Stuck With You (1)

11.6K 301 4
                                    

Clarissa tersenyum mendengar putusan sidang dari hakim. Setelah menjalani beberapa sidang panjang akhirnya kini ia berstatus sebagai seorang janda. Hak asuh William yang masih di bawah umur otomatis jatuh ke tangannya.

Di samping kirinya ia melihat Victor, mantan suaminya, tertunduk lesu. Mungkin mantan suaminya itu kecewa dengan putusan hak asuh anak mereka yang jatuh ke tangannya. Clarissa tahu walaupun Victor dengan sukarela memberikan hak asuhnya kepadanya dan berjanji tidak akan merebut William darinya tetapi mendengar putusan hakim pasti terasa sangat sulit untuknya.

Tak mau berlama-lama memikirkan Victor, Clarissa berjalan menuju ke arah pria itu untuk memberikan jabat tangan. Victor yang menyadari ada seseorang di dekatnya berusaha mendongakkan kepalanya. Pria itu kemudian berdiri dan menerima uluran tangan dari Clarissa, mantan istrinya.

"Pintu rumahku selalu terbuka buat kamu. Jadi kapan pun kamu kangen William kamu bisa langsung datang ke rumah." Ujar Clarissa diakhiri dengan senyuman lebarnya. Senyum yang selalu Victor sukai itu kini berubah menjadi senyuman yang paling tidak ingin dia lihat saat ini.

Victor tersenyum kecut. "Thanks," ujarnya singkat pada mantan istrinya yang dibalas dengan senyuman lebarnya sebelum wanita itu melangkah keluar dari ruangan itu bersama dengan pengacaranya. Di belakangnya Victor terus melihat Clarissa sampai wanita itu menghilang dari pandangannya.

Dengan lesu Victor pun melangkah menuju pintu ruang sidang itu setelah disadarkan oleh pengacaranya. Baik orang tua Victor maupun orang tua Clarissa tidak ada yang menghadiri sidang hari ini karena mereka semua menentang perceraian anak mereka.

***

Keesokan harinya Clarissa dikejutkan dengan kedatangan Victor. Pria itu pagi-pagi sekali datang ke rumahnya dan menawarkan diri untuk memandikan anak mereka. Detik itu juga Clarissa memberikan izinnya karena sudah lama sekali sejak terakhir kali pria itu memandikan William. Seandainya saja pria itu bersikap seperti itu sebelum mereka bercerai pasti perceraian mereka tidak akan terjadi.

Clarissa menghela nafas panjang. Ia kemudian berjalan ke kamar William dan mulai menyiapkan apa saja yang perlu dibawa William ke dalam tasnya sebelum wanita itu menuju membawa tas sekolah anaknya ke ruang makan.

Tidak lama kemudian William terlihat keluar dari dalam kamar mandi. Kaki kecilnya berlari menghampiri Clarissa lalu merangkul tubuh Mama-nya yang menunggu di meja makan. "Ma, Papa boleh nggak tinggal bareng kita?"

Sesaat Clarissa dibuat terkejut dengan pertanyaan yang keluar dari bibir mungil William. Pandangannya lalu beralih ke Victor yang berada di belakang William, meminta penjelasan dari pria itu. "Sumpah, aku nggak bilang apa-apa ke William, Sa." Tanpa Clarissa bertanya Victor sudah terlebih dahulu memberikan jawaban sekaligus pembelaannya.

Setelah menarik satu nafas panjang, Clarissa kembali menatap mata William. Kedua tangannya kemudian merengkuh tubuh mungil William dan meletakkan anaknya itu dipangkuannya. Diawali dengan senyuman ia berkata pada anak semata wayangnya itu, "Maaf Will, tapi Papa nggak bisa tinggal sama kita. Mama dulu kan juga sudah pernah bilang sama Willi. Kalau Willi mau nginap sebentar di rumah Papa, Mama izinin kok."

Dengan sedikit penjelasan darinya, Clarissa berharap William akan mengerti situasi orang tua-nya mengingat William memiliki kecerdasan yang diatas rata-rata anak seusianya. Dan benar saja William segera mengangguk sambil tersenyum gembira. "Kalau gitu nanti malam Willi mau nginap di rumah Papa ya Ma?" Tanya William dengan polosnya.

Puppy eyes yang ditunjukkan William mau tak mau membuat Clarissa menyetujui permintaan anak itu. Kalau William sudah menunjukkan puppy eyes-nya, maka wanita itu tidak dapat berbuat apa-apa lagi karena mata itu adalah kelemahan terbesarnya.

One Shot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang