Imprisoned by The Beast (END)

9K 307 4
                                    

Hari jadwal kontrol kandungan Cynthia yang dinanti-nantikan Dave akhirnya tiba. Siang itu setelah kelasnya berakhir, Cynthia melangkah menuju ke gerbang utama kampusnya. Disana terpampang jelas mobil Dave yang beda dari kebanyakan mobil yang sedang menunggu jemputan.

Tak menunggu lama Cynthia menghampiri mobil itu lalu masuk ke dalamnya. Wanita itu duduk persis di sebelah Dave. Tanpa banyak bicara mereka melaju membelah padatnya jalanan siang itu menuju ke sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di kota itu.

"Selamat siang Bu Cynthia." Sapa seorang dokter wanita paruh baya dengan ramahnya. Tatapannya beralih ke sosok pria yang datang bersama dengan pasiennya.

"Bapak suaminya ya? Besok-besok ditemani ya pak istirnya. Kasihan kalau kontrol sendirian." Tutup dokter itu seraya menyunggingkan senyum lebarnya yang dibalas Dave dengan anggukan dan senyum kikuk.

Melihat pemandangan itu membuat Cynthia ikut menyunggingkan senyum di bibirnya. Kenyataan bahwa ia tidak lagi sendiri saat kontrol kandungan kedepannya membuat dirinya entah kenapa merasa bahagia.

Dokter tersebut lalu menuntun Cynthia ke ranjang pasien untuk dilakukan prosedur USG.

"Bayinya sehat sekali." Ujar dokter kandungan yang tengah meletakkan alat diatas perut datar Cynthia. Baik Dave maupun Cynthia sama-sama tersenyum sambil menatap manik mata satu sama lain.

Dave melihat layar monitor yang menampilkan anak mereka dengan haru. Dalam hati ia mengucapkan banyak syukur pada Sang Kuasa dan Cynthia karena wanita itu mau mempertahankan bayi mereka walaupun bayi itu hadir dari kesalahannya.

***

Dari jendela ruang tamu rumahnya, Rendi melihat sebuah mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Seorang pria berpostur gagah turun dari pintu kemudi itu rupanya tidak asing di mata Rendi. Pria itu mencoba memutar memori dalam otaknya. Tepat saat pria itu membukakan pintu penumpang dan menampakkan wajahnya, dengan geram Rendi berlari membuka pintu rumahnya lebar-lebar menuju mobil itu. Ia yakin seratus persen firasatnya tidak salah.

Suara pagar yang terbuka lebar membuat Dave maupun Cynthia sontak menatap sosok yang keluar dari pagar rumah orang tua Cynthia.

Seperti kesetanan Rendi berlari menghampiri Dave lalu mencengkeram kerah kemeja yang dipakainya. Segera dilayangkanbya sebuah pukulan keras di sisi kanan wajah Dave.

"BRENGSEK!! LO KAN YANG SELAMA INI NYULIK ADIK GUE?!"

Cynthia terperanjat dari kursinya. Kejadian itu bergerak sangat cepat di depan matanya. "Kak Rendi!" Pekik Cynthia seraya menutup mulutnya setelah Dave mendapat hantaman di wajahnya. Namun Rendi dan Dave sama-sama tak mempedulikan teriakan Cynthia.

Dave mengangkat salah satu sudut bibirnya sambil menatap Rendi tanpa bersalah. "Kalo iya emang kenapa?"

"BAJINGAN!! BINATANG LO, BANGSAT!!" Seketika itu juga Rendi kembali menghajar wajah rupawan Dave sekuat tenaga.

Tak terima mendapat perlakuan seperti itu, Dave membalas Rendi sama kuatnya tepat di ulu hatinya. "LO JUGA NGGAK KALAH BRENGSEK! LO UDAH BUNUH ADIK GUE!!" Teriak Dave, masih dengan tangan yang kini melayangkan pukulan ke wajah Rendi tanpa henti.

Rendi membelalakkan matanya tak percaya. Ia hendak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi diantara dirinya dan Karin namun Dave sudah diliputi dengan amarah yang membara. Satu-satunya cara untuk menjelaskannya pada Dave yaitu dengan melayangkan satu pukulan keras di ulu hatinya.

Tubuh Dave akhirnya jatuh ke atas aspal. Beruntung jalan perumahan sedang sepi-sepinya saat itu sehingga tidak ada yang menyaksikan pertengkaran antara dua pria dewasa itu.

"ASAL LO TAHU GUE NGGAK PERNAH NYENTUH KARIN SAMA SEKALI. GUE DIFITNAH!!"

"KALO LO DIFITNAH TERUS SIAPA YANG NGEHAMILIN KARIN, HAH?!" Dengan sisa tenaganya Dave bertanya, meluapkan semua kefrustrasiannya atas kematian adiknya. Tentu ia tidak akan percaya begitu saja pada Rendi. Ia lebih mempercayai Karin yang notabene adik kandungnya sendiri.

One Shot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang