Story by Irma
Dia, banyak dikenal dan dikagumi oleh para remaja, bahkan ibu-ibu sekalipun. Begitu juga denganku, yang menyukainya pria itu, Manurios.
Semua berawal dari dia yang menjadi teman baik kakakku, Leon. Aku tidak menyangka dia akan seterkenal ini. Yang aku tahu, dia adalah model di salah satu agensi terkenal. Namun, apa yang aku lihat saat ini adalah pria itu berdiri di depan sana sebagai dosenku di mata kuliah Managemen.
Baiklah, aku tak tahu harus seperti apa. Tapi, sepertinya akan lebih baik jika aku pura-pura tidak mengenalinya. Dan saat ini yang membuatku kesal adalah Atika, sahabatku hanya tersenyum manis kearahnya.
“Pasti nih bocah tau!” gerutuku dalam hati.
Aku sangat yakin itu, kelihatan sekali dari wajahnya yang tidak terkejut sama sekali. Apa hanya aku saja yang tidak mengetahui pria dingin itu mengajar di kampus ini?
“Baiklah, saya rasa kalian mengenal saya. Jadi, saya tidak perlu mengenalkan diri!” ucap Manurios datar.
“Ada yang ingin bertanya tentang kelas saya?” tanyanya. Salah satu temenku unjuk diri, bertanya tentang peraturan di kelas ini.Seperti aturan dosen pada umumnya, tidak diperbolehkan bermain handphone, mengobrol, apalagi terlambat sedetik pun. Baiklah, peraturan satu ini yang aku rasa menyiksa mahasiswa, setiap tugas harus dikumpulkan dua hari setelah diberikan, tanpa terlambat sedikitpun.
“Satu lagi, jika jawaban kalian sama, jangan harap tugas itu mendapatkannilai dari saya.”
“Dan jangan coba-coba mencari jawaban dari internet!” peringatnya kejam.Semua mahasiswa di sini ingin protes tapi, tidak berani menyuarakan pendapat. Yang benar saja, tugas diberi waktu yang sangat singkat dan jawabannya tidak diperboleh mencari dari internet, apa-apan ini?
“Kalian mengerti maksud saya mencari jawaban dari internet, bukan? Jika tidak, kalian memang kelewatan bodoh!”
“Buset, ini dosen mulutnya gak ada saringan apa?” bisik Atika. Aku hanya mengedikan bahu tak peduli.
Setelah menjelaskan peraturan yang sangat jelas, dengan tidak pengertiannya dosen ini membuka mata kuliah di hari pertama dengan kajian yang berat.
***
Semua berjalan dengan semestinya, hampir sebulan ini aku tak bisa bernafas lega. Bagaimana tidak? Setiap tugas yang diberikan dosen laknat itu membuatku kesal bukan main. Ini semua akibat Alan, temen berkedok syaiton itu tak mendengarkan ucapan dosen itu.Dengan tidak merasa bersalahnya, dia mencari semua jawaban dari internet dan berakhir dosen baik hati itu menambah pekerjaannya, yang mana harus memeriksa semua tugas temennya sebelum menyerahkan tugas tersebut, resiko menjadi komting.
Ada satu sebenarnya yang sangat menganjal di hatiku, pria itu sering mengirim pesan singkat di luar konteks perkuliahan. Senang? Tidak begitu, karna dia selalu menanamkan pada dirinya, pesan singkat itu bentuk perhatian terhadap adik sahabatnya.
Tak ada yang tahu tentang rasa suka terhadapnya. Begitupun Leon atau Atika, yang notebanenya adalah orang paling dekat denagnnya. Aku tak begitu memikirkan rasa ini, sebab aku tak ingin berhadap banyak padanya.
“Tik. Tugas pak Johan, udah?” tanyaku pada Atika.
“Belum, masih ngerjain tugas keuangan.”
“Btw, lo udah ngirim tugas pak Rio, kan?” aku mengangguk. Beberapa detik kemudian, Atika menatapku lekat.
“Ingat gak, dulu gue pernah bilang pak Rio suka sama lo?” aku kembali mengangguk.
“Terus, perasaan lo gimana?”
“Apanya?”
“Lo suka sama pak Rio?” aku menggeleng.
“Lo masih gak percaya dengan ucapan gue itu?” tanya Atika.
“Lebih ke gak mungkin, Tik. Gue siapa sih? Pastinya dia udah punya wanita lain lah.” Jelasku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Idol
Historia CortaBagaimana jika idolamu terasa sangat dekat denganmu? Bahkan, bisa berinteraksi secara langsung. Bukankah sudah pasti menyenangkan?