Forced Marriage (3)

1.9K 53 3
                                    

Happy new year guys!
Semoga di tahun ini semua yang kita inginkan tercapai ya amin2.

Oh ya gimana hari pertama kerja? Ada yg udah masuk juga sama kek aku?
Demi kalian nih aku curi2 buat update sebelum pulang ngantor. Gak sabar pengen bacain komen kalian soalnya.

Next part bisa lah ya 50 komen aja hehe
Happy reading guys
Xoxo

Perang dingin antara Carmen dan Leo terus terjadi hingga beberapa minggu setelah kepulangan orang tua Leo dari rumah yang mereka tinggali. Layaknya dua orang asing yang terpaksa tinggal satu atap. Begitulah kehidupan pernikahan mereka. Bahkan jauh lebih dingin dari pertama kali mereka menempati rumah itu.

"Are you okay?" Tanya sang fotografer saat merasa Carmen terlihat pucat, tidak seperti biasanya.

Carmen tersenyum tipis berusaha menenangkan sang fotografer namun kenyataannya sekujur tubuhnya terasa hangat. Sepertinya ia demam ditambah dengan pusing yang menambah pucat wajahnya.

Segera setelah menyelesaikan pekerjaannya, wanita itu meluncur kembali ke rumah. Rasanya Carmen ingin tidur yang panjang untuk mengembalikan kondisi tubuhnya.

Begitu menyentuh kasur, Carmen langsung tertidur pulas. Tidak mempedulikan riasan yang masih menempel di wajahnya. Dirinya terlalu lemah hanya untuk sekedar membersihkan wajahnya, apalagi tubuhnya.

Selang beberapa menit kemudian Leo memasuki rumahnya. Seorang ART berusia paruh baya menghampirinya dengan raut wajah panik. Sontak Leo mengerutkan alisnya.

"Nyonya kayaknya sakit, Mas." Bi Siti tampak khawatir. "Mukanya pucat banget." Lanjutnya lagi. "Tadi Bibi sudah tawarkan bubur tapi nggak mau katanya mau tidur saja."

"Makasih Bi." Hanya itu yang diucapkan Leo sebelum bergegas menuju ke kamar orang yang dimaksud oleh Bi Inem.

Leo memutar kenop pintu Carmen yang syukurnya tidak dikunci. Matanya menangkap Carmen yang tengah tertidur pulas.

Bi Siti benar. Wajah Carmen sangat pucat semakin Leo mendekati wanita itu. Tangannya terulur menyentuh dahi wanita itu tanpa bisa ia kendalikan. Dan benar saja tubuh wanita itu lebih hangat dibandingkan tubuhnya.

Secepat mungkin Leo kembali ke luar untuk mengambil handuk beserta baskom berisi air hangat. Namun sebelumnya pria itu membersihkan wajah Carmen yang full makeup dengan kapas. Berkat kakaknya ia menjadi sedikit tahu bahwa makeup yang tidak dibersihkan sebelum tidur akan menimbulkan jerawat.

Dengan sabar Leo mengecek berkala suhu tubuh istrinya dan rutin mengganti kompresnya. Hatinya teriris-iris menyaksikan Carmen yang jatuh sakit untuk pertama kalinya sejak mereka menikah. Sepertinya jadwal pemotretan dan syuting wanita itu terlalu padat akhir-akhir ini.

"Emhh." Carmen melenguh kala merasa sesuatu yang basah menempel di kulit keningnya. Tanpa sadar tangannya menggapai benda itu namun Leo lebih dulu mencegahnya.

Cengkeraman pada pergelangan tangannya memaksa Carmen mengerjapkan matanya. Tak disangka suaminya-lah yang menggenggam tangannya. Mereka bertatapan dalam diam untuk beberapa waktu lamanya sampai akhirnya harus terputus karena dehaman Leo. Pria itu sekaligus melepaskan tangan Carmen darinya.

Kenapa Leo ada di hadapannya?
Apa ini artinya Leo sudah tidak marah kepadanya?

"Kamu istirahat saja." Leo mengembalikan tangan Carmen ke balik selimut lalu merapikannya. Enggan melihat lagi manik mata istrinya. Rasanya terlalu canggung berdua saja di sebuah ruangan setelah pertengkaran mereka tempo hari.

"Thanks."

Hanya sebatas gumaman yang Carmen dapatkan kemudian. Sebersit perasaan kecewa timbul di hatinya ketika ia tidak melihat tanda-tanda Leo akan kembali menatapnya setelah beberapa lamanya mengamati sang suami. Wanita itu akhirnya menyerah dan memilih memejamkan matanya sambil berusaha menenangkan degup jantungnya yang tak beraturan.

One Shot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang