My Junjie

5 3 0
                                        

Story by Alecha



Hari pertama sekolah adalah hal yang paling membahagiakan bagi siapa pun, termasuk Viola Mahadinata. Gadis berkuncir kuda dengan poni tipis yang menghiasi wajahnya itu tampak menganyuh sepeda mungilnya membelah jalanan ibukota. Wajahnya terlihat berseri-seri mengingat bahwa sekolahnya kali ini cukup jauh. Kenapa jauh? Karena Viola sedang menghindari sesosok lelaki yang selama ini selalu mengacaukan kehidupannya. Baik itu masa kecil, maupun masa remaja SMP milik Viola.
Tak lama kemudian, Viola pun sampai di SMA barunya. Terlihat banyak sekali anak-anak yang sama seperti dirinya. Akan tetapi, tidak sedikit pula ada siswa yang terlihat nakal sedang menunggu anak culun di sudut sekolah. Mungkin kekerasan di dalam sekolah masih berlaku di SMA barunya, membuat Viola merinding sesaat. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak berurusan dengan anak-anak nakal kelas sebelah.
Senyum Viola semakin melebar saat sepeda mungilnya sampai di parkiran, lalu ia pun menghentikan sepedanya di lahan kosong. Kemudian, ia langsung melangkahkan kakinya menyusuri pekarangan sekolah yang terlihat sangat luas. Bahkan saking luasnya Viola takut kalau akan tersesat. Namun, itu tidak membuat Viola takut. Ia malah jauh lebih takut kalau teman masa kecilnya ada di sini, dan kembali mengacaukan masa remaja SMA-nya.
Dengan gairah semangat luar biasa khas anak baru, Viola menyusuri satu per satu kelas yang akan ia tempati selama 3 tahun. Di sini banyak sekali kelas, bahkan hampir satu gedung itu satu kelas, karena saking banyaknya murid yang bersekolah. Kebetulan sekali kelas yang akan menjadi tempat Viola belajar terletak di paling ujung lantai. Artinya, Viola benar-benar mendapatkan kelas paling buruk diantara yang terburuk.
Namun, semua itu tidak sebanding dengan lepasnya teman masa kecil Viola. Kelas buruk pun tidak masalah, asalkan ia bisa menikmati masa remaja SMA-nya tanpa lelaki menyebalkan itu. Sangat menyebalkan memang, membuat Viola semakin frustasi.
Akan tetapi, senyumnya mendadak luntur saat melihat sesosok lelaki yang sangat ia kenali sedang menunduk membaca buku. Itu adalah Huang Junjie. Lelaki dingin bak es batu yang selama ini mengacaukan masa kecil sekaligus masa remajanya, bahkan sepertinya akan mengacaukan masa SMA-nya. Karena Viola kembali satu sekolah, atau lebih tepatnya satu kelas dengan Junjie. Lelaki jenius yang selalu menyiksa dirinya dengan berbagai macam pelajaran.
Dengan langkah geram sekaligus kesal, Viola langsung menghampiri lelaki itu. Namun, Junjie sama sekali tidak terusik akan kehadiran Viola. Ia malah berpura-pura tidak tahu, dan kembali menyibukkan diri dengan bacaannya.
“Kenapa kau ada di sini lagi?!” pekik Viola kesal bukan main, bahkan gadis itu hampir saja menjambak rambut Junjie.
Namun, Junjie hanya mengangkat kepalanya, dan menatap Viola datar. Ia sama sekali tidak berekspresi berlebihan, walaupun ia tahu kalau sebentar lagi gadis itu akan berteriak kesal.
Dan benar saja, tidak lama setelah menanyakan itu, Viola langsung berteriak kesal. Kemudian, duduk di bangkunya sendiri, yaitu tepat di samping Junjie yang kembali menekuni bacaannya. Lelaki itu sama sekali tidak terganggu, membuat Viola menendang-nendang pelan mejanya sendiri. Sedangkan beberapa teman kelasnya tampak melemparkan tatapan bingung, tetapi tidak membuat mereka bertanya lebih lanjut.
Kesengsaraan tidak sampai di situ saja, bahkan Junjie berkali-kali mengganggu Viola yang tengah memejamkan matanya. Lelaki itu berkali-kali menyenggol kepala miliknya menggunakan penggaris panjang. Membuat Viola ingin sekali mematahkan penggaris tersebut. Sayangnya, penggaris itu berbahan besi, membuat Viola meredam keinginannya jauh-jauh kalau tidak ingin membuang tenaga.
Pelajaran pertama pun selesai, membuat Viola bangkit seketika dari meja yang menjadi tempat dirinya menyanggah kepala. Waktu istirahat dan pulang adalah waktu yang paling membahagiakan bagi para murid, termasuk Viola yang kini menjadi berubah drastis saat mendengar bel istirahat berbunyi.
Gadis berkunci kuda dengan poni tipis menghiasi wajahnya itu tampak melenggang keluar dari kelas, membuat Junjie hanya menatapnya tanpa berniat untuk ikut serta. Tujuan Viola adalah kantin sekolah yang masih terlihat sangat ramai. Lagi-lagi ia tersenyum menatap pedagang yang masih diramaikan para siswa. Tidak sedikit dari mereka kewalahan, membuat Viola memutuskan untuk keluar dari kantin. Sebab, mengantri pun percuma saja, karena sebentar lagi bel masuk berbunyi.
Demi menghabiskan waktu istirahat agar tidak terbuang sia-sia, Viola pun memutuskan untuk duduk di taman belakang sekolah. Tentu saja bersandingan dengan gedung kelasnya sendiri. Ia menatap lurus ke depan, melihat banyaknya hamparan rumput menghiasi sekeliling taman. Membuat Viola tersenyum tipis, dan menghirup aroma sejuk dalam-dalam. Akan tetapi, ia langsung mengenduskan indera penciumannya saat mencium aroma lezat.
Namun, Viola tidak peduli. Karena ia yakin kalau yang ada di sini hanya dirinya.tidak akan mungkin ada orang selain dirinya. Sebab, Viola mendengar kalau taman belakang ini terdengar angker, membuat banyak siswa lebih memilih untuk menjauhinya. Akan tetapi, aroma lezat itu tidak kunjung hilang membuat perut Viola mendadak berbunyi.
“Kenapa tidak istirahat?” tanya Junjie menyerahkan sebuah kotak nasi yang berisikan mie goreng spesial khas rumahan.
“Ramai. Malas juga,” jawab Viola memutar tubuhnya membelakangi Junjie, bahkan gadis itu tidak menerima kotak yang diserahkan pada dirinya. Akan tetapi, sahabat lelakinya itu tahu kalau Viola hanya gengsi, lalu menaruhnya pada pangkuan gadis itu, kemudian mendudukkan diri di sampingnya sembari membuka minuman segar yang sempat ia beli di kantin tadi.
“Besok ada PR. Aku akan ke rumah,” ucap Junjie meletakkan botol kosong tersebut di sampingnya, lalu menoleh ke arah Viola yang sibuk memakan mie goreng.
“Tidak. Aku akan mengerjakannya sendiri,” balas Viola pongah.
Sejujurnya, bertemu Junjie di sini sudah menjadi masalah hidup bagi dirinya. Apalagi kalau sampai harus mengerjakan PR bersama. Bisa-bisa ia mati muda. Karena selama ini Junjie kejam sekali. Bahkan terlihat seperti psikopat saat mengerjakan tugas bersama dirinya.
“Terakhir kali kau mengatakan akan mengerjakan PR sendiri malah meminjam buku PR ku yang sudah berisikan jawaban penuh,” sindir Junjie membuat Viola menutup kotak nasi yang sudah kosong itu dengan keras. Bahkan menimbulkan suara cukup kencang.
“Aku peringatkan sekali lagi. Aku tidak akan pernah mengizinkan kau untuk mengacaukan masa SMA. Karena selama ini aku terlalu muak dengan pengajaran yang kau berikan itu,” kecam Viola bangkit dari tempat duduknya, lalu menyerahkan kotak nasi kosong itu pada Junjie. “Terima kasih makanannya.”
Setelah itu, Viola pun melenggang pergi dari taman belakang. Ia sudah terlanjur kesal dengan sahabatnya. Akan tetapi, yang membuatnya tidak habis pikir adalah mengapa Junjie senang sekali satu sekolah dengan dirinya. Kalau dibandingkan dengan otaknya yang pas-pasan mungkin Junjie bisa mendapat sekolah yang lebih elit.
“Bisa gila kalau aku terus-terusan sama manusia itu,” umpat Viola pelan, lalu gadis itu pun melangkahkan kakinya cepat-cepat menyusuri koridor yang tampak ramai.
Akan tetapi, langkahnya langsung terhenti saat di hadang oleh lima siswa yang tersenyum miring ke arah Viola. Salah satu dari mereka terlihat maju ke depan sembari memberikan tatapan menelisik dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Jadi, ini yang namanya Vio,” ucap siswi nakal itu, membuat Viola sedikit ketakutan.
Selama sembilan tahun menyusuri jenjang sekolah, Viola sama sekali tidak pernah terlibat dengan permasalahan para senior. Atau bahkan dirinya yang sengaja menjauh dan memilih untuk tidak mencari masalah. Akan tetapi, lain halnya dengan sekarang.
“Ada apa ya, Kak?” tanya Viola sedikit bergetar.
Siswi nakal itu mendecih pelan, lalu menjawab, “Enggak. Cuma mau tahu aja yang lagi dekat sama Junjie.”
Lagi-lagi Viola terkena masalah hanya karena dirinya dekat dengan lelaki itu. Entah kenapa ia begitu muak mendengar alasan yang sama. Padahal selama ini yang menganggap Junjie pacar itu siapa? Viola sama sekali tidak berharap lebih seperti itu. Ia hanya berharap kalau Junjie lebih jauh-jauh dari dirinya.
“Maaf, Kak. Aku enggak kenal sama yang namanya Junjie,” ucap Viola menutup matanya takut. Ia tahu kalau ucapannya ini sedikit tidak masuk akal, tetapi yang penting bisa lepas dari masalah.
“Oh ya? Masa sih? Bukannya kalian emang udah deket dari dulu? Semua murid di sini juga tahu kali,” balas siswi nakal itu, lalu melangkah maju ke depan mendekati Viola, dan menyentuh dagu mungil milik Viola sedikit kasar.
“Maaf, Kak.” Viola gemetar ketakutan. Bahkan sebagian teman kelasnya yang melihat hal itu hanya diam tanpa berniat melakukan apa pun. Kini Viola tidak bisa lagi mengandalkan Junjie untuk melindungi dirinya. Ia harus mencoba untuk berani.
Dengan gerakan nekat, Viola langsung menepis tangan siswi nakal itu kencang. Bahkan hampir saja limbung ke belakang kalau tidak sempat ditangkap oleh salah satu temannya.
“Kau!” bentak siswi nakal mendelik tajam, lalu tangannya terangkat hendak melayangkan sebuah tamparan pada Viola.
Namun, sebelum hal itu terjadi, sebuah tangan langsung mencekalnya. Semua murid yang ada di sana pun terdiam membisu melihat orang yang berani-beraninya melawan geng legendaris sekolah. Ia adalah Junjie, sahabat Viola yang sejak tadi sudah memperhatikan mereka dari jauh.
“Junjie?!” pekik siswi nakal itu panik, lalu menatap Junjie dengan senyuman genit. “Kau dari mana saja? Aku cari sejak tadi.”
Akan tetapi, Junjie sama sekali tidak menghiraukannya. Ia malah membawa Viola yang masih mematung untuk menjauhi kerumunan. Sebenarnya, ia juga tahu kalau sahabatnya ini masih terkejut akan perlakuannya tadi.
“Vio, kau baik-baik saja, ‘kan?” tanya Junjie panik melihat Viola yang masih tidak bersuara.
Viola tersenyum getir mendengar pertanyaan Junjie, bahkan ia hampir tertawa melihat ekspresi yang jarang sekali lelaki itu perlihatkan. “Junjie, kenapa kau selalu berusaha melindungiku?” Bukannya menjawab, Viola malah menyuarakan pertanyaan yang selama ini mengganjal di hatinya.
“Karena aku sudah berjanji pada diriku sendiri kalau aku akan melindungimu, Vio,” jawab Junjie memegang bahu Viola cukup erat.
Seulas senyum miring terpatri di wajah Viola, membuat gadis itu terlihat mengejek Junjie. “Apakah ini menyangkut masa lalu?”
Junjie terdiam menatap Viola yang kini menatapnya juga, lalu mengangguk pelan. Mengiakan kebenaran.

Me and My IdolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang