"Kau ingin mempercepatnya? Kenapa?" tanya RAT kepada kliennya yang menelepon saat hampir tengah malam. Mitranya mendengarkan dengan seksama di sampingnya sembari menyilangkan tangannya di depan dada, bibirnya yang tipis dan berwarna merah muda menyunggingkan seringai.
"Karena sepertinya polisi dan si wartawan sudah mulai menyelidiki ke arah yang benar. Tampaknya aku hanya punya kurang dari 24 jam sebelum mereka berhasil membongkar semuanya," ucap sang klien, suaranya sedikit bergetar.
RAT melirik ke mitranya yang mengangguk pelan dan kemudian berkata, "Tunggu instruksi kami." Sambungan telepon lalu diputuskan. Ia menoleh ke arah mitranya dan bertanya ragu-ragu, "Kau yakin soal ini? Percepatan biasanya membawa masalah..."
Sang mitra menyenderkan kepalanya ke bahu RAT dan pria itu memanjangkan tangannya untuk merangkul tubuh si mitra. "Percepatan ini mungkin hal yang baik, untuk klien kita dan juga untuk kita."
"Kau lelah?"
"Sedikit. Aku butuh tidur nyenyak malam ini jika memang panggung kematian terakhir adalah esok hari." Mitranya kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang, memejamkan matanyanya. RAT mengelus pipi dan rambut mitranya itu, kemudian berbaring di sampingnya.
Terlepas dari masalah yang mungkin timbul dari permintaan si klien, ia sungguh tidak sabar dengan panggung esok hari.
***
Entah kutukan apa yang merundung Harmac, tetapi bahkan matahari yang bersinar terang pagi ini-pun tidak dapat membuat suasana kota ini menjadi cerah. Langit tetap kelabu tanpa awan, orang-orang berjalan cepat dengan menundukkan kepala, suara teriakan tukang perbaikan pipa bawah tanah terdengar di mana-mana dan ditambah para pengemis yang duduk-duduk mengotori trotoar jalan.
Linda melemparkan uang kecil yang kebetulan ada di saku celananya kepada seorang pengemis kurus dan kumal dengan pakaian hijau tebal. Lalu, ia membelokkan langkahnya ke sebuah gedung dengan papan bertuliskan Rumah Sakit Harmac. Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 8 pagi lewat sedikit.
Begitu memasuki rumah sakit, Linda langsung pergi ke kamar kecil untuk memeriksa penampilannya. Hari ini ia sedikit menyamar dengan menata rambutnya rapih, memakai blouse cantik dan rok lurus dengan garis membentuk huruf A, sepatu hak tinggi, tas tangan bermerek dan kaca mata hitam, bahkan rambutnya ditutupi topi lebar. Ia terlihat seperti nona kelas atas yang anggun.
Setelah memastikan semuanya sempurna, ia keluar dari kamar kecil dan menghampiri resepsionis. "Selamat pagi," sapanya dengan nada bicara agak lebih tinggi dari biasanya.
"Selamat..." si resepsionis tampak mengernyitkan alis. "Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
"Ya, saya ingin bertemu dengan direktur personalia," ucapnya penuh percaya diri.
"Maaf?" si resepsionis tampak bingung.
"Direktur Personalia Rumah Sakit Harmac. Saya dari Dinas Sosial dan ada yang ingin saya bicarakan dengan beliau terkait salah satu karyawannya." Linda tidak gentar dan terus berusaha tampil meyakinkan.
"Oh, baiklah. Anda bisa menaiki lift yang ada di sana. Ke lantai 5, lantai administrasi. Di lantai tersebut akan ada resepsionis yang membantu anda."
"Terima kasih."
Dengan langkah tegas, ia berjalan menuju lift, menaikinya hingga lantai 5. Seperti kata resepsionis lobi, resepsionis kantor administrasi menyambutnya dan memintanya untuk menunggu. Berbeda dengan bagian lain rumah sakit Harmac yang suram dan tidak terawat, lantai administrasi ini benar-benar terlihat mewah. Lantai cokelat yang jelas terbuat dari marmer, dinding kokoh hitam yang juga dilapisi marmer, bahkan sofanya dilapisi kulit mahal. Memberikan seadanya kepada para pasien dan memberi maksimal kepada pejabatnya mungkin adalah moto para pejabat rumah sakit ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOSPITAL WARD (M.O.D #2)
Mystery / ThrillerMasa lalu yang mengenaskan menjadi pengantar memasuki lorong-lorong suram Rumah Sakit Harmac. Dimulai dari tiga mayat yang menggantung di bawah langit subuh yang kelabu, Detektif Dennis harus menghadapi seorang pembunuh berantai yang berbeda dari bi...