Jungwoo - 1.9

133 31 1
                                    

Di sepanjang hidupnya, tidak pernah sekalipun dia merasa ketakutan seperti ini. Tatapan menusuk yang dia terima dari kedua pemuda berparas sama di hadapannya inu memang mungkin tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tatapan yang biasa para target operasinya dulu berikan. Tapi mungkin karena rasa bersalahnya jauh lebih besar daripada keberaniannya, Minwoo hanya bisa membisu sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia benar-benar tidak berkutik dengan mereka.

"Tujuh belas tahun yang lalu..." Dia membuka suaranya, masih dengan kepala yang tertunduk dalam. "Aku benar-benar minta maaf."

Jungwoo datang kemari bukan untuk meminta permintaan maaf. Yang dia butuhkan hanya cerita tentang apa yang sebenarnya terjadi. Tujuh belas tahun belakangan ini dia terus berpikir kalau kakaknya pergi meninggalkan dia begitu saja untuk kehidupan yang lebih baik sebelum akhirnya kakaknya mati secara mengenaskan di kecelakaan pesawat yang membawanya.

Setidaknya, itulah yang semua orang katakan padanya.

Merasakan tatapan yang semakin lama semakin menusuk, Minwoo sadar kalau permintaan maafnya tak lagi dibutuhkan. Dimata kedua laki-laki di hadapannya ini, permintaan maafnya tak lebih dari omong kosong yang tak perlu didengar. Jadi, masih dengan tata bicara yang luar biasa sopan seperti sedang berbicara dengan atasan, Minwoo kembali membuka mulutnya untuk memulai cerita.

Cerita panjang yang menjadi awal mula penyesalan tak berujungnya dimulai.

Cerita dimana dia yang menjadi salah satu dari petugas yang bertanggung jawab atas kecelakaan naas yang memakan banyak korban pada tujuh belas tahun yang lalu tiba-tiba diminta sesuatu oleh sang atasan tertinggi yang bahkan dia sendiri tidak pernah temui sebelumnya saking begitu jauhnya perbedaan jabatan antara keduanya.

Diantara dua keluarga yang dimana semua orang dewasa yang terlibat tak bisa diselamatkan nyawanya, ada tiga orang anak yang berhasil lolos dari jeratan maut saat itu. Dua orang anak berasal dari keluarga yang sama sementara yang satunya lagi dari keluarga yang berbeda. Dan secara kebetulan sekali, salah satu dari anak yang menjadi korban itu memiliki jenis kelamin serta usia yang sama dengan buah hati dari jenderalnya yang baru saja menghembuskan nafas terakhirnya pada beberapa bulan yang lalu.

Pada awalnya dia tidak mengerti kenapa kakak beradik itu harus dilarikan ke dua rumah sakit yang berbeda, karena walau bagaimanapun, bukankah akan lebih baik jika mereka diletakkan di tempat yang sama? Tapi tak lama kemudian dia mengerti apa yang sang atasan coba lakukan.

Salah satu dari mereka akan dibawa pergi. Demi kepentingan sepihak sang atasan untuk menghilangkan rasa sedih berkelanjutan yang dialami sang istri, dia rela memisahkan kedua anak itu dari satu sama lain.

"Dia sudah kehilangan kedua orang tuanya di kecelakaan yang sama, jadi membuat dia kehilangan satu orang lain tidak ada bedanya, kan?"

Minwoo bahkan tidak bisa menlenyapkan ingatan itu dari pikirannya walau sekeras apapun dia mencoba. Kata-kata kejam tanpa belas kasih yang menjadi perintah untuknya itu tak akan pernah hilang sampai dia mati.

Dan dia, setengahnya karena tekanan dari atasan, dan setengahnya lagi karena tergoda oleh iming-iming yang dijanjikan, memutuskan untuk tutup mata dan melakukan semua yang diperintahkan walaupun dia tahu benar kalau apa yang dia lakukan akan membawa penderitaan bagi dirinya sendiri dikedepannya.

'Mereka akan bahagia dengan cara mereka sendiri. Satunya karena mendapatkan keluarga baru, dan satunya lagi karena mendapatkan harta melimpah yang tak akan habis sampai beberapa keturunan.' Adalah sesuatu yang terus dia percayai dulu. Tapi setelah melihat keadaan kedua anak lelaki yang kini sudah berubah menjadi lelaki dewasa, tidak diperlukan seorang jenius untuk mengetahui kalau mereka sedang tidak baik-baik saja.

[2] ChoixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang