Jungwoo mengerang kecil saat merasakan pedih di sekujur tubuhnya. Bahkan untuk sekedar menggerakkan tangannya pun terasa sulit saat ini. Netranya berkedip selama beberapa kali sambil berusaha untuk menyesuaikan cahaya lampu yang terasa menusuk.
Tahu kalau dia tidak punya tenaga untuk bangkit dari posisi tidurnya, Jungwoo memilih untuk tidak memaksakan tubuhnya, karena walau bagaimanapun dia yang paling tahu tentang kondisi tubuhnya sendiri. Memaksakan hanya akan menyiksa dirinya sendiri. Jadi dia lebih memilih untuk mengedarkan pandangannya dan mencari tahu dimana dia sedang berada sekarang.
Dia merundukkan pandangannya lalu mendapati tubuhnya tengah dibalut pakaian khas rumah sakit. Selang infus pun terlihat mengikuti arah lengannya terletak. Langit-langit putih, suara bising dari luar, serta bau obat-obatan yang kuat ini... Tidak salah lagi, dia pasti sedang berada di kamar rawat.
Tapi... Apa yang dia lakukan disini?
Tepat setelah dia berusaha untuk mengali kembali ingatannya tentang apa yang terjadi sebelumnya, kilasan-kilasan ingatan itu dengan cepat kembali memenuhi isi pikirannya, membuat dia tanpa sadar mengerang kesakitan. Dia kemudian kembali memejamkan kedua matanya paksa sembari menarik ujung-ujung rambutnya dengan harapan hal tersebut bisa mengurangi rasa frustasinya.
Suara langkah kaki dari beberapa orang terdengar semakin mendekat, lalu kemudian diikuti dengan suara pintu yang terbuka dengan kasar. "Jungwoo! Jungwoo! Kamu kenapa?" Kata sebuah suara maskulin yang asing di indera pendengarannya. Sementara beberapa orang lain yang ikut masuk masuk bersamanya memilih untuk mengelilingi tempat tidurnya untuk membantunya agar tenang.
Setelah beberapa saat, dengan bantuan jarum suntik, Jungwoo akhirnya tenang. Lelaki itu kembali membuka matanya dan menemukan seseorang yang tadi memanggil namanya tengah melambaikan tangannya dihadapannya, mungkin untuk memastikan tentang kesadaran Jungwoo. Jungwoo tidak kenal dia, tapi dari seragam yang melekat di tubuh lelaki dewasa itu, dia langsung mengerti alasannya berada di ruangan. Dia adalah seorang polisi.
"....Kau-" Jungwoo menjeda kalimatnya, tidak tahu harus memanggil sosok dihadapannya itu apa. Sementara itu, lelaki dewasa yang sebelumnya terlihat khawatir itu menghela nafas setelah berhasil memastikan kalau Jungwoo kini sudah sadar dengan sempurna.
"Saya Lee, petugas dari kantor kepolisian terdekat. Kamu bisa memanggilku dengan apapun yang membuatmu merasa nyaman."
"....Petugas Lee kalau begitu." Putus Jungwoo. Mereka baru pertama kali bertemu dan Jungwoo juga tidak punya niat untuk dekat dengannya, jadi panggilan formal seperti itulah yang paling cocok untuk digunakan. "Mana orangtuaku? Kakakku?" Tanyanya kemudian. Ingatan terakhir yang ada di otaknya sebelum dia jatuh pingsan adalah kecelakaan yang dialami oleh mobil yang ditumpangi oleh keluarganya, jadi dia tidak tahu apa yang terjadi dengan kedua orang tua maupun kakaknya.
Petugas Lee tersenyum kecut saat mendengar panggilan formal yang diberikan padanya, mungkin dia merasa tak enak hati setelah menyadari kalau Jungwoo memasang tembok yang tinggi diantara keduanya. Jungwoo menyadarinya, tapi dia berpura-pura tidak tahu.
"Soal orang tuamu.." Petugas Lee berdehem. "...Maaf."
Jungwoo memejamkan kedua matanya sambil berusaha untuk menekan rasa sakit didadanya serta keinginan untuk menangis kuat-kuat. Dia sudah menduga semuanya akan jadi seperti ini, tapi membayangkan dengan mendengar secara langsung adalah hal yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Choix
Fanfiction[Heartbreaker sequel based on Kun's AE] Remember, You always have a choice. Start: 03/04/19 Ended: ©️Jeffhyun97 -2019-