01. Arwah teman

4.9K 331 15
                                    

[Axeryda]

Saat ini aku sedang duduk di halte. Sudah entah berapa kali bus berhenti di sini, tetapi aku memang tidak berniat untuk menaikinya.

Aku benar-benar tidak akan pulang, lagi pula apa yang menyambutku di sana? Bahkan, Papa saja sudah mengeluarkan dekret untuk mengusirku.

"Hahh! rasanya ingin pergi ke dunia lain saja" hidup di dunia ini, aku seolah-olah tidak memiliki siapa pun.

"Mau ke mana kamu?" tanyaku kepada sesosok yang melintas tepat di hadapanku.

Sosok itu berhenti, berbalik ke arahku, aku menaikkan alis, tentu saja menantikan jawaban dari pertanyaan yang aku lemparkan tadi.

"Lu bisa liat gua?" tanya arwah laki-laki itu.

"Ya. Jadi, jawab pertanyaanku tadi" aku mengangguk, ah, memangnya tidak ada pilihan reaksi lain untuk menanggapi sapaan ku, setiap pertama kali bertanya, pasti kalimat itu yang keluar.

"Gua...nggak tau mau ke mana" dia akhirnya menjawab, matanya penuh kekosongan.

Semesta tidak menerimanya, apa yang dilakukan pria ini?, aku sedikit penasaran, bukan sedikit sebenarnya, tetapi sangat penasaran.

"Meninggal karena apa?" entah sudah arwah ke berapa yang aku lempari pernyataan seperti itu, tidak terhingga sedari aku kecil, tapi hei, malamku tidak akan tenang jika aku tidak tahu apa yang aku ingin tahu.

"Gua mati bunuh diri"

Baiklah, kalau ini aku sering menemukannya, bunuh diri adalah hal yang salah, pantas saja kalau arwah pria ini masih gentayangan tanpa tujuan.

"Eumm, maaf kalau boleh tahu, kenapa bunuh diri?" aku tentu saja bertanya, menanyakan seperti ini pada arwah-arwah juga menambah pengalaman hidup, itu yang aku terapkan, aku bisa mengambil pelajaran berharga dari ini.

Wajahnya berubah suram, dengar apa yang akan keluar dari mulutnya.

"Gua gak tahan sama dunia bangsat ini"

Manusia yang sudah menyerah pada keadaan rupanya, baiklah, aku tidak tahu kesengsaraan apa yang telah ia rasakan, tetapi pasti sangat berat.

"Sudah terlambat, jangan disesalkan, tidak ada gunanya"

Aku menatap bus yang baru saja sampai di hadapanku, aku menengok kanan kiri, ternyata hanya aku yang tersisa di sini, lagi pula jika ada orang di sini, pasti semuanya mengira aku orang gila karena berbicara sendiri. Dari pada di sini sampai malam, aku memutuskan untuk naik ke dalam bus.

Setelah sepulang sekolah, aku memang sudah kembali ke rumah, namun pergi lagi dengan dua tas ransel di sisi depan dan belakang, juga satu tote-bag yang aku tenteng di tangan kanan.

Mencari bangku yang kosong, akhirnya aku memilih untuk duduk di pinggir jendela, percayalah, di mana pun tempatnya, posisi paling nyaman adalah di samping jendela atau tembok. Menurutku saja.

Sebentar, aku lepas tas ranselku yang terasa berat, dunia tidak adil.

Sepanjang perjalanan, hanya ada lima orang termasuk sopir di bus ini. Di pemberhentian berikutnya, aku memutuskan untuk turun.

"Hei!" aku memanggil tiga orang yang duduk dengan kepala menunduk di bangku bus paling belakang.

Mereka tidak menoleh, sombong sekali, mereka duduk berjajar tetapi malah diam-diam saja?.

Aku berdiri, sepertinya mereka bukan lagi manusia, aura keputusasaan terpancar dari aura mereka.

"Kalian bertiga meninggal karena apa?" tanyaku langsung.

Mereka bertiga menoleh bersamaan, sedikit seram, pucat tentu saja.

Tunggu, sepertinya aku mengenal mereka?.

"Imara? Sisie? Safia?" aku terkejut, serius.

Mereka bertiga teman satu sekolahku!. Walaupun tidak akrab, setidaknya aku mengetahui nama mereka.

"Lo mati juga?" tanya Imara lirih, aku segera menggeleng.

"Oh? Selama ini lo indigo" Sisie mengangguk.

"Benar-benar tidak adil dunia ini" Safia menghela napas, dia berdiri diikuti Imara dan Sisie.

"Kalian kenapa?" tanyaku, aku mengikutinya, sampai-sampai ikut turun dari bus karena aku penasaran dengan cerita mereka bertiga.

"Kalian sedang dicari-cari oleh semua orang!" aku memberi tahu, mengejar mereka yang terlalu cepat berjalan.

"Omong kosong, lo pasti mau gosipin kita kan?" tuduh Imara.

Astaga, aku bukan tukang gosip.

"Tentu saja tidak" sangkalku.

Setelah beberapa saat mengikuti, aku menatap sekeliling, ini di daerah ruko-ruko kosong yang sudah lama ditinggalkan.

Mataku kembali kepada tiga arwah tadi, dan aku melihat sesuatu yang bahkan aku tidak percaya hal itu ada di dunia ini.

Aku sangat terkejut melihat sesuatu aneh seperti portal. Dengan percikan listrik tipis pinggirannya. Begitu menakjubkan, itu terlihat sangat keren.

"Eh!" aku semakin terkejut ketika Imara, Sisie, dan Safia satu persatu masuk ke dalamnya dan hilang.

Oke, aku ingin menahan tubuhku untuk tidak ikut masuk ke sana, namun, astaga, itu sangat keren! Aku sangat penasaran!.

Tolong tahan aku!.

Baik, aku tidak bisa tetap diam, apalagi portal itu semakin lama semakin mengecil. Dengan sigap, aku menubrukkan tubuhku ke portal itu, rasanya tubuhku tersedot ke dalam.

Mataku kian menggelap, ah aku baru menyadari kenapa aku bodoh sekali, sejak kapan aku orang yang suka bertindak sebelum berpikir, mereka arwah sedangkan aku manusia, astaga.

Tolong, jangan ada yang memakiku karena terlalu bodoh juga, cukup aku saja, aku bukan orang yang akan merekam suatu kejadian luar biasa, tetapi aku adalah orang yang akan menyelesaikan apa yang aku ingin ketahui.

Selamat tinggal dunia.

›‹

AxerydaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang