Be(d)st Friends Forever (3)

17.9K 475 15
                                    

Semua ini berawal dari Darren yang memergoki mantan pacar Clara berselingkuh dengan wanita lain. Dengan rasa marah yang membuncah sampai ke ubun-ubun, Clara mendatangi laki-laki brengsek itu untuk memutuskan hubungan mereka. Setelah itu Darren membawa Clara ke apartemennya untuk menenangkannya. Di apartemen itu mereka meminum banyak sekali alkohol yang berunjung dengan insiden tidur bersama. Setelah itu mereka kemudian memutuskan untuk terus melakukan "hal itu" karena mereka merasa membutuhkannya.

Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Darren memutar tubuhnya. Perlahan Clara berjalan ke arahnya dengan tangan yang menggenggam sebuah testpack.

Saat sampai di hadapannya, Darren menerima benda kecil yang diulurkan kepadanya. Matanya membelalak lebar melihat apa yang baru saja dilihatnya. Dua garis. Positif. Hamil.

"Sorry, ini semua salah gue." Darren mulai membuka mulutnya, memecah keheningan yang mencekam diantara mereka.

Clara menggelengkan kepalanya menatap Darren. Wanita itu tahu Darren pasti merasa bersalah karena alergi kondom yang dimiliki pria itu sehingga Darren tidak bisa memakainya saat mereka berhubungan badan.

"Gue yang salah. Harusnya gue pake KB." Sahut Clara lemah. Kepalanya tertunduk menatap perutnya yang masih datar. Setetes air mata tanpa sadar membasahi pipinya. Jika saja ia dulu mau menggunakan KB pasti dirinya tidak akan hamil seperti saat ini. Dulu ia berpikir jika Darren mencabutnya sesuai timing maka tidak akan terjadi apa-apa dan hal itu sudah berlangsung selama hampir setahun mereka bersama. Sayangnya kini yang ia takutkan akhirnya terjadi padanya.

Melihat Clara yang terisak, dengan sigap Darren memeluk wanita itu untuk memberinya ketenangan. Bukannya tenang, Clara semakin terisak di dalam pelukan Darren. Kemeja biru muda yang dipakai pria itu tiba-tiba saja sudah penuh dengan air mata Clara.

"Sekarang lo mau gimana? Lo mau pertahanin atau lo gugurin?" Darren bertanya dengan lembut. Sontak Clara mendongakkan kembali kepalanya untuk menatap Darren. Wanita itu meneliti dengan cermat ekspresi wajah "pasangannya" tapi kali ini ia tidak dapat membacanya dengan jelas.

"Kalo lo mau pertahanin bayi itu berarti kita bakal nikah secepatnya tapi kalo lo mau gugurin it's okay karena itu hak lo." Tambah Darren penuh pengertian. Andaikan Darren adalah pacarnya pasti Clara akan menjadi wanita paling bahagia sedunia.

"Gue berangkat kerja dulu. Lo pikirin baik-baik sebelum lo ambil keputusan." Dilihatnya Clara masih diam membisu. Kini wanita itu sudah tidak menangis lagi namun dari raut wajahnya Darren yakin saat ini Clara pasti tidak tahu apa yang harus diperbuatnya.

"Jangan sampe lo nyesel nantinya." Pesan Darren untuk yang terakhir kalinya sebelum melepaskan Clara dari pelukannya. Ia mengecup dahi Clara singkat lalu meninggalkan Clara yang menatap kosong kepergiannya.

***

Setelah kepergian Darren, Clara memikirkan matang-matang keputusan apa yang harus diambilnya. Kalau harus menjadi seorang ibu di usia yang menurutnya masih muda, ia merasa sangat jauh dari kata siap. Oleh karena itu Clara membulatkan tekadnya untuk membuang jauh janin di rahimnya walaupun ia harus menjadi seorang pembunuh.

Satu hal yang Clara tahu harus dilakukannya pertama kali adalah memastikan kehamilannya. Tak lupa sebelumnya ia izin sakit hari ini kepada atasannya. Dan kini wanita itu sudah sampai di sebuah rumah sakit ibu dan anak yang cukup terkenal di kota itu. Hal itu dilakukannya untuk menghindari kemungkinannya bertemu dengan orang-orang yang dikenalnya.

Suasana di rumah sakit itu tampak sepi. Tidak banyak orang yang berlalu lalang disana. Hanya tampak beberapa orang yang sedang menunggu giliran, termasuk Clara. Raut wajah bahagia terpancar di wajah ibu-ibu hamil di sekitarnya. Hampir semua ibu-ibu disitu didampingi oleh sang suami tercinta. Dalam hati ia merasa iri namun ia juga tidak memberitahukan Darren tentang pemeriksaan yang akan ia jalani.

One Shot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang