[36] Perpisahan☔

69 16 20
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم


Bukankah merayakan perpisahan
itu terasa menyenangkan?
Terluka, lalu dibunuh oleh waktu

       Entah untuk ke berapa kalinya, perawat dengan behel hitam itu mengecek kesehatan Wafiq seakan memastikan jika Wafiq benar-benar bisa keluar dari rumah sakit besok setelah katanya dirawat selama 1 minggu. Jujur saja, Wafiq tidak mengerti kenapa ia bisa di sini selama itu. Ia tidak ingat.

"Bagaimana, Sus? Apa kira-kira Wafiq bisa keluar besok?" tanya lelaki paruh baya yang berdiri tepat di sebelah si perawat.

"Ya, saya rasa kesehatan Wafiq mulai membaik. Pak Revin tinggal berdiskusi dengan Dokter Budi untuk berkonsultasi. Semoga kesehatan Wafiq semakin membaik. Dokter Budi ada shift pagi dan mungkin sekarang sudah ada di ruangan. Saya permisi dulu."

Tidak tahu kenapa Wafiq kurang peduli dengan kondisi tubuhnya. Ia hanya memainkan jari tengahnya yang sempat tergores beberapa hari lalu. Sekarang jarinya terbungkus oleh plester. Wafiq hanya merengut, berbanding terbalik dengan matahari yang tengah bersinar cukup cerah pagi ini.

"Wafiq, kamu bahagia 'kan karena besok bisa pulang? Alhamdulillah keadaan kamu membaik." Revin mengelus pucuk kepala Wafiq dengan sayang sedangkan gadis itu hanya diam sambil menatap ke arah jendela.

"Om yakin kamu kangen sama Zayid. Dia pasti akan jemput kamu besok." Revin membohongi dirinya sendiri dan Wafiq. Ia bahkan tidak yakin dengan hal itu. Sudah sejak 5 hari lalu Zayid menghilang, entah ke mana.

"Om akan menemui dokter dulu. Kamu istirahat aja, ya."

Setelah berlalunya Revin dari ruangan, Wafiq beralih pada sebuah foto yang menemaninya selama di rumah sakit. Foto itu masih sama. Ada seorang lelaki di dalamnya dan itulah yang menguatkan Wafiq. Ia sulit mengingat apa pun tentang kakaknya ini, tapi ia yakin jika kakaknya adalah kakak terbaik. Selama di sini, Revin terus menceritakan bagaimana dulu kakak Wafiq yang mengganti popok Wafiq kecil. Bukankah hanya segelintir kakak yang bisa melakukan hal itu?

"Kenapa Kakak gak temuin aku di sini?" Sudah beberapa hari Wafiq di sini, tapi kenapa kakaknya sama sekali tidak pernah menemuinya? Ke mana perginya?

Wafiq ingin rasanya bertemu dengan sang Kakak. Ia ingin bertemu, tapi rasanya terlalu sulit. Namun, tunggu. Jika, kakaknya tidak menemuinya di sini, bukankah tidak salah jika Wafiq yang mencarinya sendiri?

"Dokter, bagaimana dengan penyakitnya?"

Dua lelaki yang tampak sebaya dengan jas yang terlihat begitu kontras—hitam dan putih, itu berjalan di koridor rumah sakit dengan begitu tenang menuju sebuah ruangan. Hanya ada beberapa orang yang berlalu-lalang dan itu pun tidak seramai biasanya.

"Ya ... sepertinya ia akan lebih sering lupa dari sebelumnya. Mood-nya akan semakin berubah-ubah juga. Untuk mengatasinya, Wafiq harus meminum obat lebih sering dan tentunya dengan dosis yang dianjurkan untuk memperlambat gejalanya."

Revin mengembuskan napasnya, begitu sesak. Mungkinkah untuk kedua kalinya ia gagal menjadi pelindung bagi wanita yang disayanginya? Ia telah gagal untuk menjadi pendamping seorang wanita yang sangat ia cintai dan Revin tidak ingin gagal untuk menjaga putri dari wanita yang sempat mendiami hatinya itu.

Remember [Rampung] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang