Twenty Third Body

262 71 19
                                    

Asap rokok yang berwarna abu-abu kebiruan menari-nari di bawah cahaya lampu. RAT menghisap rokoknya lagi sehingga setitik cahaya jingga berkerlap-kerlip dari kejauhan. Ia memperhatikan mobil-mobil kusam mondar-mandir di jalanan, seorang pengemis mengais uang koin yang dilemparkan seorang bapak-bapak bermantel mahal dan di ujung jalan ada beberapa cecunguk yang memperhatikan sekeliling mereka dengan curiga. Di kota ini kesenjangan sosial terasa begitu nyata dan kejahatan bisa dengan mudahnya kentara.

Ia sedang menunggu mitranya, mereka berdua janji untuk bertemu dan makan malam bersama hari ini. Mitranya yang cerdas dan selalu ceria, yang memikirkan bagaimana cara memperindah tempat kejadian perkara agar aura kematian bisa bercampur dengan warna-warna cerah yang megah.

Sang Perias.

Begitulah orang-orang di organisasi menjulukinya. Berbeda dengan Ezki dan Lena yang menganggap perburuan dan kematian manusia adalah suatu permainan yang mengasyikkan. Mitranya ini menganggap kematian seseorang mestinya adalah sebuah panggung pertunjukkan yang grande. Idealismenya ini terlalu kuat hingga RAT merasa heran mengapa di pembunuhan si hakim ia rela melepas panggung itu.

"Apakah kau sudah menunggu lama?" suara seseorang tiba-tiba merasuk dan memutus jalan pikirannya. Tangannya yang ia masukkan ke kantung jaket, dirangkul oleh orang itu sehingga dalam sekejap ia merasa hangat.

"Baru menghabiskan sebatang," jawab RAT, melempar rokoknya ke lantai trotoar dan menginjaknya.

"Di mana kita akan makan malam hari ini? Apa sedang ada yang ingin kau makan?" tanyanya.

Dengan sedikit bercanda RAT menjawab, "Aku sedang ingin memakanmu."

Jawaban itu membuat mitranya tersenyum penuh arti, "Nanti, setelah semua ini selesai."

"Aku bersyukur sebentar lagi ini semua akan selesai kalau begitu," RAT terkekeh dan mereka mulai berjalan bersisian di trotoar, membuat orang-orang menatap mereka. Mungkin pemandangan sepasang kekasih yang sedang berjalan santai adalah pemandangan yang aneh di Harmac.

Setelah berunding sejenak, mereka sepakat untuk hanya makan di food truck yang ada di dekat tempat itu. Food truck itu menjual kebab dan kopi hitam yang lumayan enak. Setelah mereka mengambil pesanan, mereka memakannya sambil berdiri di samping meja tinggi yang penuh dengan kotak bekas makanan. Tampaknya pengunjung sebelumnya terlalu sibuk untuk membuangnya ke kotak sampah yang hanya berjarak tiga langkah dari sana.

"Katakan padaku, apakah karena semua ini sudah hampir selesai, kau membiarkan klien kita melakukan segalanya sendiri?" tanya RAT, setelah menelan kunyahan kebabnya. "Kau bahkan memintaku tidak memanipulasi CCTV seperti biasanya."

"Maksudmu kenapa aku tidak menghias mayat si hakim sedemikian rupa seperti yang aku lakukan dengan yang lain dan membiarkan ada yang melihat sosok klien kita?" ia bertanya balik dan RAT mengangguk. Mitranya terlihat merenungkan pertanyaan RAT sembari mengunyah kebabnya. Akhirnya, mitranya menjawab setelah menelan kebabnya, "Pertama, karena kau tahu sendiri kondisiku yang sekarang bagaimana. Kedua mungkin karena sedikit banyak aku ingin ada yang bisa menghentikannya."

Alis RAT terlihat mengernyit, "Kenapa? Tinggal satu korban terakhir bukan? Korban terakhir itu juga bisa dibilang musuh di kota suram ini."

Sang mitra menatapnya dan tersenyum, "Jikalau saja ia tidak melakukan ini dan melupakan dendamnya, ia bisa melanjutkan hidupnya yang sekarang sudah baik. Tidak semua orang seperti kita yang dulu berpikir tidak mempunyai masa depan sebelum akhirnya ditarik masuk ke organisasi. Klien kita kali ini jelas punya dan sedang menjalaninya. Jadi, sayang sekali, kan?"

RAT mengulurkan tangannya, merengkuh pipi sang mitra dan mengelusnya dengan ibu jari, "Aku jadi semakin ingin memakanmu."

Dengan cepat sang mitra menepiskan tangan RAT dan berseru penuh canda, "Makan saja kebabmu itu! Habiskan! Aku tidak mau kau kembali menjadi tikus kurus kering!"

HOSPITAL WARD (M.O.D #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang