Eighteenth Body

222 68 14
                                    

Suara ketukan di pintu mengejutkan telinganya yang sudah tua, Hakim Agung Aria Razed mendesahkan nafasnya yang terdengar lelah, padahal ia bahkan belum mulai bekerja. Ia tidak bisa tidur semalam, terlalu gelisah memikirkan kasus 10 tahun yang lalu. Konspirasi yang benar-benar tiada arti, hanya karena kepicikan seorang Abash Gonato.

Ketukan pintu terdengar lagi, kali ini sedikit terdengar terburu-buru. "Masuk," tanggapnya pada akhirnya. Kemudian, sosok Bonnie yang lincah dengan warna baju menyilaukan mata memasuki ruangan dengan cara jalannya yang sedikit melompat.

"Hakim Razed, sesuai perintah anda saya sudah mencari pengacara itu. Reyes Meyer."

Hakim Razed menegakkan tubuhnya, seluruh syarafnya tertarik dengan kalimat pembuka dari Bonnie. Otaknya berharap akan ada kabar baik. "Apakah ia bersedia bertemu denganku?" tanyanya, sedikit tidak sabaran.

Kepala Bonnie menggeleng, "Saya memang sudah berhasil menghubunginya, tetapi ia tidak mau berhubungan dengan anda."

"Apa?!?" nada suara Hakim Razed langsung meninggi. "Lancang sekali ada seorang pengacara yang menolak bertemu dengan saya yang seorang Hakim Agung!"

Bonnie langsung terlihat gelisah, ia meremas-remas jemarinya. "Ka, ka, katanya," cicit Bonnie, "berhubungan dengan anda sekarang ini akan membuat nyawanya terancam, termasuk jika anda berbicara dengannya di telepon."

Perubahan langsung terlihat di wajah Hakim Razed, ia seketika pucat dan emosinya yang barusan berapi-api seperti lenyap. Ia memijat-mijat dahinya, memikirkan siapa lagi yang mengetahui kejadian penuh konspirasi 10 tahun yang lalu itu. Siapa lagi yang bisa memberi informasi keberadaan anak orang itu?

Entah bagaimana seseorang bisa mengetahui langkahnya untuk mencari tahu mengenai keberadaannya dari pengacara Ayahnya. Kemudian, ia menghubungi si pengacara lebih dulu dan memberikannya ancaman agar tidak berbicara dengannya.

Jikalau memang anak dari orang itu masih hidup, tidak diragukan lagi pasti dialah yang membunuh tiga cecunguk, Nay Irish, dan Tahar Fassab. Karena mereka semua terlibat dalam peristiwa itu. Sebentar lagi adalah gilirannya dan Abash Gonato. Tidak perlu berpikir terlalu keras untuk mengetahui bahwa nyawanya sedang terancam.

Sial! Bagaimana ini? Meski sudah tua tentu saja aku tidak ingin mati dengan bola mata tercongkel!

"Anu..." suara Bonnie memecah lamunannya. "Saya juga ingin mengingatkan bahwa medical check-up anda di Rumah Sakit Harmac sudah dijadwalkan satu jam dari sekarang. Apakah Anda ingin saya menyiapkan mobil?"

"Memangnya tidak bisa dijadwalkan di hari lain?" tanyanya ketus.

Mengingat Rumah Sakit Harmac sudah menjadi TKP dari pembunuhan-pembunuhan itu, ia benar-benar tidak ingin ke rumah sakit itu sekarang. Pasti bukan kebetulan semua pembunuhan itu terjadi di Harmac. Anak orang itu pasti sudah merencakan semuanya. Ia juga yakin anak orang itu tidak sendirian dan ia punya dugaan siapa yang membantu anak itu dari kondisi mayat yang ia baca di berita.

Pasti organisasi terkutuk itu! Siapa lagi yang senang bermain-main dengan kematian seperti mereka!

Kembali Bonnie menggeleng, "Maaf, tapi Anda hanya bisa melakukannya hari ini, Hakim Razed. Jadwal anda di hari yang lain sudah menumpuk."

Desahan nafas sedikit kesal keluar dari mulut sang Hakim Agung, ia mencubit-cubit batang hidungnya yang sedikit bengkok. "Baiklah, siapkan saja mobilnya."

"Baik!" seru Bonnie sigap dan lekas melangkah ke arah pintu.

"Lalu, Bonnie..." ucapan Hakim Razed menghentikan gerakan Bonnie. "Telepon perusahaan bodyguard swasta, saya membutuhkan perlindungan maksimal selama check-up di Harmac."

HOSPITAL WARD (M.O.D #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang