Poison Love (1)

12.8K 368 3
                                    

"Aarrghhhhh..... Sakit Ram!"

Giselle berteriak sekencang-kencangnya saat Rama berhasil merobek selaput daranya yang selama ini ia jaga baik-baik. Brengsek, batinnya. Tapi Giselle tidak dapat menolak sentuhan Rama pada tubuhnya. Perempuan itu tak dapat memungkiri dambaan terhadap sentuhan Rama yang selama ini selalu dipertanyakannya.

Bukannya berhenti, Rama justru terus menggerakkan tubuhnya seolah-olah mengabaikan rasa sakit yang dirasakan Giselle karena ulahnya. Jika ia berhenti, kemungkinan besar ia tidak dapat melanjutkannya karena kasihan. Terlebih Rama tahu Giselle adalah seorang perawan.

Rama terus mengeluarkan lenguhan kenikmatannya sementara Giselle menahan mati-matian rasa nyeri di area kemaluannya. Entah bagiamana ceritanya tiba-tiba saja mereka sudah berada di apartemen Rama padahal seingat Giselle mereka baru saja tiba di sebuah club langganan mereka.

Rasa nikmat yang baru pertama kali dirasakan oleh Rama membuatnya berada diatas awan. Tubuh Giselle terasa begitu pas dan sempurna untuknya. Sekuat tenaga ia berusaha mencapai klimaksnya tanpa mempedulikan Giselle yang bercucuran air mata dan keringat di bawahnya.

"Gis-sellee... akhhh..."

Lenguhan panjang Rama mengakhiri pergulatan mereka malam itu. Rama meresapi sesaat sisa-sisa permainan mereka sebelum mencabut kemaluannya dari tubuh Giselle. Dilihatnya kondom yang dipakainya terisi air maninya sebelum dibuangnya ke tempat sampah.

Giselle terisak pedih. Keperawannannya sudah diambil darinya. Kini tidak ada lagi yang tersisa darinya selain penyesalan. Menyesal karena sudah terbuai oleh sentuhan Rama pada kulitnya. Menyesal karena sudah jatuh terlalu dalam pada ciuman memabukkan pria itu. Menyesal karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya buta dan merelakan begitu saja mahkotanya yang paling berharga.

"Maaf, gue emang brengsek." Ujar Rama namun Giselle tidak melihat sedikitpun penyesalan di wajah tampan itu. Giselle mengeluarkan tatapan tajamnya pada Rama. Matanya masih mengeluarkan air mata.

"Bagus kalo lo sadar!" Sahut Giselle ketus. Rama tidak sepenuhnya salah. Ia juga turut andil dalam mensukseskan permainan mereka malam ini.

"Gue anter lo pulang." Giselle tersenyum getir tapi ia tidak punya pilihan lain selain memakai kembali pakaiannya dibantu oleh Rama. Sebelum ayahnya mencari dimana keberadaannya, lebih baik Rama segera mengantarkannya kembali ke rumahnya.

***

Setelah kejadian itu hubungan mereka tidak pernah sama lagi. Setidaknya di akhir pekan mereka akan berhubungan badan di apartemen Rama. Tak dapat dipungkiri mereka saling membutuhkan satu sama lain untuk menyalurkan hasrat yang selama ini terpendam.

Rama menyatukan tubuhnya dengan Giselle. Bagaimanapun caranya ia harus berhasil membuahi Giselle malam ini. Akhir-akhir ini ayahnya semakin sering memintanya segera menikah dan hal itu membuat kepalanya hampir meledak.

"Emhhh..." Desah Giselle. Tubuhnya serasa dibawa ke angkasa hanya dengan penyatuan tubuh mereka. Padahal mereka juga tidak baru sekali dua kali melakukannya tapi entah mengapa bagian tubuh Rama yang satu itu selalu menjadi candu baginya.

"Aahhh..." Rama juga tak lupa melantangkan desahannya. Pinggulnya secara otomatis bergerak begitu kejantanannya berada di tempat yang seolah-olah tercipta untuknya seorang.

Dua anak manusia itu sama-sama menyalurkan hasrat mereka masing-masing setelah seminggu lamanya tak berjumpa. Peluh yang membasahi tubuh mereka tak dihiraukan lagi. Suara kulit yang beradu menjadi backsound pergulatan mereka.

Baik Rama maupun Giselle tak ingin menyudahi begitu saja permainan mereka. Kenikmatan yang mereka rasakan terlalu dini untuk diakhiri. Sebisa mungkin Rama menahan dirinya sampai akhirnya ia tidak sanggup lagi melakukannya.

"Aahhhh..."

Rama merasakan adanya cairan yang keluar dari tubuhnya, begitu juga yang dirasakan oleh Giselle. Mereka terdiam sesaat berusaha meredakan jantung mereka yang berdegup sangat kencang sebelum salah satu dari mereka melepaskan tautan di tubuh mereka.

Dalam hatinya Rama tersenyum puas melihat kondom yang baru saja dilepasnya kemudian melemparnya ke dalam tempat sampah. Pria itu merebahkan dirinya di samping sahabatnya. Mata mereka bertemu. Dengan lembut Rama mengecup kening penuh keringat Giselle, katanya "Thank you."

Giselle menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Ia terlalu lemah bahkan untuk sekedar menjawab "sama-sama." Rama yang sudah tahu kebiasaan wanita itu memeluk erat tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Dan seperti biasa mereka akan terbangun keesokan harinya dengan kondisi seperti itu.

***

Setelah menjalin hubungan persahabatan yang tak wajar selama sayu bulan lebih, pagi itu Giselle baru saja menemukan fakta bahwa saat ini ada makhluk hidup yang bertumbuh di dalam rahimnya. Giselle hamil setelah ia sadar tidak mendapatkan haidnya bulan ini padahal tamunya selalu datang tepat waktu.

Giselle memperkirakan saat jam makan siang ia sampai di perusahaan keluarga Rama. Wanita itu akan mengungkapkan kehamilannya dan melihat seperti apa reaksi Rama terhadap hal itu.

Selama ini bukannya Giselle tidak tahu rencana licik Rama padanya. Menjadikannya partner FWB untuk melahirkan seorang pewaris perusahaan adalah rencana terkejam Rama padanya. Dan dengan senang hati Giselle membantu pria itu tanpa sepengetahuannya.

Sejak Rama mengungkapkan bahwa ia tidak ingin menikah seumur hidupnya ditambah dengan tuntutan dari ayahnya untuk segera menikah, Giselle tahu Rama akan melakukan apapun agar dirinya tidak perlu menikah namun tetap memiliki anak kandung.

Diam-diam Giselle juga tahu Rama tidak pernah menggunakan kondomnya dengan benar. Pria itu melakukannya dengan sengaja agar kondom yang dipakainya bocor. Dengan begitu tujuan Rama untuk menghamili Giselle dapat terwujud.

"Pak Rama sedang meeting, Bu."

"Oke saya tunggu di dalam aja."

Giselle melangkah menuju pintu ruang kerja Rama sebelum memutar kenopnya. Ia menyusuri ruangan kosong tanpa penghuni itu sebelum meletakkan pantatnya di salah satu sofa empuk disana.

Tiba-tiba Giselle termenung memikirkan bagaimana jika Rama menolak menikahinya. Apa yang harus dilakukannya? Tidak mungkin ia terus mempertahankan bayinya. Ia bisa langsung dikubur hidup-hidup oleh ayahnya yang super protektif.

Lalu apa yang harus dilakukannya? Giselle memejamkan matanya sambil memeras otaknya sekuat tenaga sampai akhirnya ia mendapatkan sebuah ide yang ia yakini 100% akan berhasil.

Ceklek

Seorang pria bertubuh jangkung memasuki ruangan itu. Orang yang ditunggu-tunggu Giselle rupanya

"Gue hamil." Tanpa basa-basi Giselle merogoh sebuah benda sebelum melemparnya ke atas meja di depannya.

Rama jujur saja terkejut tapi dalam hatinya ia merasakan kebahagiaan yang meluap-luap. Ternyata tidak butuh waktu yang lama baginya untuk membuahi sel telur sahabatnya itu.

Sambil berusaha mengendalikan kebahagiannya, Rama memasang ekspresi kaget setengah mati. "Kok bisa? Lo tahu sendiri kan gue selalu pake kondom."

"Ya tapi kan kondom nggak 100% mencegah." Giselle menanggapi akting Rama. Ia akan berpura-pura tidak tahu apa-apa sampai pria itu mengaku yang sebenarnya padanya.

"Terus sekarang gimana? Lo tahu sendiri gue nggak mau nikah sama siapapun."

Giselle sudah menduganya. Ia tersenyum miris dalam hati. Laki-laki itu hanya mementingkan dirinya sendiri padahal ia tahu hamil diluar nikah adalah aib besar di negara mereka.

"Gue bakal gugurin bayi ini."

"WHAT? Gila ya lo!" Rama tidak menyangka sama sekali Giselle akan berpikiran seperti itu walaupun ia tahu Giselle pernah berkata tidak ingin memiliki anak. Tapi kali ini Giselle benar-benar keterlaluan! Bisa-bisanya wanita itu tega mencabut nyawa darah dagingnya sendiri!

"Lo nggak boleh gugurin bayi itu, Gis. Dia itu darah daging lo sendiri!" Rama berteriak frustrasi. Tidak, hal itu tidak boleh terjadi! Semua ini tidak ada dalam rencananya!

2 Januari 2022

One Shot StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang