Poison Love (3)

5.1K 232 42
                                    

Berkat bantuan koneksi orang tua Giselle dan Rama yang bukan main-main, mereka dapat mengurus semua dokumen pernikahan yang diperlukan dalam waktu singkat. Tak sampai satu bulan kemudian mereka dapat melangsungkan pernikahan yang digadang-gadang menjadi salah satu pernikahan terbesar tahun itu. Karenanya tidak sedikit wartawan yang datang untuk meliput pernikahan penerus salah satu perusahaan terbesar di Indonesia itu.

Senyum bahagia terpancar jelas sekali dari raut wajah Giselle, berbanding terbalik dengan Rama yang menampakkan senyum terpaksanya. Jika bukan karena ayahnya yang menginginkan seorang cucu, ia tidak akan pernah menikahi siapapun, termasuk Giselle yang dicintainya lebih dari apapun.

Jika tahu Giselle menginginkan sebuah pernikahan, Rama juga tidak akan memilih perempuan itu menjadi ibu dari calon anaknya. Sebersit rasa sesal memenuhi rongga dadanya. Seharusnya dari awal Rama menargetkan orang lain, bukannya Giselle. Namun sialnya yang ada di otaknya kala itu hanya Giselle, sahabat wanita satu-satunya.

"Selamat ya."

Ucapan selamat dari orang-orang yang bahkan tidak dikenalnya lama-kelamaan membuat Rama jengah. Tubuhnya mulai merasa letih. Hampir seharian ia berdiri sementara makanan yang masuk ke dalam tubuhnya hanya sedikit karena padatnya acara hari itu. Hari yang semestinya istimewa bagi sebagian orang menjadi hari terburuk bagi orang seperti Rama.

"Terima kasih."

Berbeda darinya, Giselle malah tidak menunjukkan rasa lelah sedikitpun padahal wanita itu bangun lebih pagi darinya. Gaun pengantin yang dikenakannya pun pasti berat terlihat dari bentuknya yang mengembang. Rama sampai terheran-heran dengan Giselle yang kini berstatus sebaga istrinya itu. Sejujurnya ia sedikit malu mengingat Giselle tengah mengandung tetapi lebih berstamina daripada dirinya.

Menghela napas kasar, Rama ingin semuanya segera berakhir. Ia menampilkan senyum tipis terkesan terpaksa pada para tamu undangan yang terus menyalaminya. Hingga akhirnya tibalah mereka di penghujung acara.

Mendadak Rama menarik sudut bibirnya tinggi-tinggi. Giselle menoleh kemudian mendapati suaminya tersenyum lebar menatap para tamu undangan pernikahan mereka. Senyum tersebut menularinya menghantarkan kepergian tamu yang mulai meninggalkan hotel bintang lima itu.

Hari ini adalah pertemuan pertama mereka setelah seminggu lamanya ia dipingit. Rasanya Giselle ingin sekali memeluk pria yang baru saja menjadi suaminya lalu menenggelamkan wajahnya diatas dada bidangnya. Giselle jadi tak sabar segera pulang ke rumah barunya.

Mulai malam ini Giselle resmi tinggal bersama dengan suami dan mertuanya. Rama membantu melepaskan gaun pengantin seberat beberapa kilo gram dari tubuh ramping istrinya. Mereka diantar dengan selamat menggunakan mobil pengantin.

"Thank you." Gumam sang istri lembut.

Kamar yang mereka tempati sekarang adalah milik Rama sejak sekolah menengah. Ukurannya lebih luas dibandingkan dengan milik Giselle. Warna hitam dan putih mendominasi ruangan itu, khas laki-laki pada umumnya. Aroma kayu-kayuan menambah kesan maskulin kamar itu.

Rama terdiam, tidak bersusah-susah menjawab ucapan terima kasih dari istrinya. Pria itu melenggang masuk ke dalam kamar mandi tanpa menoleh sedikitpun ke belakang. Ada rasa nyeri yang timbul di hati Giselle melihat punggung yang menjauh itu.

Sejak Rama melamar dirinya, detik itu juga Rama berubah menjadi sesosok yang jauh berbeda dari yang ia kenal. Selama itu pula Giselle terus mencoba bertahan dengan keputusannya untuk bersama dengan Rama seumur hidup demi calon anak mereka. Selain itu ia juga berharap dapat meluluhkan hati Rama agar melihatnya sebagai sosok wanita yang dicintainya.

Giselle masih menghapus riasan wajahnya ketika suara pintu kamar mandi terbuka memasuki gendang telinganya. Tampak Rama dengan kaus oblong usang dan celana pendeknya keluar dari sana. Giselle menatap lekat pria itu yang tengah menuju ke arah tempat tidur. Namun pria itu sepertinya tidak menyadarinya.

One Shot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang