Selesai mencuci piring, aku masuk ke kamar, aku melihat dia sedang mengemasi barang bawaannya dan di suruhnya aku cepat berkemas. Dia mendekati dan menjitak kepalaku. Ku tanya apa salahku? dia bilang pikir saja sendiri. Jika dia menjitak biasanya karena aku memanggilnya dengan sebutan Om lagi? Benar kah? Aku memanggilnya dengan sebutan Om lagi? mungkin karena aku sudah terbiasa.
Rumahnya ada di pusat kota, sebenarnya jarak rumah pria itu ke kampusku tidak terlalu jauh, sekitar 15 menitan. Dia memaksaku untuk keluar dari kamar kostku dan pindah ke rumahnya. Dia mengancam tak akan memberikan sepeserpun uang untukku jika aku menolak permintaannya. Namun aku tak memperdulikan perkataannya, aku masih bisa menghidupi diriku sendiri dengan uang gaji yang aku hasilkan sendiri.
Tapi dia tak kehilangan akal, dia mengancan akan membeberkan tentang pernikahan kami kepada semua teman-temanku, termasuk akan mengadukannya kepada Kak Dimas. Mau tak mau, dengan terpaksa aku menurutinya.
Tapi aku harus memakai alasan apa untuk pamit kepada Tika?
Aku sampai di istana baruku. Rumahnya besar, dan halamannya luas. Ternyata dia membuka praktek tepat di depan rumahnya. Di persilakannya aku masuk ke dalam, rumahnya rapih dan bersih.
Apa mungkin dia yang mengurus semua ini sendiri?
Pasti dia punya asisten rumah tangga, namun aku tak menemukan seorang pun di rumah ini kecuali aku dan pria menyebalkan itu. Aku cukup kagum dengannya, dia hidup sendiri tapi masih bisa menjaga kebersihan dan kerapihan di rumah yang sebesar ini. Aku jarang menemukan ada pria yang bisa suka dengan kebersihan.
Aku mengelilingi rumah ini. Simple dan elegan, dengan nuansa warna yang serba monokrom. kata orang, rumah adalah cerminan dari pemiliknya? Mungkin bisa dibilang begitu, keliatan sih kalo dia orangnya rapi dan suka dengan kebersihan.
Terdapat empat ruangan yang berjejer rapih di area ruang tamu. Ruang pertama adalah kamar milik pria itu. Ruang kedua ternyata ruang kerjanya dengan dinding yang menjadi rak di antara buku-buku yang tersusun rapih. Terlihat seperti perpustakaan mini di dalam rumah. Di tengahnya terdapat komputer yang tersusun rapih di atas sebuah meja. Dan tak luput juga beberapa tumpukan file yang menumpuk di atas meja.
Ruang ketiga ternyata tempat penyimpanan obat obatan serta beberapa property dari klinik yang di pindahkan ke dalam ruangan ini. Ruangan keempat, aku tak bisa melihatnya karena ruangan ini terkunci, sepertinya sih itu kamar untuk tamu.
Aku menurunkan semua barang barangku dari dalam mobil. Aku harus memindahkan semua barang barang ini kemana? Gak mungkin dong aku pindahin semua barang barangku ke kamar itu, kamar milik pria menyebalkan itu?
"Om, barang barangku dipindah kemana ini?"
"Pindahin ke kamar lah. "
"Kamar mana nih Om?"
"Kamar saya lah!"
"Gak ada kamar lain, Om?"
"Ada, gudang mau?"
"Ih! yang bener dong, Om?"
Dia mendatangiku lalu menyeret aku dan koperku untuk memasuki kamarnya.
"Kopernya kamu taruh di pojokan sana saja, nanti saja dibereskan, sekarang kamu ikut saya," tangannya menarik tanganku pergi
"Mau kemana, Om?"
"Eh! saya bilang apa tadi malam? Mulai sekarang kamu panggil saya Mas, bukannya Om lagi. Memangnya kapan saya menikahi tante kamu?"
"Ya, Om kan nikahnya sama aku, bukan sama tanteku!"
Pletakk, dokter sinting itu menjitak kepalaku lagi, karena tanpa kusadari aku memanggilnya dengan sebutan "Om" lagi.
"Nah kan, sekarang kamu sudah sadar, jangan panggil saya Om lagi tapi panggil saya..," dia memberiku kode untuk melanjutkan kata katanya
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGANTIN DADAKAN ✔ [ Sudah Terbit]
RomanceSindrom perfeksionis telah menjalar ke dalam kehidupan milik Mira Mariana, seorang dara cantik yang terkesan naif, namun juga keras kepala. Dari dulu dia selalu menginginkan hidup yang sempurna seperti yang dia harapkan. Dia akan melakukan berbagai...