Jika ada kota di dunia yang merupakan surga bagi para jurnalis kriminal mungkin Harmac adalah salah satunya. Jalanannya tidak aman, masyarakat saling mencurigai satu sama lain dan pejabatnya korup hingga ke akar. Sang gubernur hanya terus memikirkan untuk membangun daerah bisnis, menggusur masyarakat ke pinggiran dengan taraf hidup kurang dari layak sehingga para pengusaha dan pejabat menjadi tambah kaya dan tamak. Bahkan fasilitas umum seperti rumah sakit hanya ada satu di kota ini, yaitu Rumah Sakit Harmac. Sehingga seorang pejabat dengan harta berlimpah seperti Abash Gonato sekalipun harus puas dirawat di rumah sakit usang ini.
Bangsal dengan kelas tertinggi yang dimiliki oleh Rumah Sakit Harmac sebenarnya cukup memadai dengan peralatan baru dan penerangan yang cukup. Meski retakan dan warna usang di dinding dan langit-langit masih tampak di sana-sini. Namun tampaknya itu semua belum cukup mewah untuk seorang dengan kedudukan tinggi seperti Abash Gonato. Para perawat dibuat kalang kabut karena permintaannya yang menuntut, mulai dari kasur yang harus diganti dengan busa viscoelastic sampai selimut sutra yang dibawa dari rumahnya. Belum lagi para wartawan yang memenuhi rumah sakit demi mendapatkan foto Abash Gonato yang sedang kesakitan.
Seorang suster bernama Arni yang baru saja ditugaskan di Bangsal VVIP merasa kewalahan dengan permintaan Abash Gonato. Akan tetapi sebagai suster yang baru saja ditransfer ke Harmac, ia harus sabar mentaati perintah suster yang lebih senior. Termasuk disuruh-suruh untuk melayani permintaan-permintaan yang kadang tak masuk akal dari Wakil Ketua Dewan Kota Harmac itu.
"Kenapa saya tidak boleh makan foie gras?!" seru Abash Gonato di satu sore ketika ia tersadar dan merasa lapar. Dua dagunya bergoyang-goyang ketika itu, perutnya yang buncit terlihat melendung di balik selimut dan jari-jari gemuknya melayang kesana kemari seperti saat ia sedang menolak petisi anggota dewan. "Kamu berani menolak permintaan saya?!? Kamu tahu siapa saya tidak?!?" Wajahnya yang seperti anjing terlihat merengut, pipinya yang kendor kembang kempis.
Tangan Arni yang sedang memegang pulpen dan papan laporan kondisi pasien bergetar. Ia benar-benar harus menambah kapasitas kesabarannya. "Dokter melarang anda untuk memakan itu, Sir. Anda berada dalam diet yang ketat sekarang," ujarnya, sengaja matanya tidak menatap pejabat dengan tingkah laku mengganggu itu.
"Cih!" Gonato meludah, mengeluarkan genangan putih kental yang teronggok di lantai. "Apa yang dokter-dokter sok pintar itu tahu tentang saya!" serunya kesal.
Kembali Arni mendesahkan nafas dan meletakan papan laporan itu di bawah tempat tidur. "Entahlah, mungkin mereka tahu anda sudah mendekati ajal..." ucapnya sinis.
Wajah Gonato memerah dan alisnya bertaut menjadi satu ketika mendengar itu. Hidungnya kembang kempis, "Kurang ajar!! Seenaknya kau bicara!! Memangnya kau kira kau itu siapa!!"
Tanpa mempedulikan makian Abash Gonato, Arni pergi keluar kamar pasien.
Bangsal VVIP yang biasanya sepi kini penuh dengan para pria kekar berseragam serba hitam yang mendelik kepadanya. Mereka ditugaskan untuk menjaga kamar Gonato agar tak seorang wartawan pun bisa datang. Tetapi, tampaknya mereka tak terlihat berusaha terlalu keras untuk itu. Mungkin karena sebenarnya si Gonato senang dengan segala publikasi murahan yang didapatnya. Untuknya, tidak ada yang namanya publikasi yang buruk.
Arni melewati mereka tanpa peduli, berjalan menuju pusat rawat di mana para suster berkumpul. Ia sedang memasukkan data ke komputer ketika mendengar pembicaraan para suster, "Eh, apa kau dengar bahwa kabarnya hidung si penyanyi genit itu memburuk?!?"
Tampaknya mereka sedang membicarakan Nay Irish, seorang penyanyi yang beberapa hari lalu masuk ke Bangsal VIP karena sinusitis akut. Setidaknya, itu yang diberitakan oleh warta berita hiburan yang sepertinya melaporkan itu hampir setiap waktu. Tetapi, menurut kabar yang beredar di antara para suster, hidung Nay Irish membengkak lalu pecah ketika sedang melakukan perawatan hidung hasil operasi plastik-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOSPITAL WARD (M.O.D #2)
Mystery / ThrillerMasa lalu yang mengenaskan menjadi pengantar memasuki lorong-lorong suram Rumah Sakit Harmac. Dimulai dari tiga mayat yang menggantung di bawah langit subuh yang kelabu, Detektif Dennis harus menghadapi seorang pembunuh berantai yang berbeda dari bi...