Terbongkar.

202 43 5
                                    

Percayalah, kebahagiaan selalu menyertaimu. Hanya saja kamu yang kerap kali tidak menyadari keberadaannya.

_Waktu_

•♡•

Happy Reading❤



























Pulang sekolah, Cakra putuskan untuk segera kabur dan pulang ke rumah. Kenapa segera kabur? Karena dia takut Asmara akan ikut bersamanya lagi. Merepotkan sekali gadis itu.

Cakra sudah sampai di halaman rumah Rigal baru saja. Dia menelan saliva susah payah kemudian menghela nafas panjang. Baiklah, bagaimanapun juga ini masih rumahnya. Meskipun Rigal tidak menginginkan kehadiran dia. Cakra menghembuskan nafas perlahan, mulai melangkah memangkas jarak hingga sampai ke ambang pintu.

Nyalinya seolah menciut. Kakinya melemas ketika membayangkan bayangan Rigal yang selalu menyiksanya. Dia seperti punya traumatik tersendiri, yang sukses kerap kali menggerayangi batin serta fikirannya.

"Ternyata saya lupa membuang sampah!" kata Rigal.

Nafas Cakra tercekat, dia langsung menoleh dan memutar tubuh ketika tahu suara itu milik siapa. Rigal, dia mendekati Cakra dengan tatapan penuh dengan api kebencian menyorot langsung pada netra Cakra.

"Pa." Cakra hendak meraih tangan Rigal untuk menyalaminya. Namun, bukan senang Rigal malah menepis kasar tangan Cakra.

"Ga perlu basa-basi. Mau apa? Bosan hidup?"

"Cakra rindu rumah ini. Rindu papa juga."

Rigal tertawa miring. "Apa kamu bilang? Rindu? Kamu rindu rumah ini? Hei sadar, kamu merindukan rumah siapa!"

Cakra menatap sendu Rigal yang seolah bingung atas apa yang barusan Cakra katakan.

"Saya tanya, memangnya kamu siapa? Apa pentingnya kamu di rumah ini? Kamu adalah sampah. Kamu, hanya pembawa sial. Kamu pembunuh dan kamu itu bukanlah bagian dari rumah ini!" Tegas Rigal dengan penuh penekanan. Bahkan saat bicara demikianpun urat-urat lehernya menegang sampai terlihat sangat jelas.

"Pa, Cakra udah berusaha jadi anak yang baik. Cakra udah ikhlas di perlakuin gimana pun. Apa papa ga bisa liat perjuangan Cakra?"

"Mau kamu berusaha sampai mimisan sekalipun, sekali pembunuh, tetap pembunuh. Saya akan balaskan dendam mendiang istri saya. Tunggu saja!" Rigal sudah terlanjur terpancing emosi. Dia menendang perut Cakra sampai tubuh putranya terpental dan terbentur pilar.

Rigal berjalan mendekati Cakra, dia menginjak kaki Cakra bertubi-tubi dengan sekuat tenaganya. Cakra hanya diam, dia diam menahan sakit. Dia tetap tidak mau melawan. Rigal itu ayah kandungnya, dia tidak mungkin melawan. Dosa.

Setelah lelah, Rigal menarih kerah seragam Cakra dan melemparkan Cakra dengan entengnya ke halaman depan. "Angkat kaki dari rumah ini!"

Cakra merangkak mendekati Rigal, tapi Rigal malah menyiramnya dengan air bekas pelan yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Terkutuklah asisten rumah tangga Rigal. Kenapa dia menaruh air itu disana.

Basah, Cakra basah. Rigal melempar ember itu sampai mengenai kepala Cakra kemudian masuk ke dalam. Membanting pintu sangat kencang. Cakra tersenyum miris sambil mengusap air di wajahnya. Kemudian dia tertatih untuk pergi menjauh. Dia sudah betul-betul di usir.

**

Bisa kalian rasakan sakitnya berada di posisi Cakra? Di benci bukan berdasar kesalahannya oleh papa sendiri. Tumbuh besar dengan siksaan dan beribu luka yang membimbing.

Waktu ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang