GROUPIE LOVE

43 8 0
                                    

And every time you look up
I know what you're thinking of
You want my groupie love
“Lana Del Rey – Groupie Love”

***

Cerita ini aku dedikasikan untuk Louis Partridge yang gantengnya gak ketulungan. Yah, walaupun lebih muda, gapapa lah yah. Namanya jodoh gak kemana ( Cerita ini aku dedikasikan juga untuk grup kepenulisan terkece Writing in the Sky )

***

Yustica Point of View

“Maafkan saya, apa anda tidak apa-apa? Astaga! Baju anda kotor sekali. Biar saya bersihkan.” Ujar pria di depanku dengan bingung. Dia sibuk mencari sesuatu untuk membersihkan tumpahan cappucino pesananannya yang disiramkannya padaku dengan tidak sengaja, tapi karena keteledorannya. Mimpi apa semalam sampai aku harus mengalami hal ini. Sial!
“Berhenti menyentuhku! Bereskan saja kekacauan yang kau buat.” Balasku kesal dan segera pergi dari cafe ini. Aku tidak peduli Ryan akan mencariku karena meninggalkan cafenya tanpa pamit. Level kekesalanku sudah berada di tingkat paling tinggi.
Bangun kesiangan. Interview magang gagal. Kecopetan di tengah perjalanan menuju cafe ini. Astaga! Jika saja tidak ada aturan universitas yang mewajibkan untuk memiliki sertifikat magang, aku tidak akan susah-susah seperti ini. Aku menggeram kesal. Mengingat uangku berada di dompet yang di copet oleh orang jelek itu. Beruntung semua kartu-kartu berharga tidak aku letakkan semua di dompet itu. Meskipun aku harus mengurus salah satu kartu debit ku yang terbawa, setidaknya aku tidak mengurus kehilangan kartu mahasiswa. Alurnya sulit sekali dan bisa membuat pusing.
Kuputuskan pulang dengan berjalan kaki. Ingin menghubungi temanku, mereka sedang sibuk magang di perusahaan. Ini semua berasal dari aku yang pemalas menunggu DPA menceramahiku terlebih dahulu untuk bisa mendaftar magang di perusahaan dan beginilah akhirnya. Beruntung kontrakanku berada cukup dekat dari sini.
Menghilangkan kejenuhan yang kurasakan, aku merogoh ponselku dan sedikit mengumpat melihat pakaianku yang masih basah karena tumpahan cappucino itu.
Tepat saat aku akan membuka akun instagram ku, Ryan menelfon.
“Hei gadis nakal! Kemana saja kau?! Aku mencarimu kemana-mana!” Suara teriakan Ryan membuatku sedikit menjauhkan ponsel dari telingaku. Suaranya benar-benar membuat gendang telingaku sakit.
“Aku pulang. Aku kesal.” Balasku ketus. Kembali mengingat kejadian hari ini membuatku ingin menenggelamkan siapapun di Samudera Hindia.
“Setidaknya kau bilang padaku jika pulang. Dasar bar-bar!”
“Apa kau mau ku semprot juga, Ryan? Kau tau, seseorang menabrakku tadi dan menumpahkan cappucino buatanmu ke bajuku, oh shit! Itu menyebalkan dan aku bisa meledak disana jika masih menunggumu.”
“Oke oke, aku hanya sedikit penasaran dengan ceritamu. Kau bilang akan bercerita padaku tapi kau malah meninggalkan aku.”
“Nanti selepas Sandra dan Ame pulang, aku akan kesana dan melampiaskan amarahku padamu!”
“Woaaaa... aku menyerah! Sebaiknya kau tidak usah datang, darling. Aku masih ingin menikmati masa mudaku!!”
“Terlambat! Sudah dulu, aku sudah sampai kontrakan. Kututup telfonnya. Byeee...”

***

“Woaaahhh.... kau sungguh sial bung!” Ryan menepuk pundakku beberapa kali sebagai ungkapan heran atau kagum? Kagum karena aku bisa mendapat kesialan yang beruntun hari ini. Sedangkan dua sahabatku tertawa kencang tidak memperdulikan sekeliling yang saat ini menatap kami heran.
“Diam kalian! Tidakkah kalian merasa kasihan kepadaku?” Ujarku kesal. Meminum matcha oreo buatan Ryan yang menjadi favoritku di cafe ini dengan beberapa kali teguk.
“Kau tidak pantas dikasihini, baby Caca.” Balas Ame sedikit meredakan tawanya. Sandra merangkulku dan menyetujui ucapan Ame, membuatku merengut kesal.
“Kau yang menunda waktu magangmu dan berakhir sial seperti ini.” Sambung Sandra. Aku tau ini salahku, tapi bukan berarti aku tidak boleh mendapatkan rasa kasihan dari mereka kan?
“Tapi kan aku se---...” Ucapanku terputus saat melihat pria yang tadi menabrakku lalu meluncurkan emisi cappucinonya pada diriku, kini mengambil alih atensi Ryan dan membicarakan tentang panggung, bernyanyi, dan gitaris. Aku menatapnya sinis. Yah, dia memang meminta maaf dan berusaha membersihkan bajuku, tapi aku tetap kesal kepadanya. Dan aksiku itu tampak jelas dipandangan dua sahabatku yang kini memandang pria itu dan aku bergantian.
Tanpa disengaja pria itu menatap padaku. Tertegun sejenak sebelum melemparkan tatapan rasa bersalahnya padaku. Ryan yang mengetahui hal itu langsung bersuara.
“Oh, mereka teman-temanku, ini Sandra, lalu ini Caca dan yang ini namanya Ame.” Ryan menunjuk kami satu-persatu sedangkan aku menatap pria itu sinis.
“Ha-hai, namaku Louis, penyanyi baru di cafe ini. Salam kenal.”
Louis menyalami kami satu persatu, saat tangannya terulur ke arahku, aku hanya mendengus sinis dan melipat kedua tanganku di depan dada. Kedua sahabatku menyenggol tubuhku bersamaan, membuatku sedikit sakit dan kesal.
“Kau sangat tidak sopan, baby girl.” Ujar Ryan kesal dan melotot padaku. For your information, Ryan ini penyuka pria-pria berlabel ganteng. Dia gay. Gay yang tampan, tidak seperti Sam Smith yang tubuhnya kekar berisi, Ryan termasuk kategori macho yang masih di gilai banyak gadis. Louis masuk kategori tampan dan tampaknya Ryan tidak suka jika aku sinis padanya.
“Untuk apa aku sopan pada pria yang menumpahkan cappucinonya padaku.” Balasku kesal, menatap Ryan dan Louis bergantian lalu kembali meminum matcha oreo ku, mengabaikan tatapan siapapun.
“Uhmmm... dia memang seperti itu, Louis. Jangan di ambil hati yah.” Ujar Ame tersenyum manis pada Louis. Louis menggaruk tengkuknya tampak gugup, sesekali melirik ke arahku yang langsung ku pelototi.
“Ah, memang aku yang salah. Maafkan aku.” Aku mendengus dan memalingkan wajahku. Bertemu dengannya pasti akan menyebabkan kesialan lagi.
“Hahaha... sudahlah, jangan hiraukan bocah itu, sebaiknya kau bersiap-siap dengan yang lain. Ingat, jam delapan kau harus mulai.” Ujar Ryan mengusir Louis dengan lembut yang membuatku ingin muntah. Setelah Louis pergi barulah Ryan menghadapku, hendak mencercaku namun dengan cepat aku bertanya.
“Kau pacaran dengan Louis hah?” Tanyaku yang membuat Ame dan Sandra menjitak kepalaku bersamaan. Sialan! Memang apa yang salah dari pertanyaanku?!

Me and My IdolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang