Cukup melelahkan.

154 27 2
                                    

Tidak ada lagi kata untuk mewakili rasa.

_Cakrawala Arkananta_

•♡•

Happy Reading













































Hari ini semua pekerja di bengkel sedang di kumpulkan. Seorang bos dengan kemeja putih berkacak pinggang sambil menatap tajam para anak buah di hadapan. Mereka yang di tatap, seolah takut sampai menundukkan pandangan. Tidak berani membalas tatapan bos mereka.

Termasuk Cakra. Dia turut berdiri di kumpulkan bersama yang lain. Entah apa yang membuat mereka di bariskan seperti itu, masih belum jelas.

"Kemarin ada keluhan dari pelanggan. Tentang kerusakan mesin yang tidak di perbaiki dengan benar," kata bos bername-tag Andi.

Mereka semakin menunduk.

"Dua mobil Avanza putih dan tiga motor matic. Pemiliknya datang pada saya. Siapa montirnya?"

Ketiga orang mengangkat tangan. Dua di antaranya adalah senior dan satunya adalah Cakra. Bos Andi mengangguk. Menitah yang lain kembali kerja kecuali ketiga orang tadi. Setelah yang lain pergi. Bos Andi berjalan mengitari mereka sampai satu putaran. Berhenti di depan Cakra kemudian mengangkat dagu Cakra agar menatap lensa matanya.

"Kemana aja kamu seminggu ini?" tanya bos Andi.

"Saya sakit," jawab Cakra spontan. Di matanya tidak ada rasa takut sedikitpun.

"Sakit apa? Sakit hati?"

Cakra mendelik.

Bos Andi terkekeh lalu menepuk bahu Cakra. "Kenapa mata kamu? Benar ucapan saya?"

"Anda sok tau."

"Memangnya apa problem bocah seusia kamu selain cinta monyet?"

"Sudah merasakan di posisi saya, pak?"

"Tidak sudi. Merepotkan. To the point, kamu saya pecat."

Tidak masalah. Di pecat bukanlah hal yang menyakitkan sampai membuat jantung copot. Cakra mengangguk paham. "Baik. Terimakasih."

"Kamu boleh pergi. Saya tidak butuh pekerja yang tidak bisa bertanggung jawab seperti kamu. Dan lagi, tidak ada gajih terakhir!" Tegas Bos Andi.

"Terimakasih sekali lagi."

Cakra menghempas tangan bos Andi di bahunya cukup kasar. Pamit pada dua senior terbaiknya lalu pergi keluar dari bengkel. Dia sudah benar-benar kehilangan segalanya termasuk kerjaan. Bahkan tidak mendapat gajih terakhir. Etika orang dalam memahami juga menghargai orang itu sekarang sungguh langka.

Kedua belah pihak selalu merasa egois tidak mau kalah. Merasa diri mereka benar sampai lupa akan prosedur yang sudah tersepakati. Kurang memahami adalah kunci utama.
**

Malam harinya, lagi-lagi Cakra merindukan Asmara. Dia nekat pergi ke kosan Abila mencari gadis itu walau di tengah-tengah hujan lebat.

Bermodalkan motor, jaket kulit, helm hitam dan celana jeans hitam panjang Cakra keluar menghantam ribuan rintik air yang jatuh dari atas langit sana. Tidak perduli hawa dingin menusuk sampai ke tulang. Berharap semoga Asmara mau bertemu juga memberinya tempat singgah sebentar. Hanya untuk menuangkan rindu, setelah itu esok harinya Cakra akan datang lagi. Melakukan hal yang sama dengan tujuan yang sama pula.

Di dalam hati Cakra, semua berkecamuk menjadi satu. Jangan kalian fikir rasa sesal itu sudah lenyap. Bahkan sampai sekarang, rasa itu masih membayang-bayangi Cakra. Selalu datang di setiap kali dia sendirian. Menghantam hati sampai babak belur karena ulahnya.

Waktu ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang