Amarah

1 0 0
                                    

Clara pun duduk di dekat Devan. Ia sudah terlalu malas untuk beradu argumen dengan pemuda itu di depan banyak orang.
Baginya semua hanya sia-sia saja, toh tidak akan ada yang berubah pula.

Devan melirik Clara yang terus diam menatap ke arah jendela pesawat. Ia pun mencoba mencairkan suasana dengan menggenggam lembut tangan Clara. Sontak saja Clara terkejut dan langsung melepaskan genggaman tersebut dengan gesitnya.
"Ah! apaan sih! lepas!" celetuknya.

Devan tertawa lucu melihat ekspresi gadis itu. Ia lalu mencoba menggoda Clara dengan menggenggam tangannya sekali lagi, akan tetapi hasilnya tetap sama. Clara dengan sigap menolaknya dengan keras.
"Jangan sentuh-sentuh!" lanjut Clara seraya menunjukan kepalan tangannya di depan wajah Devan.

Sambil menutup mulutnya sedikit, pemuda itu tersenyum geli melihat sikap Clara. Ia merasa gadis yang ada di sampingnya tersebut sangatlah menggemaskan.

********

Satu jam kemudian mereka tiba di lapangan terbang pribadi milik Broto Group.
Clara yang sepanjang perjalanan terus cemberut itu pun langsung berjalan cepat keluar dari pesawat meninggalkan Ayah dan teman-temannya.

Tidak jauh dari tempat parkir pesawat, mobil pribadinya telah menunggu kedatangan gadis itu. Nampak Kedua bodyguards setianya yaitu Pak Dimas dan Pak Sarto berdiri di samping mobil mewah berwarna putih perak tersebut.

"Selamat sore Nona.." sapa Pak Dimas sambil membuka pintu mobil. Clara yang cemberut itu pun seketika beralih menjadi tersenyum tipis.

"Selamat sore juga Pak...langsung aja ya. Nggak usah nunggu Ayah..."

"Baik Nona..."

Clara segera masuk ke dalam mobil. Tidak lama kemudian mobil mewah itu pun segera melaju dengan kencang.

"Clara!!!" teriak Pak Burhan sambil berlari kecil, ia berharap putrinya tersebut akan menghentikan mobil yang dinaikinya.

Devan yang melihat Ayah Clara terpaku memandang mobil sang putri yang terus menjauh itu pun segera mendekati pria tua tersebut. "Tenang saja Om. Akan ku pastikan semuanya sesuai dengan yang kita harapkan..." ucap Devan sambil menepuk-nepuk pundak Pak Burhan.

********
Ting tung Ting tung!!!! terdengar bel pintu kamar Clara berbunyi berulang-ulang dengan sangat cepat.

"Clara!!" panggil sang Ayah dengan suara yang sangat nyaring.

Clara mengernyitkan dahinya, ia merasa heran namun ia pun segera membuka pintu tersebut.

"Ayah ada apa?!" ucap Clara sambil memegang gagang pintu tersebut.

"Clara! Kenapa tadi keterlaluan sekali kamu meninggalkan Ayah di bandara?!" sambung pria tua yang terlihat sangar tersebut.

"Oh? masih penting ya aku Yah?! kenapa tadi nggak barengan wanita panggilan itu saja untuk pulang!" sahut Clara dengan suara yang meninggi.

Ekspresi sang Ayah pun seketika menjadi berubah. Kulit putih wajahnya memerah, matanya menatap tajam, dan tangannya pun mengepal. Ia terlihat penuh amarah.

"Berani sekali kamu mengatakan seperti itu kepada Ayahmu!!!" bentak pria yang rambutnya mulai memutih tersebut.

"Memang benar kan?! aku cape punya orang tua kaya Ayah! nggak pernah mau dengerin keinginan anak! selalu menuruti hawa nafsunya saja! dan kemarin aku liat malah ada lipstick perempuan di leher Ayah?! hatiku sakit!! aku mencoba menjadi anak yang baik. Tapi Ayah selalu melukai perasaanku!" ucap Clara dengan nada meninggi.

"Aku Ayahmu! aku berhak atas seluruh hidupmu! dan apa salahnya Ayah mengundang wanita itu?! toh Ibumu sudah lama meninggal juga kan?!" seketika netra Clara memerah dan berkaca-kaca. Ia merasa terkejut atas ucapan Ayahnya barusan.

"Ibuku nggak akan meninggal kalau bukan karena laki-laki jahat seperti Ayah!!!"

BRAKKK!

ucap Clara yang langsung membanting pintu dengan kencang.

"Clara!!!! buka pintunya!!!!" teriak sang Ayah sambil terus menggedor-gedor.

Di dalam kamarnya gadis itu langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia menangis sesenggukan sambil menutupi   wajahnya dengan kedua tangan.

"Clara..." sebuah suara misterius tiba-tiba memanggilnya. Tangisnya yang nyaring pun seketika terhenti.

"Roro..." ucap Clara.

Ya. Perempuan berbaju kebaya dan berselendang hijau itu kembali lagi. Ia nampak tersenyum manis menatap Clara.

"Lama sekali aku tidak melihatmu, kemana saja kamu selama ini Roro?" lanjut Clara. Perempuan itu pun lalu mendudukan tubuhnya di samping Clara.

"Aku dan para leluhur sedang sibuk rapat di gunung merapi akhir-akhir ini," sahut perempuan berhidung mancung dan berkulit putih susu tersebut.

"Oh begitu...jadi sekarang kenapa tiba-tiba kemari?" tanya Clara lagi.

"Eyang Jalu memerintahku untuk mendatangimu. Ia merasa kondisi jiwamu benar-benar terpuruk sekarang," jawab Roro.

Clara pun tertunduk. Air matanya seketika tumpah kembali. "Memang benar Roro... aku merasa Ayahku sudah bertindak keterlaluan..."

Perempuan itu tersenyum ia lalu mengelus kepala Clara dengan lembut, "Clara.. jangan terlalu mengeluarkan amarahmu ya.. aura negatif nantinya akan semakin banyak mengelilingi tubuhmu...bersabarlah...kau bukan orang sembarangan. Sudah pasti akan selalu mendapatkan ujian.." terang perempuan itu dengan halusnya.

"Tapi aku capek Roro...aku seperti robot bagi Ayahku sendiri. Dari kecil aku selalu mengikuti keinginannya. Tapi yang membuatku tidak tahan lagi adalah aku dijodohkan dengan seorang laki-laki yang tidak berprikemanusiaan, aku dijadikannya  tumbal agar seluruh kekayaan pria itu terselamatkan."

"Tidak hanya itu saja, sifat Ayahku yang suka main perempuan sepertinya mulai kembali lagi. Padahal ia sudah berjanji di hadapan jenazah Ibuku untuk tidak mengulangi hal itu lagi, sebuah kesalahan yang membuat Ibuku akhirnya pergi untuk selama-lamanya ..." lirih Clara.

"Clara.. sini biar ku tenangkan dirimu.." lanjut Roro. Tangan perempuan itu kemudian bersinar dengan terang. Ia lalu menempelkan tangannya di dada Clara sambil memejamkan mata.

Sesaat Clara merasa ada hawa dingin yang merasuk ke dalam rongga dadanya. Jiwanya pun menjadi tenang, bahkan butiran Air matanya seketika mengering.

Roro kemudian melepaskan tangannya yang menempel di dada Clara.
"Clara...tenang lah... ingat jangan terlalu mengeluarkan amarahmu... semakin banyak energi negatif yang ada pada dirimu. Semakin banyak karma buruk yang akan menimpamu..." ungkap Roro. Perempuan berkebaya itu pun tersenyum dan seketika menghilang diiringi cahaya yang begitu terang.

Clara sejenak terdiam dan berpikir.
"Roro benar.... aku tidak perlu terlalu pusing memikirkan semua ini, yang terpenting sekarang adalah aku dan Pak Verrel harus bisa bersatu..."  ucapnya dalam hati.

Ting Tung... bunyi bel terdengar kembali, namun kali ini bunyi itu terdengar pelan.
Clara lalu berjalan dan membuka pintu kamarnya.

"Selamat malam Nona. Maaf mengganggu waktunya. Ada teman Nona di depan..." ucap seorang pelayan yang terlihat cukup tua dengan sanggul di bagian kepalanya.

"Teman? jam setengah sebelas begini? siapa dia Mbok?" tanya Clara.

"Nggak tau Nona.. saya juga pertama kali ini melihatnya.." sahut wanita tersebut.

"Oh gitu. Ya sudah makasih ya Mbok.."

"Njeh. Sami-sami Nona.."

Wanita yang memakai baju khas mbah-mbah itu pun berjalan pergi, dengan cepat Clara pun segera masuk ke dalam lift untuk menuju ke ruang depan.

Sesampainya di ruang tersebut, Clara berjalan pelan menuju pintu. Terlihat dihadapannya seorang laki-laki berperawakan cukup tinggi membelakanginya dengan memakai kaos putih dan celana jeans.

Laki-laki itu nampak sangat rapi.

Clara seketika tersadar. Bola matanya pun membesar. Ia sangat mengenali laki-laki yang ada di hadapannya tersebut.

"Kevin?!"

Mendengar suara Clara. Laki-laki itu pun berbalik ke arahnya.

"Hay Clara..." sapa laki-laki bernama Kevin Anggoro tersebut.

Mengejar Kekasih Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang