu. Tapi, ia juga mendapat hikmah dari cobaan itu. Ia jadi mengetahui mana teman yang tulus dan mau menemaninya saat ia sudah terpuruk. Namun, itu hanya satu. Yaitu...

Queena.

Dan sekarang lihat saja, bahkan Queena sudah membenci Gea. Apakah sesulit itu kalau anak pembunuh mendapat kan kasih sayang? Memang, semua orang berpedoman pada pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.' Pepatah yang Gea hafal saat masih SD, dan yang Gea benci sekarang.

Ia mengusap wajahnya kasar.

"Apakah ini permainan Queena? Dan apakah tujuan ia menemaniku hanya untuk menjebakku? Lalu,Queena menjadikan ku sebagai kambing hitam atas perlakuannya dan profesinya sebagai psikopat?" Entah mengapa tiba-tiba pikiran Gea melesat ke arah itu.

"Nggak! Queena bukan pengecut yang menjadikan sahabatnya sendiri sebagai kambing hitam! Apakah mungkin kalau ada sesuatu di balik semua ini?" Jeda sejenak, entah mengapa Gea lebih memilih untuk positive thinking pada Queena.

"NGGAK! AKU NGGAK BISA BENCI QUEENA!" teriaknya tertahan dan tanpa suara. Sampai pada akhirnya ia baru menyadari sesuatu—

Ia berada di lorong di mana tadi ia menemukan Queena. Ia semakin heran, walaupun kondisi nya sekarang sudah kacau. Tapi, seenggaknya ia masih waras untuk tidak kembali ke tempat terkutuk ini.

CITTT...

"Aaa!!" teriak Gea seraya menutup kedua matanya dengan tangannya. Tanpa sadar, ia telah mengakhiri kebisuannya.

DEVIL'S PUZZLE✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang