26. Darren

1K 169 2
                                    

[Axeryda]

Aku mendengus lagi, tujuannya aku ke pantai adalah supaya bisa bersantai, bersenang-senang.

Tetapi, dengan adanya Edzylar di sampingku, aku menjadi tegang. Benar-benar sangat sulit bahkan sekedar untuk menarik sudut bibir untuk tersenyum.

Aku menoleh ke arah di mana Sila, Steve, dan supir di sana. Mereka diam, tidak saling berbicara.

"Yah, akhirnya" aku sedikit tersenyum ketika senja muncul, semburat jingganya sangat cantik.

Sedari tadi, aku menekuk lutut, menaruh dagu di sana, ah, jika aku bersama pacarku, pasti akan lebih menyenangkan menyandarkan kepala di bahunya. Baik, memang derajat tunangan lebih tinggi dari pada pacar, tetapi, keadaannya berbeda. Dia bukan tunanganku, dia tunangan putri kediaman Clodera.

Aku sedikit tersentak ketika tangan Edzylar menyentuh rambutku.

"Ada pasir" ujarnya.

"Ah ya" hanya itu yang bisa aku katakan.

"Kamu masih menyukai pangeran pertama?" mendengar pertanyaan itu, aku berdecak.

"Aku tidak pernah menyukai pangeran pertama" balasku jujur.

"Bohong"

Aku memutar bola mataku malas, aku tidak heran dia menuduhku berbohong karena dengan perilaku putri kediaman Clodera dulu, itu mustahil jika dia tidak menyukai pangeran pertama.

Aku menatap mata Edzylar tajam.

"Apakah wajahku seperti sedang berbohong?" tanyaku ketus, aku tidak berbohong, yang menyukai pangeran pertama bukan aku tetapi putri kediaman Clodera.

"Bisa jadi terlalu mahir berbohong" nadanya tidak peduli.

Aku memukul lengannya kesal, namun, dia tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan, itu membuatku semakin sebal.

"Aku memang pernah berbohong, tetapi, bukan tentang itu" tanganku menyentuh pasir.

"Beri tahu saya"

"Aku pernah memiliki kekasih, tetapi itu sembunyi-sembunyi dari ayahku" aku terkekeh.

Ya, aku pernah berpacaran satu kali, dan saat ketahuan oleh Papa, itu seperti akhir kehidupanku.

"Dengan pangeran pertama?"

Pangeran pertama saja terus, seperti tidak ada manusia lain saja.

"Bukan" kataku.

"Lalu?"

"Dia sainganku" aku tersenyum masam.

Darren, ya, sainganku dari SMP, namun, kita berpacaran ketika kelas sebelas. Hei, aku tidak tahu kenapa bisa aku menyukai orang yang bisa dianggap musuh itu.

"Dia sangat baik, jika ayahku tidak melarang, tidak menutup kemungkinan kita masih bersama hingga saat ini" pandanganku menerawang.

Darren memang sangat baik, dia ramah, pengertian, humoris, sedikit nakal, tetapi dia sangat pintar, terkadang, aku bahkan merasa minder menjadi pacarnya, dia terlalu sempurna, temannya sangat banyak, anak hitz, berbeda denganku yang hanya mempunyai beberapa teman.

Jangan lupakan bahwa dia yang memberikan album-album, lightstick, dan segala pernak-pernik tentang idolaku sebagai hadiah. Dia kaya. Tentu aku tidak memanfaatkannya karena Darren berinisiatif sendiri. Aku sudah berulang kali menolaknya, namun dia juga berulang kali memaksaku untuk menerimanya.

"Dimana dia sekarang?" Edzylar masih bertanya.

Aku menahan napas, "Bahkan aku tidak tahu kita masih dibawah langit yang sama atau tidak".

Dari pada merindukan Papaku, apalagi adikku yang seperti iblis itu, aku lebih merindukan Darren, sungguh. Jangan tanyakan tentang ibuku karena aku tidak tahu dimana dia berada beberapa tahun terakhir.

"Apa nama keluarganya?"

Aku memutar bola mataku malas.

"Diwirya" aku mengucapkan nama marga keluarga Darren.

Melihat alisnya mengernyit, aku tersenyum sinis, tentu saja kamu tidak akan mengenalinya.

Mendengar suara ibu-ibu yang menyuruh anaknya untuk pulang karena sudah sore, aku menoleh, lalu terkekeh, tentu saja kalian tahu nada bicara ibu-ibu ketika mengomeli anaknya seperti apa, ternyata tipe ibu-ibu dimana saja tetap sama, padahal sudah berbeda dunia.

"Ingin menjadi seperti itu?"

Aku otomatis terdiam kaku selama beberapa saat ketika mendengar pertanyaan Edzylar, ku tolehkan kepalaku padanya, dan menaikan alis.

"Aku tidak" aku menggeleng mantap.

"Lalu?"

"Aku ingin anak-anakku memiliki orang tua yang tidak menunjukkan masalah pernikahan mereka di depan anak, orang tua yang mengerti bahwa anak juga memiliki batas kemampuan, orang tua yang tidak mengengkang anak secara keterlaluan, orang tua yang tidak menuntut mereka dengan berlebihan, orang tua yang sayang terhadap anak mereka tetapi menjadi tegas ketika anaknya salah" pandanganku jauh ke depan, tanpa sadar, aku meremas gaunku.

Pada intinya, aku sangat berharap anakku tidak merasakan apa yang telah aku rasakan, itu yang pasti.

"Begitu" dia mengangguk paham.

KENAPA MALAH JADI MEMBICARAKAN ANAK?!.

"Tidak, sejujurnya aku tidak pernah memikirkan mempunyai keluarga sendiri suatu hari" aku menarik apa yang telah aku katakan tadi.

"Sepertinya yang pertama lebih jujur"

Aku tidak menyahuti balasan yang ini.

"Sudah hampir gelap, kurasa aku terlalu terbuka denganmu"

Dia bukan siapa-siapa, benar.

Aku berdiri, tubuhku sudah terasa menggigil.

"Tidak usah mengikuti ku" ujarku langsung, meninggalkan Edzylar yang berdiri di sana.

"Ayo kita pulang" aku mengajak Sila, Steve, dan supir untuk kembali dari pantai.

›‹

Axeryda-Edzylar atau Axeryda-Darren nih, hahaha.

Oh iya, maaf banget kemarin gak update. Saya sakit perut.

Dan, satu lagi, saya lupa Februari cuma sampai tanggal 28, jadi, saya akan kebut tugas, ini hari terakhir. Karena dari tanggal 1 sampai satu Minggu ke depan ada penilaian akhir tahun untuk kelas akhir.

Jadi, maaf kalau updatenya tidak menentu, tapi akan saya usahakan.

Dadah!

AxerydaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang