"Berita Terkini! Kembali lagi telah terjadi pembunuhan di Rumah Sakit Harmac..."
"Sialan!" Linda mengumpat. Ia cepat-cepat bangkit dari kursinya, mengambil termos dan menuangkan kopi ke dalamnya. Lekas ia menyampirkan tas di bahunya. Dalam beberapa langkah ia sudah berada di pintu apartemennya, melangkahkan kaki keluar dengan tergesa. Tempat yang ditujunya sudah jelas.
***
"... kali ini korbannya adalah Tahar Fassab, jaksa agung kota Harmac..."
Rako menatap layar televisinya dengan raut terkejut. Ia tidak percaya orang yang kemarin difotonya masuk rumah sakit dengan meraung-raung kali ini diberitakan tewas.
Terlebih lagi ia mengetahuinya dari televisi dan bukan dari sumber Linda di kepolisian. Linda pasti akan marah sepanjang waktu hari ini mengetahui ia terlambat mendapatkan berita sepanas ini. Untuk menghindari Linda yang akan semakin marah, Rako meletakkan cangkir kopinya, isinya tinggal seperempat. Roti panggangnya yang baru dimakan beberapa gigit ia lemparkan kembali ke piring. Dengan gegas ia menyiapkan kameranya dan memasukkannya ke tas. Setidaknya, ia harus sampai di Rumah Sakit Harmac sebelum Linda.
***
"... sumber kami memastikan bahwa Tahar Fassab telah dibunuh, namun menolak untuk menyebutkan penyebab kematiannya. Rumah Sakit Har..."
"Apa-apaan ini!" seru Komisaris Polisi Marlon Cante kepada Dennis yang meringis karena hentakannya. "Kenapa kematiaan Tahar Fassab yang baru kita ketahui beberapa jam yang lalu sudah diketahui oleh media?!?"
"Setiap media mempunyai orang dalam di kepolisian, entah siapa..." ujar Dennis datar. Ia merasa tidak punya waktu untuk menghadapi Komisaris Polisi ini. Ia harus segera memulai penyelidikan.
"Ini benar-benar memperburuk citra kepolisian!" seru Komisaris Cante lagi, ia geleng-geleng kepala kemudian mengambil rokok dan pemantik logam berwarna emas dari sakunya.
Dennis memutar bola matanya. Tak sadarkah komisaris bau kencur ini bahwa dengan tingkat kejahatan Harmac setiap harinya, citra polisi memang sudah buruk. Tidak ada masyarakat yang merasa aman berjalan di atas trotoar pada malam hari di Harmac. Bahkan tahun ini mereka harus mentransfer beberapa narapidana ke penjara di kota lain karena sudah terlalu penuh.
Tiba-tiba seseorang masuk ke dalam ruangan bahkan tanpa mengetuk pintu.
"Bukankah semestinya kau lebih mengkhawatirkan pembunuh berantai yang berkeliaran daripada citra kepolisian?"
Touya Raleigh berdiri di ambang pintu dengan setelan jas dan sepatu mahalnya. Parasnya yang rupawan sulit dihindari bahkan oleh Dennis sekalipun. Seketika Komisaris Cante bangkit berdiri dan salah tingkah.
Bahkan seorang yang pongah seperti Komisaris Cante-pun merasa terintimidasi oleh seorang Touya Raleigh? Cih! Pikir Dennis sinis.
"Agen Raleigh..." sapa Komisaris Cante, berjalan menghampiri Touya. "Maafkan saya karena tidak menyambut anda dengan lebih pantas," ucapnya basa-basi. Biasanya, para polisi, terutama detektif sepertinya, tidak ada yang menyukai agen NIC, terutama yang berperawakan seperti Touya Raleigh. Jadi, melihat Komisaris Cante terlihat seperti ingin menjilat sepatu Agen Raleigh terasa sangat menjijikkan bagi Dennis.
"Di masa seperti sekarang kau tidak perlu repot melakukan penyambutan," ucapan Touya terdengar tajam namun ia tetap tersenyum. Kemudian mata hijau pria itu menatapnya, "Aku ke sini mencari Detektif Dennis, jika kau berkenan kami ingin ikut ke tempat kejadian perkara. Sekarang."
Tatapan yang tajam meskipun disertai dengan senyum ramah. Insting Dennis mengatakan bahwa Agen Raleigh bukanlah orang biasa, ada yang lain dari dirinya dibandingkan agen-agen NIC lain yang pernah ia temui. Agen Raleigh masih terlihat brengsek di matanya, tetapi ada bagian dari dirinya yang terasa mengintimidasi, membuat orang-orang merasa harus berhati-hati dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOSPITAL WARD (M.O.D #2)
Mystery / ThrillerMasa lalu yang mengenaskan menjadi pengantar memasuki lorong-lorong suram Rumah Sakit Harmac. Dimulai dari tiga mayat yang menggantung di bawah langit subuh yang kelabu, Detektif Dennis harus menghadapi seorang pembunuh berantai yang berbeda dari bi...