56. Perpisahan

432 46 6
                                    

[Lajeea]

Jet pribadi yang ditunggangi oleh Ardhan dan Wirya tiba di pulau Nidrilas, pasangan orang tua dan anak itu turun dengan hati yang sudah mereka kuatkan, sekuat mungkin.

Namun, ketika melihat bangunan-bangunan modern yang awalnya berdiri gagah kini telah rata dengan tanah, mentalitas mereka hancur, tidak bisa menahan goncangan yang begitu dahsyat.

"Darren..." gumam Ardhan dengan suara bergetar.

Pengawal dengan sigap menahan kedua pria itu supaya tidak jatuh ke tanah karena syok.

"Apakah ditemukan sesuatu?" sekertaris pribadi Ardhan bertanya kepada orang-orang yang sudah ia berangkatkan terlebih dahulu ke pulau Nidrilas.

"Kami dan kepolisian tidak menemukan para peneliti baik dalam keadaan hidup atau mati, mereka menghilang tanpa meninggalkan jejak, kami masih menyelidiki lebih lanjut" jawab ketuanya.

"Baik, lanjutkan" sekertaris menoleh terlebih dahulu kepada dua tuan besar, namun melihat mereka tidak mengatakan apa-apa, dia menyuruh para penyidik itu pergi.

"Ardhan, Wirya" suara perempuan memanggil dari belakang.

Kedua pria itu menoleh, melihat siapa orang itu, Ardhan dan Wirya gelisah. Wanita ini, terakhir kali melihatnya sudah lebih dari dua puluh lima tahun lalu, namun, tidak ada perubahan sama sekali.

"Kelam" Ardhan melontarkan sebuah nama sembari mendekati wanita tersebut dengan tergesa-gesa.

Sedangkan Wirya, karena terlalu gugup, dia lalai pada tongkat yang menjadi penopang tubuhnya, pria tua itu limbung, untungnya dengan cekatan sang asisten mendukung dari samping.

"Lama tidak bertemu" Kelam tersenyum kepada kedua orang tersebut.

"Kelam, bukankah ini terlalu cepat?" Ardhan memegang kedua lengan Kelam.

Alih-alih menjawab, Kelam justru melirik asisten yang berada di sebelah Wirya.

Menyadari bahwa ini sebuah rahasia, asisten itu berjalan menjauh.

Kelam menjentikkan jemarinya supaya pembicaraan mereka lebih aman, di tempat-tempat seperti ini, bukan lagi 'tembok punya telinga', tetapi 'udara punya telinga' lebih cocok disematkan.

"Kelam, jangan main-main denganku, dimana Darren berada?" Wirya berkata dengan keras.

Wanita dengan lipstik merah maroon itu tertawa kecil.

"Jangan membuat ku berpikir bahwa kalian telah melupakan kesepakatannya" ujarnya.

"Tetapi ini terlalu tiba-tiba" sangkal Ardhan.

"Tiba-tiba?" Kelam mengangkat alisnya.

"Seharusnya sedari dia sudah memutuskan untuk mati-matian memperjuangkan pertemuannya dengan Axeryda kembali, kalian sudah menyadarinya bukan bahwa dia sebentar lagi akan pergi?" lanjut wanita itu.

Melihat keduanya diam, Kelam melanjutkan "Kesepakatan kita sudah sejelas-jelasnya diawal. Aku yakin kalian tidak lupa, bahkan jika kalian lupa, aku bisa menayangkan adegan puluhan tahun lalu saat kita membuat perjanjian itu".

"...tanpa perpisahan terlebih dahulu?" Ardhan menatap Kelam dengan ragu sekaligus penuh harapan.

Kelam menghela napas, "Baiklah, kalian bisa mengikutiku".

"Bagaimana dengan mereka?" dengan ragu, Ardhan melihat sekelilingnya, dimana banyak orang berkeliaran sedang mencari jejak para peneliti yang hilang.

"Kamu ingin mereka ikut juga?" Kelam menaikan alisnya.

"Bukan itu maksudku, jika aku dan ayah menghilang secara tiba-tiba..."

AxerydaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang