Eighth Body

545 92 4
                                    

Langit berwarna biru kelabu ketika ia terbangun dari tidurnya. Diliriknya jam digital di nakasnya yang menunjukkan pukul 7:15 pagi. Biasanya pada pukul ini mentari sudah naik dan bersinar, tetapi tampaknya tidak untuk hari ini. Kepalanya terasa ringan ketika ia bangkit dari tempat tidur, keluar kamar dan langsung berjalan menuju mesin pembuat kopinya. Menyiapkan kopi lalu bersender di lemari dapur sembari memaksa matanya untuk membuka sepenuhnya. Tentu saja ia butuh tonjokan kafein agar semua jiwanya berkumpul sepenuhnya.

Begitu tercium aroma harum kopi, ia mengambil mug-nya dan menuangkan kopi panas ke dalamnya. Seketika cairan hangat berwarna hitam itu masuk ke dalam sistemnya, Linda merasa hidup kembali.

Ia berjalan terseok-seok menuju papan yang semalam sibuk ia coreti dengan teori Abash Gonato. Meskipun setelah berbicara dengan Detektif Dennis ia merasa kesal karena detektif tua itu tidak mengakui teorinya, ia masih yakin Abash Gonato terlibat dalam 2 pembunuhan ini. Ada kemungkinan ini perintah pembersihan dari M Corp karena sebentar lagi mereka akan mendaftarkan sahamnya di bursa efek ibu kota.

Jikalau ia melakukan pencarian terhadap Abash Gonato di internet, maka hasil yang keluar tidak mengejutkan. Reputasi orang ini begitu buruk, terutama di kalangan para aktivis yang ingin ia masuk ke penjara. Namun, seperti yang Dennis Tua katakan, Abash Gonato itu kebal hukum dan ia mempunyai begitu banyak pengikut setia yang berada di dalam lingkarannya. Terlalu banyak untuk dibersihkan satu persatu. Atas pertimbangan apa si pembunuh itu memilih korbannya?

Linda memandangi perjalinan hubungan antara ketiga penjahat kelas teri itu, Nay Irish dan Abash Gonato. Bisa dibilang mereka terlalu remeh untuk dibersihkan dibandingkan orang-orang dan pejabat kelas atas yang bekerja sama untuk menutupi kejahatan Gonato. Mungkin benar kata Dennis, teori ini tidak begitu kuat, terlalu berbau konspirasi, terlalu dicocok-cocokkan.

Tetapi, kemungkinan itu selalu ada.

Oleh karena itu, ia perlu mengkonfirmasi dengan orangnya langsung.

Diambilnya telepon genggamnya yang...

Tunggu sebentar... di mana telepon genggamnya? Bukankah benda itu seharusnya berada di atas nakas setelah ia menelepon Dennis semalam?

Ingatannya terasa buram, namun entah mengapa ia merasa pembicaraannya dengan Detektif Dennis terasa samar. Ia bahkan tidak ingat kapan ia mengakhiri pembicaraan itu. Linda menarik nafas panjang dan berjalan ke arah dapur, di mana ia mendapati telepon genggamnya berada di atas meja saji.

Sekali lagi ia merasa bingung kenapa telepon genggamnya berada di sana. Namun, ia segera melupakannya. Mungkin saja semalam ia memang menelepon Dennis dari dapur sembari meminum kopinya. Ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan dibandingkan mengingat-ngingat letak telepon genggamnya.

Dibukanya kunci telepon genggam itu dan menyentuh nama "Rako" yang tertera di layarnya. Beberapa nada sambung sebelum suara serak pria itu menjawab panggilannya.

"Kau sudah bangun?" tanyanya.

"Ya, baru saja karena mendengar dering telepon darimu..." jawab Rako, sedikit bernada sarkasme.

"Hei... lihat lagi sekarang jam berapa! Semestinya kau sudah siap sejak pukul 5 pagi tadi!" bentaknya. "Sudahlah, pokoknya sekarang kau bersiap! Temui aku di rumah sakit Harmac dalam setengah jam!" Linda memutuskan sambungannya.

Ia harus dapat bertemu dengan Abash Gonato untuk membuktikan teorinya.

***

Terkadang ia bertanya-tanya apakah matahari bermusuhan dengan kota ini. Selang berapa lama ia berada di Harmac, rasa-rasanya jarang sekali ia mendapatkan sinar terik matahari. Semua langit kelabu yang tiada awan seolah-olah menguatkan fakta bahwa Harmac adalah kota yang suram. Lengkap dengan amarah orang-orang di jalan, asap kotor dari got bawah tanah dan bunyi klakson mobil yang bersahut-sahutan nyaring. Rako menggelengkan kepalanya, mengenyampingkan pikiran melankolis yang merasuk di otaknya.

HOSPITAL WARD (M.O.D #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang