Target

1 1 0
                                    

New York, 22.00 p.m. Kevin dan Reva memutuskan untuk bertemu di sebuah Cafe ternama di kota itu. Ada hal yang cukup mengganjal bagi Kevin yang harus dibicarakannya kepada teman baik Clara tersebut.

"Hey Reva! disini!" panggil Kevin sambil berdiri di samping meja makan nomor 30.

Reva yang sedari tadi mencari-cari keberadaan pemuda manis itu pun berjalan mendatanginya. Dengan pakaian musim dingin dan sepatu high heels berwarna putih ia tampak seperti model victoria top secret.

"Maaf ya lama nunggu, ada beberapa urusan yang harus ku kerjain tadi," ucap Reva sambil menarik kursi yang ada dihadapannya untuk duduk.

"Iya nggak papa," sahut Kevin dengan halus. Mereka lalu berbicara santai ditemani hidangan panas yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

"Rev, sebenarnya aku minta ketemu disini karena ada yang ingin kubicarakan tentang Clara," ucap Kevin dengan ekspresi serius.

Reva yang sedang menikmati secangkir kopi susunya itu pun lalu menaruh cangkir tersebut ke meja kembali, tubuhnya kemudian ia majukan sedikit dengan tatapan fokus ke arah Kevin.

"Tentang Clara? emang ada apa?" tanyanya.

"Jadi gini.. aku sebenarnya udah lama suka sama Clara. Tapi aku berusaha menghilangkan perasaan ini dan sekarang semenjak dia pindah, perasaanku bukan tenang malah menjadi gelisah. Rencanannya aku akan mengejar dia dan balik ke Indonesia tapi yang aku takutkan dia malah merasa aku seperti mengejarnya. Menurutmu gimana? apa Clara merasa risih biasanya kalau ada aku? dan aku juga minta tolong tanyakan padanya alamat rumah dan sekolahnya. Aku bingung harus bertanya bagaimana dengannya, karena beberapa hari yang lalu aku juga mengirimkan beberapa chat tapi hanya dia baca saja," terang Kevin panjang lebar.

Reva yang mendengar hal itu terkejut, matanya agak terbuka lebar. "Jadi selama ini kamu suka sama dia? kenapa nggak bilang sih Kevin... kan bisa aku bantu buat nyomblangin," sahut Reva yang sangat gemas melihat sikap pemuda dihadapannya tersebut.

"Ya jadi gimana menurutmu? aku pengen ngejar dia," lanjut Kevin.

"Ya sudah kejar aja dia, daripada kamu malah depresi disini mikirin Clara. Bentar, aku hubungi dia dulu nanyain alamat rumah sama sekolahnya."

Reva lalu mengambil ponselnya dari dalam tas selempang berwarna merah hati. Ia lalu menekan tombol pada layar ponsel tersebut dan segera meletakan di samping telingannya.

"Hallo Clara."

"Iya Hallo, Rev. Ada apa?"

"Clara. Minta alamat rumah sama sekolah barumu dong."

"Tumben tiba-tiba nanya begitu.. pasti disuruh Kevin."

"........ ng... nggak.. kok...hehe."

"Ya udah kasih tau aja Kevin, alamat rumahku Jl. Saidil, komplek mekar jaya nomor 20."

"Makasih beb!"

dengan gelagapan Reva secara spontan langsung mematikan ponselnya. "Clara tau kalau kamu yang pengen nanya alamat," ungkap Reva dengan sangat serius.

"Ya mau bagaimana lagi, jadi apa katanya Rev?" sahut Kevin yang penasaran dengan percakapan di ponsel tadi.

"Alamatnya Jl. Saidil, komplek mekar jaya nomor 20," terang Reva.

"Baiklah terimakasih banyak, setelah semester ini selesai, aku akan segera pindah ke Indonesia. Aku pasti akan mendapatkannya," ucap Kevin dengan lugas.

"Semoga sukses!" sahut Reva dengan penuh semangat.

******

Jam pelajaran telah usai. Clara pun bergegas keluar kelas. Ia menuju ke depan gerbang sekolah, dimana mobil pribadinya telah datang untuk menjemputnya.

"Dah Clara! duluan ya!" seru Penita yang berlari mendahuluinya. Clara pun membalasnya dengan senyuman.

Saat hampir di depan gerbang sekolah, ia mendengar suara Verrel memanggilnya.
"Clara kesini sebentar."

Clara pun berjalan mendekat.
"Ada apa Pak?" tanyanya heran.

"Clara maaf ya Bapak memanggilmu disaat jam pulang. Bapak lupa memintamu mengisi formulir murid baru untuk Bapak jadikan arsip kelas. Kebetulan besok kan sudah sabtu, sekolah libur. Jadi kamu bersedia kan mengisinya sebentar saja?" tanya Pria berperawakan gagah itu. Jantung Clara terasa mulai tak karuan. Perasaan nervous yang tidak pernah ia rasakan pun muncul kembali.

"Ba..baik Pak," jawabnya terbata-bata.

"Mari ikut Bapak," ajak sang Guru. Clara pun hanya menganggukan kepalanya. Mereka kemudian berjalan menuju ruang guru. Di dalam ruang tersebut, Clara dipersilahkan duduk di samping Verrel.

"Clara ini formulirnya, kamu isi dulu ya. Kalau bingung tanya saja," ucap Guru muda tersebut dengan lembutnya. Clara mengangguk paham. Saat mulai mengisi formulir, dari pori-pori tangannya mengeluarkan keringat dingin yang luar biasa.

"Bapak ada tisu?" tanya Clara.

"Iya ada. Sebentar," Verrel lalu merogoh tas ranselnya.

"Ini tisunya," ucapnya sambil memberikan tisu yang diambil dari dalam tasnya. Clara pun mengambil tisu yang diberikan tersebut.

"Kenapa keringatan begini Clara? kamu sakit?" tanya Verrel. Ia nampak khawatir.

"Ng..nggak Pak.." jawab perempuan cantik itu yang nampak tidak tenang.

"Tatapan kamu mengisyaratkan sesuatu. Permisi ya, Bapak sentuh dahinya. Bapak mau tau aja kamu demam atau tidak," lanjut pemuda itu.

Ia lalu menaruhkan telapak tangannya ke dahi Clara. Saat merasakan sentuhan dari tangan sang Guru. Netranya tidak bisa ia kedipkan lagi. Keringat mengucur deras ke seluruh tubuhnya. Akhirnya setelah penantian yang panjang. Ia benar-benar merasa yakin bahwa di hadapannya itu adalah sang kekasih, Pangeran Kaliatu.

"Badanmu hangat Clara, ya sudah nanti saja mengisi formulirnya. Kamu pulang saja ya," ucap Verrel dengan penuh perhatian. Clara pun mengangguk. Ia langsung bergegas  menjauhi meja sang Guru.

*******

Sesampainya di rumah, Clara langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Sesekali ia menyentuhkan telapak tangan kanannya ke bagian dada, diiringi senyuman bahagia yang terpancar jelas di raut wajahnya.

"Aku menemukannya... aku menemukannyaaaaaa!!!!" teriak Clara dengan  kegirangan sambil memukul-mukul kasurnya.

"Claraaaa berisik!" seru Caroline yang tiba-tiba saja datang dengan cara menembus dinding kamar. Melihat Caroline datang, Clara pun langsung terbangun sambil berucap dengan penuh antusias, "Caroline aku senang banget hari ini!!!"

"Senang kenapa?" tanya heran hantu wanita eropa itu.

"Aku akhirnya berhasil menemukan Pangeran Kaliatu!!!" lanjutnya sambil meloncat-loncat di atas kasur karena terlalu bahagia.

"Wahhhh kok bisa Clara?? gimana caranya?" ucap Caroline yang kini mulai terlihat penasaran. Mendengar pertanyaan teman hantunya itu, ia pun mendudukan tubuhnya kembali.

"Ceritanya panjang, yang jelas aura dan aroma tubuhnya sama persis," sahut Clara dengan penuh penekanan.

"Asik, selamat ya!! sekarang kita harus mikirin caranya biar dia juga naksir sama kamu." Clara mengangguk sambil tersenyum lebar.

"Oh ya siapa namanya? apa dia teman sekelasmu?" lanjut Caroline. Gadis berambut hitam panjang itu pun menggelengkan kepalanya.

"Namanya Verrel. Dia wali kelasku sekaligus Guru seni budaya." Seketika Caroline pun kaget, mulutnya membuka sempurna.

"Clara? kamu serius naksir Gurumu?" tanya Caroline terheran-heran. Clara kembali menganggukkan kepalanya.

"Ya ampun! gimana kalau dia udah punya istri dan anak?!" sambungnya. Clara tertawa ringan.

"Nggak Caroline, dia masih muda kok. aku udah telusuri lewat mata batinku dan dia memang masih sendiri," sahut Clara dengan tenang. Caroline menghela nafas.

"Syukurlah, jangan sampai seperti ceritaku dulu," ucap Caroline yang sudah mulai terlihat rileks itu.

"Tenang saja... nggak kok," sahut Clara sambil tersenyum ringan, "Aku yakin aku pasti akan mendapatkannya!" lanjutnya dengan semangat 45 yang berkobar.

Mengejar Kekasih Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang