Belajar Mencintai

10 3 0
                                    

Story by Mimi

Napasku terengah-engah, dan kedua kakiku sudah lemas bukan main. Namun, aku tidak boleh berhenti. Ini terlalu awal bagiku untuk berhenti. Setidaknya, aku harus lari selama dua puluh menit lagi. Hanya saja, rasa haus yang semakin menjadi malah membuatku melangkah menuju sebuah toserba yang berada di ujung jalan. Pada akhirnya, aku tidak hanya membeli air saja, tetapi membeli mie instan dan camilan lainnya yang membuatku menghela napas panjang. Aku duduk di meja yang berada di depan toserba itu. Aku menempelkan keningku di meja dan mengeluh karena semua usahaku sepertinya akan kembali menjadi sia-sia. Usahaku untuk menurunkan berat badan, hanya akan menjadi angan-angan jika aku tetap tidak bisa mengendalikan nafsu makanku.

“Kenapa lagi?”

Aku segera menegapkan punggungku dan menatap seseorang yang saat ini duduk di seberangku. “Kenapa kau di sini?” tanyaku balik.

Orang itu mendengkus dan berkata, “Apa berolahraga membuat ingatanmu menguap? Ini area rumahku, Hera.”

Aku mengerucutkan bibirku dan memilih untuk menyantap makanan yang sudah aku beli. “Aku minta sosisnya,” ucap orang itu lalu tiba-tiba mengambil sosis milikku.

“Ya, Eunwoo! Kembalikan!” seruku memberi perintah.

Namun, pria yang bernama Enwoo itu sama sekali tidak mau mendengarku. Aku mendengkus kesal. Sembari menikmati sosis yang telah ia curi, Eunwoo pun bertanya, “Apa kau masih berusaha untuk menurunkan berat badanmu?”

Aku menghela napas, dan mengangguk. “Ya, karena menurut mereka, aku baru benar-benar bisa disebut perempuan saat aku kurus, dan berpenampilan cantik,” jawabku lalu menghentikan acara makanku.

Kini, aku sudah kehilangan selera makan saat mengingat kata-kata dan telunjuk yang orang-orang arahkan padaku. Perkataan menyakitkan yang berakhir membuatku berpikir, jika berat badanku inilah yang membuat mereka tidak menganggapku sebagai seorang perempuan. Mereka terus saja mengolok-olokku. Memberikan julukan yang mungkin bagi mereka lucu, tetapi bagiku itu julukan paling menyakitkan yang pernah aku dapatkan. Namun, aku tidak bisa melawan mereka. Karena begitu aku berteriak menyuarakan kemarahanku, mereka hanya akan semakin menjadi saja. Mereka akan menggila, seakan-akan mendapatkan hiburan baru.

“Tapi saat ini saja kau sudah cantik, Hera. Berhentilah mendengarkan orang lain,” ucap Eunwoo membuatku merasa begitu kesal.

Aku dan Eunwoo memang sudah berteman sangat lama dengan Eunwoo. Sudah lebih dari lima belas tahun kami berteman. Sejak sekolah dasar, hingga kini kami masuk di universitas bergengsi yang sama. Jadi, bisa dikatakan Eunwoo memang tahu seberapa sulit dan seberapa tertekannya aku selama ini. Namun, aku tidak suka saat dirinya berkata seperti ini. Selama ini, Eunwoo memang menjadi pelindungku. Ia juga menjadi mesin penyemangat yang membuatku tidak menyerah ketika menjadi bahan oloh-olok. Dan Enwoo pula yang menjadi satu-satunya orang—selain keluargaku—yang menyebutku cantik dengan penampilan apa adanya, dengan berat badanku saat ini. Hanya saja, Eunwoo mungkin lupa, jika pendapat satu orang akan kalah dengan pendapat sepuluh orang. Di mata yang lainnya, aku tetap jelek, karena gendut.

“Berhenti mengatakan hal itu, Eunwoo! Kau tidak pernah berada di posisiku, karena itulah, kau tidak akan pernah mengerti,” ucapku lalu pergi meninggalkan Eunwoo begitu saja.

***


“Yo, Hera, berat badanmu sudah turun, ya?”
“Kau diet?”
“Minum pil diet dari merek apa?”
“Tapi belum terlalu ideal. Masih terlalu gendut.”
“Haha, iya! Pipinya masih terlihat akan tumpah.”

Aku hanya memejamkan mata. Enggan untuk melayani teman-teman satu angkatanku yang memang selalu mengejekku. Aku tidak memiliki energi untuk melayani mereka. Aku baru membuka mata dan duduk dengan tegap saat mendengar jika dosen sudah memasuki kelas. Begitu membuka mata, aku bertatapan dengan Eunwoo yang duduk agak jauh dariku. Namun, setelah itu Eunwoo membuang muka, tampak enggan untuk menatapku lebih lama. Setelah kemarahanku terakhir kali, aku dan Eunwoo memang belum sempat bertegur sapa lagi. Karena aku, memang sengaja menghindarinya. Aku, tidak mau terlihat lebih menyedihkan lagi di hadapan Eunwoo. Mungkin, ini lebih baik. Kini, setidaknya aku bisa menyadarkan diri, jika aku tidak boleh terlalu bergantung pada Eunwoo. Karena mungkin saja, suatu hari nanti ia juga akan merasa muak dengan diriku, dan memilih untuk menjauh dariku.

Me and My IdolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang