Story by Mahdung
“Kak Jeno …,” teriakan itu jelas berasal dari mulut Sylena, adik tingkat Jeno yang ponselnya baru saja Jeno rebut dan dibawa kabur.
Sylena mengerut kesal, perempuan yang baru saja memakan bakso di kantin fakultasnya itu menatap laki-laki yang kini sudah mulai menjauh dari tempatnya, dari kantinnya, kalau laki-laki itu hanya pergi membawa badannya saja maka demi apa pun Syelna tidak akan peduli dengan itu semua, tapi sayangnya laki-laki itu membawa serta ponslenya.
Ya sebenanrya tidak apa-apa sih laki-laki itu membawa ponslenya, toh tidak akan ada orang yang menghubunginya, ya keculi Ibunya, tapi, Ibunya jelas tahu keadaan Sylena yang tengah belajar ini, tidak mungkin juga tiba-tiba Ibunya menelpon tanpa alasan yang darurat, tidak mungkin kan Ibunya menghubungi Sylena hanya karena beliau gabut.
Pertengkaran ini jelas bukan yang pertama kalinya yang terjadi antara Sylena dan Kak Jeno, Kak Jeno adalah Kakak kelas Sylena di masa sekolah menengah atasnnya, dan setelah satu tahun tidak bertemu lagi, saat itu Sylena kembali dipertemukan dengan Kak Jeno saat ia melakukan ospek, saat Sylena sudah sah menjadi seoarang mahasiswi di kampus ini.
Tidak sampai di situ, Sylena ingat sekali saat ia bertemu dengan Kak Jeno waktu baru masuk-masuk kuliah, waktu kuliah sudah normal, saat itu entah Sylena mimpi apa sebelumnya, perempuan yang ada jadwal kuliah jam sembilan pagi itu berangkat dengan motornya berwarna merah, ya bisa dinamakan hari itu adalah hari pertama Sylena memakai motor ke kampusnya, biasanya ia selalu diantar dan dijemput, seolah menajdi anak manja, tapi, Sylena lebih suka begitu, agar orangtuanya juga tidak khuwatir, agar orangtuanya juga merasa nyaman saat Sylena keluar.
Tapi, hari itu Sylena memilih untuk naik motor maticnya sendiri, yang kebetulan, Pak Budi supir kebangganya juga lagi cuti, katanya sudah lama tidak jalan-jalan berdua dengan istrinya, nasip sial Sylena yang bersikukuh tidak ingin diantar oleh Ayahnya malah semakin menjadi-jadi, awalnya Sylena merasa aman, tentram, sentosa, saat ia mengendarai motor merahnya, Sylena pikir ini adalah hari yang indah, hari yang menyenangkan saat ia beradu dnegan motor orang lain di jalan raya, ternyata ekspetasi Sylena malah hancur lebur saat di pertengahan jalan ia malah diserang ramai-ramai oleh tetesan hujan.
Saat ingin meminggirkan motornya, berniat untuk memasang jas hujan, hal yang aneh kembali Sylena temui di motornya, motornya tiba-tiba oleng, susah dikendalikan, saat Sylena benar-benar menghentikan motornya, perempuan yang kini baru berusia delapan belas tahun itu memeriksa ban belakang motornya dengan do’a yang ia lapalkan agar ban motornya tidak kurang angin, atau yang lebih parahnya agar tidak bocor.
Rupanya, bukan hanya hujan saja penghalan kegiatan Sylena hari ini, motornya. Kembali membuat satu pekerjaan Sylena bertambah, ya, ban belakang motor itu bocor, dan menyebabkan ban motornya kempes, baru saja Sylena mengumpat karena bon motornya, belum juga kering slavinanya di bibrinya, perempuan itu malah terkena cipratan air yang tak jauh dari ia berada karena mobil yang baru saja melewatinya melaju dengan cepat, membuat Sylena kecipratan air genang bekas hujan.
Sylena hanya bisa menarik napasnya sambil menyumpahi orang yang mengendarai mobil itu, begitu banyak rasanya sumpah serapah yang ingin Sylena keluarkan hari ini, tapi, itu semua bukan lah jalan keluar yang bisa membantu Sylena sampai ke kampus dnegan keadaan sehat wal’afiat, dengan keadaan selamat, tidak, bukan itu yang kini harusnya Sylena lakukan.
Mobil putih yang baru saja membuat Sylena marah-marah itu, kini memutar balik jalannya, dan tiak lama dari itu mengklapson Sylena yang sedari tadi matanya tidak lepas dari mobil itu, ya, Sylena rasanya ingin mencekik orang yang ada di dalam mobil itu, mobilnya saja yang bagus, mobilnya saja yang terlihat cantik, tapi, adab dari si pendara benar-benar nol besar, benar-benar tidak ada adabnya sama sekali.
“Ngapain lo?” tanya orang di dalam mobil itu, saat kaca mobilnya sudah ia turunkan, mebuat ia bisa berbicara dengan perempuan itu.
Sylena hanya menarik napasnya dengan kasar saatmelihat orang yang ada di dalam mobil itu, rasanya kesabaran Sylena sudah benar-benar habis hari ini, paradal waktu baru menunjukan pukul sembilan kurang lima belas meit lagi, hah apa? Tunggu sebentar, jam Sembilan kurang lima belas menit lagi, kalau Sylena tidak dengan cepat datang ke kampusnya, Sylena benar-benar akan terlambat, dan satu absen pasti akan menghilang dair genggamannya.
“Heh, nagapin lo?” Tanya laki-laki itu lagi.
Sylena tersadar karena perkata laki-laki itu, dengan cepat ia mengucapkan kata sumpah serapahnya di depan laki-laki itu karena sudah membaut pakaian Sylena basah.
“Mau ke kampus enggak lo? Ada mata kuliah apa?” tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Sylena, atau membalas apa yang dikatakan Sylena, Jeno keluar dari mobilnya menghampir Sylena yang berteduh di pinggir jalan itu, Jeno yakin perempuan itu baru saja ingin memasang jas hujannya.
Sylena memutar matanya malas, Kak Jeno yang ada di hadapannya ini benar-benar membuat Sylena merasa bahwa hidupnya hari ini tidak diberkati sama sekali. “Ya menurut Kakak, ngapain aku di sini kalau enggak mau ke kampus?” Tanya Sylena lagi, sambil memencet-mencet ban motornya, mencoba menimbang-nimbang apakah dirinya bisa ke kampus dengan keadaan motornya seperti ini, lalu setelah mata kuliah ini, Sylena yang baru mendapatkan kuliah dua jam lagi, baru berniat untuk mencari tambal ban untuk memperbaiki motornya.
“Ya iya, kenapa motor lo, gue tanya lo ada mata kuliah siapa, baru masuk juga malah telat,” Jeno kebali bertanya, ia tahu, rata-rata dosennya di semester awal selalu melakukan kuliah pagi adalah dosen-dosen yang cukup menakutkan, dan pelit nilai.
“Pak Ilham, mestinya masuk jam sembilan” jawab Sylena akhrinya.
Pak Ilham, Jeno langsung menggelengkan kepalanya, laki-laki itu melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, sisa sepuluh menit, biasanya Pak Ilham akan melonggarkan waktu kedatangan mahasiswa hingga batas waktu sepuluh menit, jadi Sylena masih punya waktu dua puluh menit untuk bisa masuk ke dalam kelas Pak Ilham.
“Lo bisa bawa mobil?”
Sylena rasanya sudah muak dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedari tadi Kak Jeno katakan, mana hujanya sebakin deras, rasanya Sylena benar-benar menyerah, ia benar-benar tidak akan bisa masuk ke dalam pelajaran Pak Ilham.
Sylena yang terdiam, tiba-tiba ditarik oleh Kak Jeno, masuk ke dalam mobil putihnya, di tempat pengendara mobil itu. “Gue tahu lo bisa bawa mobil, lo bawa mobil gue ke kampus, motor lo entar sama gue, Pak Ilham dosen pelit nilai, entar lo dikasih D.” Kak Jeno berucap panjang lebar, setelahnya laki-laki itu tertawa melihat Sylena yang membuka mulutnya, terkejut dengan apa yang dilakukan oleh laki-laki itu.
Sylena akhrinya mengangguk, sebagai mahasiswi semester awal, Sylena jelas akan melakukan apa pun untuk bisa masuk ke kelas dengan tepat waktu, tepat saat Sylena memakirkan mobil Jeno di parkiran mobil, Sylena pun berlari dengan terburu-buru, karena waktu yang ia punya sisa dua belas menit lagi, rupanya tanpa Sylena sadari, sejak hari itu, hari di mana Sylena memakai mobil Jeno ke kampus, Sylena sudah menjadi sasaran orang yang membencinya.
Senggolan di bahu Sylena ia dapatkan setelah kelur dari kantin fakultasnya, saat itu Sylena dan Cerry sedang mencari Kak Jeno, Sylena berniat menggambil ponselnya karena ia akan segera pulang, kebetulan tadi ketua kelasnya mengatakan di grup bahwa perkulihan setelah ini ditiadakan karena dosennya sakit tiba-tiba.
“Kenapa ya?” ucap Sylena, melihat tiga orang perempuan yang ada di depannya, yang salah satunya baru saja menyenggol Sylena yang tengah sedikit kesal itu.
“Lo pikir lo cantik?” Suara Cilla terdengar, perempuan bersurai panjang itu menatap Sylena dengan remeh, merasa bahwa perempuan itu sudah menggoda Jeno, pacarnya kali ini, tak sekali dua kali memang Cilla melihat Jeno dan perempuan itu, lebih parahnya, saat itu, Cilla malah melihat perempuan itu keluar dara mobil Jeno beberapa waktu lalu, saat itu Cilla pikir, memang ada yang tidak beres dengan Jeno dan perempuan ini.
Sylena yang ditanya seperti itu pun jelas mengangguk, ya, Sylena jelas berpikri bahwa dirinya memang cantik, Sylena kan perempuan, ya jelas lah dia cantik, bagaimana sih.
“Enggak usah sok centil gitu lo sama Jeno,” males dengan sikap kekanakan Sylena, Cilla akhrinya mendorong tubuh Sylena karena sudah hilang akal dan kesabaran, sungguh perempuan itu benar-benar sudah marah dengan Sylena.
Tidak hanya sampai di situ, Cilla memang sudah tidak suka dengan Sylena, saat ia menjadi panitia OSPEK, dengan matanya sendiri ia melihat Sylena yang telah menydorkam air minum kepada Jeno, benar-benar perempuan yang tidak tahu diri.
“Lah, apa urusanya gue centil smaa Kak Jeno?” Tanya Sylena, tidak, tolong jangan memancing keribuatan dengan Sylena, Sylena yang tahu dirinya salah saja kalau dituduh, diperlakukan seperti ini Sylena jelas akan melawan, tidak akan pernah perempuan itu diam, apalagi ia yang merasa benar, ia sama sekali tidak centil dengan Kak Jeno, dari mananya dirinya centil, orang dia marah besar dengan Kak Jeno, kelakuan Kak Jeno kan kadang tidak ada yang benar.
Cilla mendapat bisikan dari dua temannya, rasanya malu kalau harus berantem di tengah kerumunan sepetri ini, di tempat umum ini, akhrinya Cilla menyeret Sylena, ke tempat yang sepi dari orang-orang, di belakang kampus, hampir mau ke gudang, jelas Sylena menurut, tidak takut sama sekali, ia juga ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi di hidup Cilla, kenapa perempuan itu bisa memperlakukannya sepetri ini.
Rasanya mulut Cilla mengeluarkan perkataan yang paling jorok di dunia Sylena, walau selengean dan kadang tak tahu diri, tapi Sylena juga punya tata kerama, tidak mungkin ia menggoda Jeno, tidak, Jeno adalah kakak kelasnya, dan untuk apa ia menggoda laki-laki itu, sedangkan Sylena sama sekali tidak ada perasaan apa pun kepada Jeno.
“Jangan sok cantik lo Cilla,” suara laki-laki terdengar, tak hanya sampai di situ, Jeno juga menatap Cilla dengan garang, apa yang sudah Cilla lakukan sungguh sudah kelewat batas.
Cilla terdiam, di hadpananya kini bukan hanya ada permepuan itu, tapi ada Jeno juga.
“Gue sebenarnya selama ini diam ya Cilla, gue gak mau bikin lo sakit, tapi lo keterlaluan, lo nyalahin tunangan gue kali ini,” ucap Jeno akhrinya, mengakui bahwa Sylena adalah tunangannya.
Atas apa yang Sylena lihat dan dengar barusan, ia tahu saat ini suasana sedang tidak baik-baik saja, Jeno dan Cilla pasti ada dalam satu hal yang ruit, kesal melihat Cilla yang sudah memperlakukannya aneh, akhrinya Sylena diam saja, mengikuti apa yang dikatakan Jeno.
Jeno dan Cilla memang sudah berpacaran, sayangnya Cilla lah yang hanya mencintai Jeno, tapi tidak dengan jeno, Jeno menyukai perempuan lain.
Sylena yang baru saja dibelikan minum menatap Jeno dalam diam, dia tidak tahu dan tidak ingin tahu apa yang terjadi antara Jeno dan Cilla, setelaha akhrinya Jeno menceritakan semuanya, bahwa Jeno memang sudah berjanji kepada orangtua Cilla untuk menjaga perempuan itu, saat itu Cilla yang mengajak Jeno berpacaran pun akhirnya Jeno iyakan, tapi sialnya Jeno malah terkurang di lingkaran setan bersama dengan Cilla, Cilla benar-benar perempuan yang jahat.
“Terus, siapa cewek yang lo suka Kak?”
“Lo,” jawab Jeno tanpa perasaan bersalah karena sudah membuat Sylena terdiam dan rasanya tidak bisa bernapas. “Lo, Sylena, gue suka lo, sejak dulu.”
Sejak kejadian itu hingga Jeno lulus lebih dahulu dari kampus itu, Sylena sama sekali tidak mengatakan apa pun kepada Jeno, Sylena tidak bisa bersama dengan jeno, dan tidak akan pernah bisa, sampai kapan pun.
Tamat

KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Idol
القصة القصيرةBagaimana jika idolamu terasa sangat dekat denganmu? Bahkan, bisa berinteraksi secara langsung. Bukankah sudah pasti menyenangkan?