Rahasia.

233 44 8
                                    

Karena aku, tidak pernah diinginkan.

_Cakrawala Arkananta_

•♡•

Happy Reading❤

















































"Makhluk yang kotor karena dosa seperti kamu, seharusnya segera pergi ke neraka!"

Punggung laki-laki itu menghantam dinding rumahnya dengan sangat keras ketika tubuhnya dilempar begitu saja. Dia mendekat, mencekik urat lehernya sampai Cakra tidak bisa bernafas. Jari-jari itu mencengkram kuat seolah hendak memutuskan semua urat-urat leher Cakra. Matanya melotot tajam, wajah yang menyeramkan ditambah dengan senyum smirk yang terukir sempurna.

Cakra kembali menjalankan siksaan dari papa kandungnya. Cakra berusaha semaksimal mungkin melepaskan jari-jari kotor itu dari lehernya. Sial, kenapa sangat sulit melepaskan itu. Cengkramannya sangat kuat, bahkan urat tangannya ikut menegang. Terlihat sekali menambah power untuk segera menghabisi Cakra.

"Kamu pembunuh. Kamu membunuh istri saya!" Dia melepaskan cengkramannya kencang sampai tengkuk belakang kepala Cakra terbentur lagi ke dinding.

Sakit? Sangat. Bukan Cakra namanya jika menangis meraung-raung. Dia membabi buta, menendang kaki Cakra membuat Cakra terlutut sebelah kaki. Cakra lemas, tubuhnya sakit tapi dia harus segera pergi dari rumah. Bisa-bisa dia mati konyol di siksa oleh papanya. Tapi percuma.

"Pa, mama meninggal apa salah Cakra yang gatau apa-apa?" Cakra mendongak, menatap penuh keseriusan yang berarti 'tolong mengertilah' pada sang papa.

Geram sungguh papanya geram. Dia menendang tubuh Cakra layaknya bola sepak sampai tubuh Cakra terpental jauh. Kuat sekali sepertinya jika Cakra terpental. Dia mendekati Cakra yang sedang berusaha mati-matian bangun. Dia pun meraih sebuah cambuk diatas meja yang sudah ada sejak Cakra lahir dan mulai mengulurkannya.

"Sini kamu!"

"Silahkan." Cakra pasrah ketika melihat cambuk ditangan papanya. Dia memeluk kedua kakinya erat seolah bersiap-siap mendapat hukuman selanjutnya.

Panggil saja papa Cakra itu Monster, eh bukan. Maksudnya panggil saja dia tuan Rigal. Laki-laki tempramental sejak dia kehilangan istri tercintanya saat melahirkan Cakra. Rigal benci Cakra, dia yang sudah membunuh Nawang. Nawang adalah ibu Cakra, pesan terakhir Nawang saat itu pada Rigel yakni harus mengurus anak mereka dengan baik. Titipkan salam darinya untuk Cakra ketika Cakra besar. Didik Cakra jadi anak baik yang bertanggung jawab penuh atas segala perbuatannya. Beri Cakra kasih sayang yang tiada habis. Dan terakhir, gantikan posisinya dalam mengurus Cakra kemudian Nawang meminta maaf seiring matanya yang perlahan menutup.

Tapi kenyataannya apa? Rigal tidak pernah melaksanakan apapun permintaan terakhir dari Nawang. Dia malah bertindak sebaliknya. Bahkan Cakra tidak tahu ibunya itu mengirimi dia salam.

Cambuk itu mulai dilayangkan Rigal dan akhirnya mengenai punggung Cakra. Suaranya menggema dipenjuru rumah, Cakra menggigit bibir bawah bagian dalam untuk menahan sakit yang menggila. Apalagi Rigal tidak melakukannya sekali, tapi berulang kali sampai dirinya lelah.

Kenapa Cakra tidak kabur? Karena sebelum Rigal lelah, dia akan mengejar Cakra kemanapun dirinya pergi. Nantinya akan merepotkan.

"Rasakan ini bajingan!" Dia kembali mencambuk Cakra sampai tenaganya habis dan merasa kelelahan.

**

Rumah Avior, tempat pelarian Cakra sekarang. Dia tengah duduk lunglai di sofa berwarna cream milik Avior sambil menunggu sang pemilik rumah membawakan obat merah untuknya.

Waktu ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang