Poison Love (2)

15.9K 412 8
                                    

Pertengkaran hebat antara dua insan itu tidak dapat terhindarkan lagi. Keduanya sama-sama mempertahankan kehendaknya. Sama-sama keras kepala. Sama-sama egois.

"Nggak, Ram. Gue nggak bakal ngelahirin anak ini. Lo tau sendiri gue nggak pengen punya anak dari dulu." Kata Giselle frustasi, nyaris berteriak. Kedua tangannya refleks menyentuh masing-masing pelipisnya. Kepalanya yang semula sakit kini bertambah berkali-kali lipat rasa sakitnya. Seakan hal itu tidak cukup membuatnya menderita, kini Giselle merasa ingin mengeluarkan isi makan siangnya. Berada di dekat Rama pasti membuatnya ingin memuntahkan isi perutnya.

Tiba-tiba saja Rama berlutut di hadapan Giselle. Kedua tangannya segera meraih tangan Giselle yang berada di pelipisnya, menyatukannya, lalu menggenggamnya dengan erat. Tak ada penolakan yang ditunjukkan gadis itu.

"Please, Gis, i'm begging you. Gue butuh anak itu." Kata Rama dengan nada memelas dan raut wajah yang menyedihkan yang dapat membuat siapa saja yang melihat adegan itu mengira bahwa Giselle adalah penjahatnya. He's such a drama king! Giselle tahu benar akan hal itu.

Giselle tersenyum kecut. Bisa-bisanya pria yang sedang berlutut di hadapannya itu meloloskan kalimat itu dengan begitu mudahnya setelah apa yang ia lakukan padanya.

Setelah menatap mata Rama selama beberapa detik, suatu ide cemerlang terlintas di kepala gadis cantik nan anggun itu. "Oke kalo lo bener-bener pengen anak ini. Gue ada dua syarat buat lo."

"Apa, apa?" Tanya Rama antusias. Matanya membesar seketika bak mata seekor anak anjing. Namun hal itu tetap tidak dapat membuat Giselle merasa gemas padanya. Satu kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya pada Rama adalah jijik.

Giselle menampilkan senyum miring di wajah cantiknya tetapi hatinya terasa tercabik-cabik karena syarat yang akan diungkapkannya pasti tidak akan sanggup dipenuhi oleh pria itu. Jika demikian, maka artinya sababatnya itu benar-benar tidak akan pernah dimilikinya seumur hidupnya.

"Lo harus nikahin gue dan nggak boleh ada kata cerai."

***

Suara alunan musik instrumental mengalun merdu memenuhi ruangan tempat Rama berada. Pria itu terlihat sedang duduk di depan sebuah meja bar sambil menyesap champagne yang ada di tangannya.

Tidak ada orang lain di bar itu. Hanya Rama. Pria itu rupanya telah mereservasi seluruh bar itu hanya untuk dirinya.

Setelah beberapa saat tenggelam dalam pikirannya, Rama tersenyum. Bukan senyum bahagia tapi lebih kepada senyum kecut. Kali ini ia kalah telak. Mau tidak mau ia harus menyetujui syarat dari Giselle. Pepatah "Senjata makan tuan" cocok disandangnya saat ini. Niat hati ingin memanfaatkan Giselle untuk melahirkan anaknya tapi takdir berkata lain. Gadis itu ternyata benar-benar licik dan berhati iblis. Bagaimana bisa dengan entengnya ia mengatakan akan menggugurkan darah dagingnya sendiri?

Rama benar-benar tidak habis pikir dibuatnya. Ia tahu ia telah berdosa kepada Giselle karena memanfaatkannya tapi ternyata gadis itu juga memanfaatkannya. Rama tahu dengan menikah dengannya, Giselle akan terlepas dari cengkraman ibu tirinya dan ayah kandungnya yang sangat tergila-gila pada ibu tirinya itu.

Seharusnya Rama tidak boleh merasa marah seperti sekarang. Baik Rama maupun Giselle sama-sama diuntungkan jika Rama menyetuji persyaratan dari Giselle. Namun kenapa tetap saja rasanya Rama tidak ikhlas? Kenapa ia merasa sangat marah? Menikah dengan Giselle seharusnya tidak menjadi masalah baginya, bukan? Toh mereka bisa bersikap seperti saat ini tanpa melibatkan yang namanya cinta.

Lagi-lagi Rama tersenyum kecut memikirkan kata itu. Sudah sejak lama ia mengetahui perasaannya untuk Giselle tapi rasa benci dan takutnya akan sebuah pernikahan benar-benar membuatnya tidak ingin menjalani ikatan suci itu. Rama merasa jika ia menikah dengan Giselle, ia akan semakin mencintai gadis itu. Lalu jika gadis itu pergi meninggalkannya, ia takut ia akan bernasib sama seperti ayahnya, atau malah lebih buruk.

One Shot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang