BAB 1 : Apa Yang Terjadi?

6.3K 413 1
                                    

Aku pulang dengan wajahku yang sudah tampak lelah. Kubuka gerbang rumahku, saat aku masuk, kulihat ada sebuah mobil Alphard hitam yang terparkir di halaman rumahku. Kupikir itu tamu Ayahku, karena memang biasanya banyak teman Ayah yang datang ke rumah untuk bertamu.

Aku melihat banyak orang yang berkumpul di dalam ruang tamu rumahku, bersama tiga orang tamu dan seluruh anggota keluargaku. Namun aku melihat tubuh Eyang Kakungku yang tergeletak lemas di atas sofa, serta raut wajah Pakdeku yang terlihat amat emosi itu menyeret-nyeret tangan Mbak Della masuk ke dapur. Sedangkan Budeku menangis sesenggukan di atas lantai. Ketiga orang tamu itu juga terlihat sangat panik. Salah satu tamu tersebut adalah seorang pria paruh baya, ia tampak sedang bingung, terlihat dia sedang memegang dan mengusap-usap kening kepalanya. 

Ayah dan Bundaku berusaha untuk menenangkan suasana. Cukup lama aku berdiam diri di depan pintu rumahku, akhirnya aku memberanikan diriku untuk masuk ke dalam meskipun suasana di dalam rumah itu nampak sedang keos.

Ada apa ini? 

Aku berusaha mengabaikannya saja karena aku pikir ini urusan para orang tua, namun aku juga bingung dengan apa yang sebenarnya telah terjadi sesaat sebelum aku datang. Aku juga sangat khawatir dengan keadaan Eyang Kakungku saat ini. 

"Assalamualaikum," ucapku. Seketika semua orang yang ada di dalam ruang tamu itu menoleh ke arahku. 

"Waalaikumsalam,"

"Mir! Cepat siapkan mobil! kita bawa Kakung ke rumah sakit!" Perintah Ayah karena dia kepalang panik melihat Eyang Kakung menggeram kesakitan sambil memegangi dadanya. Aku juga ikut panik dan segera menyiapkan mobil untuk segera membawa Kakung pergi  ke rumah sakit. 

Aku melajukan mobilku dengan cepat agar segera sampai ke rumah sakit. Beruntung jalannya sudah lengang karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Kakung langsung dilarikan ke ruang IGD dan segera ditangani oleh seorang dokter. Ayah dan Bundaku menyuruhku untuk tetap berada di luar ruangan, sembari menunggu kalau ada yang orang yang mencari Kakungku.

Sedih dan panik bercampur menjadi satu, ditambah lagi aku tak tau peristiwa apa yang barusan terjadi sebelum aku masuk ke dalam rumah. Lalu dari jauh samar-samar ada beberapa orang yang berlari menuju ke arahku. Ternyata keluarga Pakde dan keluarga si tamu tadi menyusul kemari. Mereka menanyakan keadaannya, namun aku juga tak tahu harus menjawab apa karena Kakung masih diperiksa. Kami hanya bisa menunggunya di luar ruangan dan menunggu kabar selanjutnya dari dokter yang menanganinya. 

Jam menunjukkan pukul setengah satu malam. Kakung disarankan untuk dirawat inap karena keadaan Kakung yang masih lemah. Lalu ia dipindahkan ke sebuah ruangan VIP yang ruangannya cukup luas. Kini keadaannya sudah lebih membaik. Malam ini kami semua berkumpul di ruang rawat inap Kakung. Kini di tubuh Kakung terdapat selang oksigen dan selang infus yang melingkari tubuhnya. Saat ini Kakung tengah tertidur karena efek obat bius. 

"Lalu bagaimana kelanjutannya?" tanya seorang wanita paruh baya yang duduk di depanku. 

"Sabar, Ma! Nanti dulu dong! lihat dulu situasinya!" jawab seorang pria paruh baya yang sepertinya itu suami dari wanita itu.

"Sebentar, Mbak. Mungkin saat ini masih belum tepat untuk membahas ini." jawab Ayahku. 

"Yah.., Ayah, Bapak siuman!" teriak Bundaku yang duduk di sebelah ranjang Kakung. 

Lalu Ayah, Pakde dan pria paruh baya tadi mendatangi Kakung yang tengah lemas terkulai di atas ranjang rumah sakit. Kakungku membisikan sesuatu kepada mereka, "Lanjutkan, bagaimanapun juga harus tetap dilanjutkan, jangan dibatalkan walaupun bukan Della pengantinnya."

Kami semua mendengar kata-kata Kakung, meskipun pelan namun suara Kakung masih terdengar di telinga kami semua karena saat itu ruangan sedang hening. Aku pun baru tersadar, jika orang-orang yang berada di depanku ini adalah calon besan Pakdeku. 

Tapi apa maksud dari ucapan Kakung? Bukan kah memang Mbak Della yang akan menikah? Lalu apa maksud walaupun bukan Mbak Della pengantinnya? 

Aku masih terdiam berusaha mencerna situasi yang saat ini tengah terjadi. Mbak Della masih menangis sesenggukan di sebelahku, aku ingin menanyakannya namun aku sungkan, takut disebut ikut campur pada urusan para orang tua. Mungkin bisa saja hal itu menyangkut masalah pribadi mereka?

Tapi rasa penasaran ini tetap mendesakku untuk mengetahui tentang apa yang sebenarnya telah terjadi. Akhirnya, aku memberanikan diriku untuk bertanya kepada Mbak Della.

Aku membisikkan sesuatu di telinganya, "Mbak..,"

Belum selesai aku berbicara, Ayahku memanggil dia dan calon suaminya menuju ke arah ranjang Kakung. Emang agak kesel sih, jadi aku putuskan saja untuk pergi keluar dan duduk di kursi depan kamar inap. 

Kuhirup dalam-dalam bau udara malam yang dingin ini. Aku pijati tubuhku yang lelah ini, karena sehabis pulang dari kampus aku cepat-cepat pulang ke rumah dan saat di rumah juga aku belum sempat beristirahat. Kupejamkan mataku sebentar untuk mengusir rasa lelah ini. Tak lama, Mbak Della datang dan memelukku.

"Ada apa, Mbak?" tanyaku. Tapi Mbak Della hanya menangis dan semakin mengeratkan pelukannya.

Lalu Mbak Della membisikkan sesuatu di telingaku, "Maaf Mir, maaf!" 

"Kenapa sih, Mbak?"

"Ayo masuk, Mir. Kakung memanggilmu untuk masuk ke dalam," ajaknya, tanpa menjawab satupun pertanyaan yang sudah dua kali ku lontarkan kepadanya. 

PENGANTIN DADAKAN ✔  [ Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang