Sandiwara

0 0 0
                                    

Clara duduk begitu lama memandang Verrel yang sedang tertidur. Di dalam hatinya terus berucap bahwa ia begitu mencintai laki-laki yang ada di hadapannya tersebut.

"Clara.." ucap Verrel yang tiba-tiba terbangun.

"Bapak. maafkan aku masuk tanpa izin. Tadi pintunya nggak dikunci. Jadi aku langsung masuk saja," sahut Clara yang nampak gelagapan.

"Iya nggak papa. Sama siapa kesini?" tanya Verrel dengan suara yang cukup kecil. Ia terlihat sangat lemah .

"Sendirian Pak.." sahut Clara. "Bapak sudah makan?" lanjutnya.

"Belum.. nanti saja Bapak masak bubur.." jawab Verrel.

Maklum saja, Verrel hidup seorang diri di Jakarta. Ia tinggal di rumah kontrakan yang berukuran tidak terlalu besar. Kedua orang tua nya berada di kampung dan hanya bekerja sebagai penyadap karet.

"Nggak usah masak Pak. Ini kubawakan bubur.." tukas Clara sambil menunjukan sebuah kantong plastik hitam berukuran besar.

"Sebentar ya Pak. Ku taruh ke piring dulu.." sambungnya. Ia lalu mengambil piring bersih yang berada tidak jauh darinya dan kemudian menuangkan bubur tersebut secara perlahan.

"Sini ku suapin Pak.." ucap Clara.

"Nggak usah. Ngerepotin kamu Clara. Bapak bisa sendiri kok.." tukas verrel.

"Nggak papa Pak... mau aja ya Pak kusuapin.." paksa Clara yang sudah memegang sendok berisi bubur. Ia terlihat sudah siap menyuapi Guru muda tersebut.

Melihat niat baik sang murid. Verrel pun akhirnya bersedia. "Iya baiklah.." ucapnya, laki-laki itu kemudian sedikit mendekatkan tubuhnya kepada Clara. Dengan ekspresi bahagia Clara pun menyuapi sang guru dengan perlahan.

"Gimana Pak..enak kan buburnya?" tanya Clara seraya tersenyum simpul.

"Iya enak sekali..." sahut Verrel.

Beberapa menit kemudian. Verrel pun selesai menyantap bubur yang disuapkan kepadanya tersebut. Ia pun kemudian merebahkan tubuhnya kembali.

"Bapak sakit apa sebenarnya?" tanya Clara.

"Ntahlah Clara. Tapi akhir-akhir ini Bapak sering pusing dan cepat sekali lelah.." sahut  Verrel yang masih terlihat pucat itu.

"Kita ke dokter saja ya Pak? atau ku hubungi dokter pribadi keluarga kami saja?" tambah Clara.

"Nggak perlu Clara. Aku akan segera membaik kok.."

"Tapi aku khawatir dengan Bapak...."

Verrel pun terdiam sesaat. Ia menatap dalam Clara.

"Clara.. kenapa kamu begitu baik denganku?" tanya Verrel dengan tatapan serius. Clara pun terlihat cangguh. Di dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia ingin sekali menceritakan kisah masa lalu mereka berdua. Akan tetapi ia mengurungkannya, Clara masih belum siap dengan tanggapan sang Guru nantinya.

"Karena.. Bapak adalah guruku," sahut Clara.

"Oh iya benar juga. Aku kan gurumu.." lanjut Verrel. Ekspresi wajahnya terlihat berubah.

"Clara kamu pulang saja ya. Sebentar lagi malam.. pasti nanti seluruh ajudan Ayahmu akan mencarimu.."  perintah Verrel. Clara pun menganggukan kepalanya.

"Pak. Ini roti-rotian, ini air panas, dan dibagian samping ini air dingin, aku juga sudah membawakan nasi buat Bapak serta ikan, sayur dan daging di toples itu. Pak Verrel cepat sembuh ya.. besok aku akan menengok Bapak lagi.." tutur Clara panjang lebar sambil menunjukan semua makanan yang sudah ia beli dari catering langganannya.

"Terimakasih banyak ya Clara..." ucap Verrel. Clara pun tersenyum. Ia lalu segara bangun dari duduknya yang lesehan.

Belum sempat Clara berdiri, tangan Verrel seketika meraih tangannya.
"Tunggu sebentar .." ucap laki-laki itu.
Clara pun terkejut. Ia lalu melihat tangannya yang sudah di genggam erat oleh Verrel. Laki-laki itu menatapnya dengan lekat.

"Ada apa Pak?" tanya gadis cantik itu.

"Jangan pergi dulu. Sebentar lagi temani aku.." Clara pun mendudukan kembali tubuhnya.

"Iya Pak..." jawab Clara sambil tersenyum. Verrel pun terus menggenggam erat tangan Clara seolah tidak ingin melepasnya.

"Andai saja kamu bisa selalu menggenggamku seperti ini.." batin Clara.

"Entah mengapa bersamamu aku begitu nyaman.." batin Verrel.

*******
Setelah satu jam lebih di rumah Verrel. Clara pun pulang diiringi oleh dua bodyguards setianya yaitu Sarto dan Dimas.

Saat memasuki ruang tamu. Clara melihat sang Ayah, Pak Broto, dan juga Devan sedang asik mengobrol.

"Hey! ini dia bidadari kita..kemari sini Clara.." panggil sang Ayah yang sedang duduk di sofa. Clara yang melihat hal itu pun kaget. Namun ia tidak bisa menolak. Ia pun berjalan mendekati sang Ayah.

"Duduk sini Nak.." pinta sang Ayah yang terlihat sumringah

"Ada apa ya ini Yah? Om?" tanya Clara heran.

"Clara Ayah dan Om sangat senang sekali.. akhirnya kamu dan Devan mau menerima perjodohan ini.." sahut sang Ayah.

"A.. a.. apa me ne rima?" ucapnya terbata-bata.

"Iya... Devan yang bilang sendiri kalau kalian berdua menerima perjodohan itu.." terang sang Ayah.

Clara pun langsung memelototi Devan dengan begitu tajam. "Asem banget ini laki-laki. Kan perjanjiannya mulai minggu depan," batinnya. Ia terlihat geram dengan pemuda di hadapannya tersebut.

Devan pun memelototkan matanya pula kepada Clara. Akan tetapi, tidak lama kemudian ia memberikan kerlingan mata. Clara yang melihat itu pun langsung bergidik.

"I..i..ya..bener kok Yah, Om," sahut Clara.

"Nah! pas banget, karena kalian berdua sudah setuju dengan perjodohan ini. Maka untuk merayakannya, besok kita akan berlibur ke Pulau Hula-Hula!" seru Pak Broto dengan penuh energic.

"A..a..apa? tapi kan Om.." sahut Clara.

"Tapi kenapa Clara? besok kan weekend??" timpal Pak Broto.

Devan pun kembali memelototkan matanya kepada Clara. "Tenang saja Pa. Om..Clara pasti mau. Iya kan sayang?" ucap Devan secara mengejutkan.

"Hah?!! sayang?! manusia setengah gorila ini panggil aku sayang?!" batin Clara.

"Eh... iya bener kok...hehe..." jawab Clara yang nampak canggung.

"Ok bagus! kalau begitu besok kita semua akan pergi ke Pulau Hula-Hula menggunakan pesawat pribadi Broto Grup. Bagaimana Burhan? kau setuju?"

"Tentu saja! malam ini akan aku suruh anak buahku untuk membooking pulau itu, hahahah." sahut Pak Burhan. Kedua orang konglomerat itu nampak sangat bahagia.

"Mari mari sekarang kita bicara tentang bisnis di ruang kerjaku.." ajak Ayah Clara kepada Pak Broto. Mereka pun kemudian bangun dari sofa dan berjalan ke arah ruang kerja Ayah Clara.

Sementara di ruang tamu, masih tersisa Clara dan Devan yang saling menatap satu sama lain. Gadis cantik itu nampak sangat tidak senang dengan Devan.

"Kenapa sih harus bilang setuju segala! mana  nggak sesuai perjanjian awal yang harusnya seminggu lagi!" ucap Clara bernada emosi.

"Tenang aja! aku lebih pintar darimu! kamu mau perjodohan ini batal kan?!" sahut Devan.

"Iya lah! mana mau aku nikah sama kamu," jawab Clara.

"Ya sudah! ikutin caraku!" sambung Devan bernada tinggi.

Clara pun memonyongkan bibir bawahnya.
"Kalau bukan untuk menggagalkan perjodohan ini. Nggak bakalan aku mau jalan-jalan denganmu," lanjut Clara.

"Apalagi aku. Perempuan sepertimu nggak akan pernah menjadi tipeku," balas Devan.

Mengejar Kekasih Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang