بسم الله الرحمن الرحيم
“
Bahagia itu dirimu sendiri yang
ciptakan. Jadi, mulai sekarang
jangan terlalu berharap lebih
untuk dibahagiakan orang lain
”☔
Keempat orang itu keluar dari sebuah mobil hitam bermerk BMW. Untuk beberapa detik, keempatnya terbius dengan ingar bingar lampu warna-warni, hiruk-pikuk kerumunan insan, dan suara riuh rendah orang-orang tersebut. Pemandangan khas sebuah pasar malam.
"Wuhu!!" Reano langsung bersorak bahagia dengan panorama di depannya yang melambungkan hati, tapi menghempas citra kalem yang terpatri di gurat wajahnya. Ya, seharusnya ia bisa kalem jika dilihat dari lekuk wajahnya.
"Gak perlu sebahagia itu, 'kan?" Zayid merasa risih. Bagaimana tidak? Orang-orang di sekitar mereka langsung menatap penuh tanda tanya.
Meski dihantam dengan nada bengis Zayid, Reano hanya nyengir, merada tidak berdosa. Dasar biang malu.
"Maklumin aja. Kak Rean emang suka agak anu," gumam Syaira yang masih bisa didengar dengan jelas oleh Wafiq.
Wafiq hanya tersenyum, tidak enak. Tidak diiyakan, ia merasa bahwa tidak bisa membantah perkataan Syaira. Jika diiyakan, sungguh Wafiq merasa tidak enak.
"Pertama-tama kita jajan dulu," putus Reano secara sepihak.
"Seenak jidat! Di mana-mana, ya main dulu," tentang Zayid. Tentu saja tidak setuju. Belum apa-apa, sudah jajan lebih dulu.
"Maklum aja. Kak Zae emang agak anu."
Detik berikutnya, Wafiq dan Syaira terkekeh pelan dengan gumaman dari adik Zayid sendiri. Mereka sebagai seorang adik memang wajar jika dibuat pusing dengan kakak-kakak mereka.
"Gak ah. Gue mau jajan aja dulu. Popcorn sama gorengan atau martabak kayaknya cocok." Reano memang keras kepala tiada dua.
"Kepala batu! Pajak muntah saat naik kora-kora ditanggung sendiri," sinis Zayid yang hanya direspon delikan mata Reano.
"Hei! Kalian juga di sini?"
Atensi keempat orang itu teralih pada sumber suara yang semakin mendekati mereka.
"Kak Jeno," sapa Syaira dengan ramah. Ia sudah tidak asing dengan salah satu lelaki yang mendekati posisi mereka, lelaki yang menyapa dengan hangat di tengah dinginnya malam.
Wafiq hanya diam. Ia masih bingung dengan kedatangan dua lelaki itu ke arah mereka. Sebenarnya siapa mereka?
"Hei, Ra." Jeno Adiguna, menyapa balik Syaira dengan hangat sebagaimana gadis itu menyapa dirinya, berbanding terbalik dengan kakak tiri gadis itu yang sudah mendelik tajam ke arahnya.
"Selamat malam, semuanya. Kebetulan ya kita bisa ketemu di sini." Gino Wiawan, tidak kalah menyapa hangat.
"Kalian dari mana?" Zayid sebenarnya malas saja untuk sekedar basa-basi seperti ini, tapi mau bagaimana lagi? Jeno dan Gino adalah teman sekelas dan juga sahabatnya di kampus.
"Kumpul tugas Pak Regar. Barusan dari rumahnya. Mendadak gue jadi crazy fans-nya para dosen." Jeno tertawa dengan ucapannya sendiri, diikuti dengan senyum paksa Zayid, kekehan Gino, senyum tipis Wafiq dan Syaira, serta delikan Reano yang semakin meruncing.
"Lo nyindir gue?" sinis Reano. Kepada siapa lagi jika bukan pada Jeno?
"Kok lo nyolot?" Seketika Jeno menatap tajam balik pada Reano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember [Rampung] ✅
Novela JuvenilREMEMBER [Teenfiction] "Sadar atau tidak, penyakitmulah yang telah membuat kita menjadi layaknya kakak adik sesungguhnya ...." -Zayid Karima *** Ini bukan kisah perjodohan ataupun cinta dalam diam yang berakhir bahagia, tapi ini adalah kisah seoran...