Story by Agnes Meilina
Agnes kembali menatap lawan bicaranya dengan sinis. Apa tadi yang cowok itu bilang? Jatuh cinta padanya? Secepat itu? Cuma orang-orang penggemar novel romance picisan aja yang percaya adanya cinta pada pandangan pertama. Agnes? Tentu saja enggak!
"Agnes Meilina, apa jawabannya?" Sehun kembali menatap Agnes dengan pandangan yang memuja. "Kamu pasti mau dong samaku? Secara ya aku ganteng, iya. Pintar, iya. Kaya juga iya."
Apa tadi? Cowok gesrek satu ini sales atau apa? Kok jadi promosiin dirinya sendiri? Ada ya manusia yang tingkat kepercayaan dirinya begitu tinggi!
"Maaf, ya. Asal kamu tahu aja, aku juga cantik, iya. Pintar, pasti. Kaya? Bukan aku sih yang kaya, tapi orang tuaku bisa dikatakan kaya." Agnes memandang Sehun dengan pandangan meremehkan.
Awalnya, Sehun pikir sangat mudah untuk menaklukkan Agnes. Dirinya pikir tawaran yang dia katakan tadi sudah mendapat poin lebih di mata Agnes. Lagian kenapa sih Agnes menolak dirinya gitu? Biar ada rasa nyes-nyesnya gitu, ya? Atau biar dibilang susah didapatin? Ah, pasti itu.
Sehun kembali memasang senyum manisnya. "Kamu gak usah malu-malu buat nerima aku. Kamu tahu? Sekarang sudah gak zamannya lagi pura-pura nolak, cuek dan bersikap jutek biar bisa narik perhatian cowok. Apalagi aku."
Sehun maju selangkah dan memegang tangan Agnes yang selembut kain sutra. Ini si Agnes pakai susuk kali, ya? Atau dia jampi-jampi gue? Kok megang tangannya aja udah bikin jantung gue degeun-degeun kayak digejar zombi?
"Nes, kamu pasang susuk, ya?"
"Gila kamu!"
"Baru tahu? Aku kan emang tergila-gila sama kamu."
Dengan segera Agnes menepis tangan Sehun yang makin lama kok makin kelewatan! Tadi tangan, kenapa lari ke pipi? Apa lagi ini? Kenapa mukanya jadi ikut-ikutan maju? Pake monyong segala bibirnya!
"Sial!"
Agnes segera menendang apa yang dia bisa tendang. Tolong, Agnes masih suci! Walau dia belum pernah pacaran, dia tahu step selanjutnya yang bakal dilakuin Sehun. Apa tadi? Suka? Cinta? Nafsu kali! Dasar mesum!
"Sayang, jangan lari! Nanti kamu jatuh!"
Agnes berhenti dan memicingkan matanya. "Sayang ndasmu! Gelo! Mesum!"
Setelah mengatakan itu, Agnes berlari sekuat tenaga. Dia percaya bahwa sekuat apapun iman yang kamu miliki, tapi kalau digoda sama setan setampan Sehun mana bisa dia menolak? Untung saja otaknya masih bisa berpikir cepat dan bersyukurlah Agnes dengan segala ajaran kakak sekolah minggunya dulu, bahwa dia harus mengingat Tuhan ketika ada di dalam pencobaan. Tidak sia-sia dia belajar firman Tuhan. Walau dia pikir gak ada salahnya mencoba, apalagi sama Sehun, kakak kelas ganteng yang bisa dibilang jadi bahan ke haluannya tiap malam.
Sedangkan Sehun, dia menatap kepergian Agnes dengan pandangan geli. "Kok lari, ya? Padahal tadi gue cuma mau ambil daun ini aja." Sehun menatap daun yang sudah dia buang. "Atau dia mikir gue mau cium dia kali, ya? Tapi kan gak di sekolah juga. Heum, di taman mungkin? Pas malam mingguan? Aduh, si Agnes. Jadi pengen cepat-cepat dipacarin rasanya."
Sehun dengan rasa percaya dirinya.
****
Lima tahun sudah berlalu. Penolakan Agnes di belakang sekolah telah membuatnya kehilangan Sehun. Kehilangan? Apa tidak selera makan, kepikiran dia di tengah malam atau pas sedang hujan dibilang kehilangan, mungkin jawabannya iya.
Tidak! Apa-apaan otaknya tadi bilang iya! Dia itu cuma bingung, kalau Sehun benar-benar serius, gak mungkin dia hilang ditelan bumi? Atau dia cuma halu aja?
Alih-alih merasa kehilangan, Agnes ingin menganggapnya sebagai cinta monyet. Agnes yang jadi cintanya, Sehun jadi monyetnya. Heum, tapi masa iya ada monyet seganteng Sehun? Gapapa! Masa Agnes yang harus jadi monyetnya? Cantik kayak gini.
Agnes menghentikan pikiran random yang tiba-tiba muncul di otak cantiknya itu. Dia memperhatikan pintu dosen yang tidak kunjung terbuka. Ini si pak dosen doyan banget, ya, ngurung diri di ruangannya. Mau sok jaim dan jual mahal gitu sama Agnes? Dicuekin Sehun tiba-tiba aja dulu gak buat dia sampe ngemis-ngemis, kok! Jadi, sampai kapan pun Agnes enggak mau ngemis-ngemis tuh di depan dosennya. Biarkan aja saling adu siapa paling betah di sini.
"Pak, tenang aja. Agnes gak bakal nyerah buat dapat tanda tangan bapak. Mau ngurung diri di ruangan? Sok atuh. Mau masang muka serem? Udah biasa, mama di rumah gak kalah serem. Mau sok-sok nolak? Walau ini agak buat sakit hati, sebenarnya aku yang sering nolak, tapi gapapa, biar jadi pelajaran aja buat Agnes. Apalagi setelah nolak Sehun dulu." Monolog Agnes sembari menatap daun pintu yang berwarna coklat. Dan apa tadi? Kok malah baper lagi sih, Nes!
"Ngapain, Lo?"
Agnes menoleh kepada Eunwoo. "Si doi nyuekin gue lagi."
Eunwoo yang tadinya hanya berdiri menatap Agnes dengan segera duduk, bahkan agak menghimpit Agnes ke pojokan, biar duduknya bisa dekatan. "Kali ini mau minta apa sama doi?"
"Gue mau nyerahin berkas gue ke fakultas. Kurang tanda tangan doi aja, kelupaan satu lagi. Eh, tapi dari kemarin sikapnya sok ngambek. Masa iya gue dicuekin?"
Bisa dikatakan bahwa Agnes ini sangat ekspresif. Dirinya yang tidak suka jaim dan terlihat apa adanya menjadi poin plus yang sering kali membuat lawan jenisnya menaruh rasa. Agnes punya kepribadian yang mudah akrab dan membuat orang nyaman, seperti Eunwoo.
Berita ini bukan kabar baru lagi. Semua orang pun tahu kalau Eunwoo memiliki rasa pada Agnes. Eunwoo yang biasanya bersikap dingin dan apatis terhadap hal sekitar akan berbeda jauh ketika berhadapan dengan Agnes. Dia yang jarang senyum dan cenderung ketus saat berbicara, bisa selembut dan semanis gula ketika Agnes mengajaknya berbicara. Dia bahkan rela meminjam catatan kuliahnya yang dia buat baik-baik selama kuliah kepada Agnes. Padahal, mau sampai gedung runtuh pun Eunwoo tidak mau meminjamkan catatan itu kepada teman satu kelasnya.
"Sabar," ucap Eunwoo lembut sembari mengusap rambut Agnes. "Udah gak betah, ya, di kampus? Ngebet banget pengen cepat-cepat wisuda."
"Iya, pengen cepat-cepat kerja. Mau punya duit banyak hehehe." Agnes menatap Eunwoo dengan serius. "Oh, iya. Kak Eunwoo kenapa ke sini? Tumben banget alumni mau datang di hari kerja. Gak kerja, Kak?"
Pertanyaan Agnes mengembalikan tujuan awalnya ingin datang ke kampusnya ini. Agnes memang benar-benar ajaib. Sudah 2 tahun dia lulus dari sini, kenapa pengaruhnya masih bisa mengalihkan dunia Eunwoo seketika?
"Bentar, ya, Nes. Kakak sampai lupa mau nyari teman kakak."
"Teman?"
"Iya, teman. Tenang aja, cowok kok. Jangan cemburu gitu."
Agnes hanya bisa tertawa canggung. "Kalau cewek juga gapapa, Kak. Kan kakak udah cukup usia buat pacaran toh?"
Jleb. Si Agnes ini benar-benar enggak ada rasa, ya, sama gue? Batin Eunwoo.
"Haha, iya. Wait, ya."
Eunwoo mengambil ponselnya dan sibuk menghubungi teman yang katanya punya urusan di kampusnya ini. Sebenarnya agak membingungkan juga, temannya itu kan bukan alumni sini dan seingatnya temannya itu enggak punya projek yang berurusan sama kampusnya. Namun, demi kebaikan hati Eunwoo yang mana dia juga merindukan Agnes, dia enggak bisa menolak. Dan tada! Ternyata Tuhan baik. Dia bisa bertemu dengan Agnes di sini.
"Lo di mana?" tanya Eunwoo kepada lawan bicaranya.
Agnes sebenarnya penasaran dengan teman yang disebut-sebut Eunwoo, tapi berhubung daun pintu doinya sudah terbuka, dia memutuskan untuk masuk. "Kak, gue masuk dulu, ya," ucap Agnes pelan lalu dia meninggalkan Eunwoo yang masih sibuk dengan ponselnya.
*****Agnes keluar dengan wajah yang begitu bersinar. Akhirnya si doi mau tanda tangan. Sebenarnya Agnes enggak habis pikir, kenapa, ya, ada dosen yang mau mempersulit mahasiswanya? Padahal kan cuma buang energi yang sia-sia dan malah nimbun dosa. Mereka gak tahu apa kalau mahasiswa sering mengumpat di belakangnya karena sering dipersulit? Padahal Tuhan saja meminta setiap makhluk ciptaan-Nya untuk saling tolong menolong, bukan membuat orang menderita. Coba saja dia dibuat menderita sama Tuhan, apa dia mau?
Wajah bahagia Agnes seketika berubah waspada. Harusnya Eunwoo di sini, tapi kenapa sekarang ada dia?
"Agnes?"
Suara itu. Suara yang sampai sekarang masih sangat Agnes rindukan. Perasaan pilu itu kembali hadir. Rasanya Agnes ingin segera pergi dari tempat ini, dia yakin kalau semakin lama di sini hidupnya akan kembali berantakan. Abaikan, pergi dan semua akan kembali seperti semula. Anggap saja bahwa suara dan seseorang yang entah kenapa semakin mendekati Agnes adalah khayalan semata.
Baru saja Agnes ingin kabur, tetapi tangan Sehun sudah sigap menggenggam tangannya. Tidak, bahkan sekarang dia sudah berada di dalam dekapan Sehun. Dekapan yang dulu menjadi mimpi indahnya di masa SMA menjadi nyata.
"Lepas!" Untung saja kesadaran Agnes cepat datang, kalau tidak bisa kembali patah hati dia! Dan apa tadi? Mimpi indah? Masih sempat-sempatnya halu!
Sehun semakin mengeratkan dekapannya. "Enggak. Aku gak akan melepas kamu lagi."
"Lepas! Aku gak mau kamu peluk!"
Aku? Kamu? Cih!
"Aku minta maaf. Oke aku mengaku salah karena dulu cuek dan bahkan mengabaikan kamu, padahal aku baru bilang cinta sama kamu. Aku punya alasan untuk itu!"
Agnes menggeleng keras. "Lepasin sekarang!"
Sehun tetap berkeras. "Enggak mau! Sampai kapan pun aku gak bakal lepasin kamu, Agnes. Sayang, percaya sama aku. Aku bakal berubah dan memperbaiki semua kesalahan aku dulu." Sehun menatap Agnes dengan sendu, kemudian dia berlutut dan meraih tangannya. "Aku tahu aku salah, tapi tolong kasih aku kesempatan."
Sebenarnya Agnes mau-mau saja memberikan lelaki itu kesempatan kedua, tapi enggak di sini juga! Mau ditaruh di mana muka Agnes sekarang? Di depan dosen pembimbingnya dia seperti mau dilamar. Bisa gawat masa depannya!
"Sayang, kamu lihat apa di belakang? Tolong lihat aku, seperti aku menatapmu dengan penuh puja dan cinta." Sehun kembali dengan gombalannya.
Ugh! Cinta apaan! Yang ada dia mati sekarang!
"Sayang?"
Apalagi bilang sayang sayang?! Enggak tahu apa sekarang Agnes udah keringat dingin!
"Sa--"
"Agnes, dijawab dong pertanyaan temannya. Kamu mau menerima dia lagi atau enggak?" Dosennya tiba-tiba mendekat dan menatap Sehun dan Agnes bergantian. "Bukannya tadi kamu bilang kamu mau segera lulus biar bisa cari kerja dan buat bangga kedua orang tua kamu? Jujur, saya tadi tersentuh dengan visi dan misi yang sudah kamu rancang tadi. Semangatmu untuk ingin bekerja turut diberi empat jempol."
Ucapan dosennya berhenti dan menatap Agnes dengan sangat serius kali ini.
"Tapi ternyata saya salah, ya?" Lelaki berusia 50 tahun itu sekarang menatap Sehun dengan pandangan menyelidik. "Kamu ingin menikah?"
"Enggak!"
"Iya!"
Rasanya saat ini Agnes ingin tenggelam di rawa-rawa saja. Benar kata lagu Maudi Ayunda, cinta datang terlambat. Sayangnya untuk saat ini Agnes ingin cintanya enggak usah datang sekalian! Kapan-kapan saja! Kalau kayak gini dia harus buat seribu jurus untuk mencari muka di depan dosennya lagi.
Tanpa pikir panjang Agnes segera menyangkal segala tudingan dosennya, sedangkan Sehun masih asyik mempeloporkan dirinya untuk bisa kembali dengan Agnes. Mereka bertiga asyik sendiri, tanpa tahu bahwa Eunwoo memperhatikan mereka dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.
"Ternyata, benar kata Maudi Ayunda, cinta datang terlambat."
Maudi Ayunda lagi Maudi Ayunda lagi.The End.
![](https://img.wattpad.com/cover/253009207-288-k228372.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Idol
Short StoryBagaimana jika idolamu terasa sangat dekat denganmu? Bahkan, bisa berinteraksi secara langsung. Bukankah sudah pasti menyenangkan?