بســــم الله الر حمن الر حيــــم
......“
Masa lalu tidak perlu
dibenci karena cermin
tidak akan menampilkan
bayangan yang tidak sesuai
dengan objeknya
”☔
Semilir angin dingin menerbangkan dedaunan yang memutuskan berpisah dengan ranting. Perlahan, bulir bening dari langit menjatuhkan diri pada permukaan bumi yang tidak sedikit telah dilapisi dengan aspal dan beton. Kadang hati merindukan tanah yang menumbuhkan tanaman hijau. Apa semua bisa kembali seperti dulu?
Ia menghembuskan napasnya 'sedikit' lega. Ia tidak terjebak dengan tirai butiran air hujan. Ditatapnya aspal yang melegam, terkena air hujan. Apa yang istimewa pada hujan hingga ada saja orang yang menyukai hujan?
Kelam, sepi, dingin. Itulah gambaran hujan bagi Rasyafa Nurramdani. Di tengah hujan, ada luka yang membalut. Di tengah guntur, ada darah ikut bergabung dengan air hujan. Apa yang bisa ia pikirkan ketika hujan selain rasa benci?
Setelah sekian tahun membenci lelaki yang pernah menjadi suami dari ibunya sekaligus ayahnya, Rasya mulai tidak waras dengan perlahan membenci dirinya sendiri. Ketika ia melihat tangan kirinya, ia ingin membenturkan kepalanya ke tembok atau menghantamkan benda keras pada tengkoraknya.
"Ya Allah, hujan."
Untuk seperkian detik, Rasya melirik ke arah sumber suara hingga akhirnya kembali tidak acuh dengan sekitaran halte yang menaunginya ini. Kembali apatis.
"Aku ikut duduk di sini, ya."
Diam adalah jawaban yang tepat untuk menanggapi kalimat permisi gadis berhijab ini.
"Lho? Kakak kan yang waktu itu di kantin? Wah, gak nyangka bisa ketemu lagi."
Suara itu terdengar riang, tapi bagi Rasya seperti sayatan. Ia mulai membenci sebuah keriangan.
"Kita satu sekolah. Besar kemungkinan sering bertemu, tapi anggap saja kita tidak pernah bertemu," dingin Rasya. Ia membelakangi posisi duduk gadis itu.
Gadis bermata indah dengan iris mata kepolosan itu nampak mengamati tangan kiri Rasya yang berbalut perban.
"Kakak cedera?" Gadis itu mengabaikan ucapan sinis Rasya dan lebih memilih mengkuliti batin Rasya dengan pertanyaan sensitif itu.
"Bukan urusanmu," balas Rasya, berharap dapat membungkam mulut bawel gadis ini.
"Mm kan aku ...." jeda gadis itu, "ya udahlah."
Hening menaungi mereka berdua. Tidak ada yang berani berbicara. Yang satu takut salah berbicara dan yang satu lagi memang tidak suka bicara, sudah mendarah daging. Alunan musik hujan bagai membelai dalam buaian kesunyian.
"Kayaknya hujan masih lama redanya." Gadis itu entah mengeluh, memberi tahu, atau membagi curahan hati.
"Ah, aku lupa. Namaku Wafiq Salima. Anak kelas 10. Jangan bilang Kakak gak pernah nanya namaku." Gadis itu justri tertawa renyah di akhir kalimat.
![](https://img.wattpad.com/cover/232427982-288-k300560.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember [Rampung] ✅
Teen FictionREMEMBER [Teenfiction] "Sadar atau tidak, penyakitmulah yang telah membuat kita menjadi layaknya kakak adik sesungguhnya ...." -Zayid Karima *** Ini bukan kisah perjodohan ataupun cinta dalam diam yang berakhir bahagia, tapi ini adalah kisah seoran...