[38] Pencarian Saksi☔

58 15 10
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم


Saksi seperti angin yang
membawamu pada titik temu

     Dengan langkah yang amat pelan, kaki itu melangkah seakan menginjakan kaki di atas daun rapuh yang bisa saja menggelincirkannya ke tanah. Sesekali matanya beredar untuk memastikan kondisi sekitar. Jika mesin EKG terhubung dengan jantungnya, mungkin saja mesin itu langsung mengepulkan asap tebal, rusak. Dipikir-pikir, ia jadi seperti maling di rumahnya sendiri.

"Eid, cepetan. Nanti kalo lo gak buru-buru, bisa ketangkep basah lho! Lo bisa dijadiin kue putu sama Tante Ayas," bisik seorang gadis di belakang Zayid yang bertugas memastikan keadaan aman.

Zayid hanya memgangguk untuk menanggapi. Ia sudah bermandikan keringat sebenarnya.

"Eid, cepetan napa sih?! Tante Ayas sama Tante Ayla keburu pulang terus masuk kamar nanti 'kan berabe. Gimana sih lo?!" sungut Cassandra dengan nada yang ditekan serendah mungkin, tapi harus dapat didengar oleh Zayid.

"Iya, iya. Cerewet!" cibir Zayid.

Dalam hati, Zayid meminta ampun. Sungguh ia tidak berniat untuk menyelinap masuk ke kamar Ayas, tapi tidak ada pilihan. Ia harus mencari sesuatu yang mungkin dapat mengingatkan Zayid pada gadis yang selalu menghantui benaknya sejak 3 tahun lalu. Di mana kiranya Zayid harus mencari sesuatu yang bahkan ia tidak ketahui apa dan di mana?

Zayid menyusuri kamar Ayas. Ia membuka beberapa laci, dilanjutkan dengan menggeledah lemari hingga mengecek beberapa kotak di kamar bernuansa biru laut itu. Setelah melakukan pencarian beberapa waktu, akhirnya Zayid menyerah. Bahkan, ia tidak menemukan apa pun yang tampak bisa mengingatkannya pada seseorang. Mungkinkah jika ini adalah kesalahan sejak awal?

"Eid, udah belom?" bisik Cassandra di ambang pintu, memperhatikan Zayid yang tengah kebingungan.

"Gue gak tahu harus nyari apa." Zayid akhirnya menyerah. Ia malah duduk di bibir ranjang lalu meraih bantal untuk dipangkunya.

"Ah! Tante Ayas! Tante Ayla!"

Zayid langsung tersentak ketika si psikolog gadungan langsung ngacir ke lantai bawah tanpa memberi aba-aba atau bisikan apa pun. Dengan tergesa-gesa, Zayid langsung merapikan kasur Ayas, tapi di situlah ia menemukan sesuatu yang ia pikir akan berguna, mungkin.

"Hai, Tante. Apa kabar?" Cassandra menyapa kedua wanita yang baru saja memasuki rumah ini. Cassandra tersenyum seperti biasa hingga deretan gigi gingsulnya terlihat semakin memaniskan parasnya.

"Hei, Cassie. Kabar Tante baik. Tante harap kabar kamu juga baik," balas Ayla dengan begitu ramah.

"Jadi, ini gadis yang Mami bicarain bakalan jadi istri Zayid?" celetuk seorang gadis yang berdiri tepat di sebelah Ayas.

Cassandra hanya tersenyum kaku sekaku hatinya yang membicarakan soal cinta. Ia hanya bisa bertanya, 'apaan sih?'.

"Mungkin." Ayas tersenyum menggoda ke arah Cassandra.

Cassandra mengulang pertanyaan pertamanya dalam hati. Selalu saja dihubung-hubungkan dengan Zayid.

Seluruh pasang mata langsung tertuju pada Zayid yang datang sambil berlari kecil.

Remember [Rampung] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang