Part 13

7 3 0
                                    

Sudah beberapa menit berlalu, namun mereka belum menemukan tempat yang cocok.

"Ha, aku lelah," J kembali mengeluh, membuat Edwin bertambah kesal. Namun ia bisa menahannya, karena memamng benar dengan tubuh berisi J sangatlah susah jika diajak berkompromi untuk berjalan. Hevan, Liam, juga Woti yang sendari tadi tak berbicara sepatah katapun, akhirnya angkat suara. "Oke, begini saja ... jika setelah ini tidak ada tempat berteduh, kita akan membuatnya. Bagaimana?"

"Tapi dari apa?"

"Ah, Liam, tentu dari dedaunan yang lebar."

"Oh ...." Woti dan Liam hanya beroh ria. Sedangkan J mengerutkan dahi, bingung dengan perkataan yang diusulkan eh Hevan tadi. Membayangkan bertedung di bawah daun yang lebar?

"Ini tidak akan terjadi 'kan? Aku harap kita segera menemukan goa atau semacamnya. Aku tidak mau berteduh di bawah daun lagi! Tidak akan pernah!"

Mereka kembali berjalan penuh harap akan menemukan goa, bahkan Hevan yang mengusulkan hal itu merasa memakan ludahnya sendiri. Dia juga tak mau berteduh di bawah daun lebar atau apalah itu namanya, karena sesuatu yang dulu pernah terjadi.

Di tempat Louis juga Harry sekarang, mereka sudah menemukan senjata yang tepat, yaitu dua kayu runcing. Sebenarnya mereka membuatnya, dengan dahan kayu yang kuat dan pisau milik Louis, jadilah senjata. Walau kemungkinan tidak sampai membunuh, tapi bisa menghambat pergerakan 'mereka'.

Bersiap untuk pergi, mengeratkan tangan mereka pada senjata yang telah dibuatnya, namun sepertinya keberuntungan tak memihak mereka. Hujan turun dengan deras, mengguyur apapun yang ada di bawah awan hitam. Tanpa bintang ataupun bulan, badan yang tadinya kering kini basah kuyup. Diterpa hujan yang agak lebat. Membatalkan niat untuk kembali ke ruas jalan, mereka kembali masuk ke dalam goa sebelumnya. Kesal juga lelah menguasi wajah mereka saat ini. Dengusan kasar juga kening yang mengerut, Harry menyenderkan badannya dan meluruskan kedua kakinya. Sedangkan Louis, mengeraskan rahang juga menajamkan mata ke depan, kesal karena tidak dapat kembali, marah karena terjebak dalam situasi menyesakkan ini.

Tak dapat diprediksi kapan hujan akan reda, juga bintang dan bulan yang akan kembali ke tempatnya.

Jika dilihat dari atas langit, mereka semua, secara keseluruhan saling berdekatan, walau tak dirasakan oleh mereka sendiri, namun itulah kenyataannya. Kemungkinan jarak satu sama lain berkisar 20 km, dan hampir sejajar. Sungguh kebetulan yang tak terduga.

"Liam! Kau geser sedikit sana, aku terkena cipratannya!"

"Oh, ayolah, tempat ini tidak cukup luas dan kita semua masih terkena cipratannya. Bukan hanya kau saja!"

"Ck! Aku menyesali usulanku beberapa waktu yang lalu, seharusnya kita segera mencari pohon yang besar. Agar bisa berteduh di bawahnya," gerutu Hevan yang didengar oleh Liam di sebelahnya.

Liam terkekeh dan seketika merubah ekspresinya menjadi mengerutkan dahi. "Itu berbahaya, bagaimana jika tersambar petir nantinya? Dan lagi, kita tidak tau apa yang ada di pohon itu. Terlalu beresiko tau!"

"Gak peduli, lebih baik aku membunuh hewan atau apa pun itu yang bisa mengancam nyawa kita, dari pada berteduh di daun lebar yang tidak ada bedanya dengan tidak berteduh!"

"K--"

"Sudah-sudah! Jika dilanjutkan ujung-ujungnya mengakibatkan perkelahian, lebih baik kalian mengawasi sekitar," J menengahi perdebatan antara mereka berdua. Walau terpisah, dia masih bisa mendengar suara Hevan juga Liam.

"Hm, benar katanya. Kalian akan lebih membantu jika tutup mulut."

"Membosankan," gumam Liam.

Dia tidak menyukai sifat dingin dari Edwin, menurutnya itu sangat membosankan. Tidak seru.

Beralih ke kelompok Viivi, mereka sedang memakan makanan yang dibawa oleh Viivi. Berteduh di dalam gubuk yang entah milik siapa, memang tak terlalu besar atau kecil, namun cukup untuk mereka berlima.

Percakapan terjadi di antara mereka semua, masing-masing menceritakan bagaimana mereka bisa selamat dari para zombie untuk pertama kalinya.

Cerita diawali dengan Alan, dia mengatakan bahwa waktu itu dirinya sedang dalam perjalan pulang, saat berada di jalanan yang cukup sepi, mobilnya dihadang oleh sekumpulan orang aneh. Mereka berjalan dengan tertatih-tatih ke arah mobil, sambil tangannya yang ingin meraih sesuatu.

Sopir yang mengemudi mobil waktu itu, mulai gelisah. Dia berkata, 'mungkin ini segerombolan pencuri'. Alan berpikiran sama sepertinya, tetapi ... kenapa seluruh tubuh mereka seperti dimakan hewan buas?

Lalu Alan mulai berujar kembali, 'mungkin mereka ... zombie? Em ... soalnya aku pernah melihat mereka di salah satu film yang pernah ku tonton kemarin. Namanya apa ya?'.

Itulah pertama kalinya dia bertemu zombie, beralih cerita ke 10K. Waktu itu dia sedang memancing dengan ayahnya di pinggir sungai. Tanpa disadari mereka, tiba-tiba seseorang menyergap tubuh keriput ayahnya hingga terjun ke aliran sungai. Beberapa kali tubuh sang ayah berbenturan dengan bebatuan sungai itu. 10K berlari mengejar sang ayah yang telah pingsan dengan luka di pelipis dan keningnya. Sedangkan orang yang menyergap tubuh ayah 10K sebelumnya berusaha meraih-raih kembali tubuh ayah 10K. Hingga mereka berada di ujung aliran sungai dan terjun bebas. Lebih tepatnya mereka berada di aliran yang menuju air terjun, lantas tubuh ayahnya jatuh hingga menghantam batu yang begitu besar. Begitu juga dengan orang itu, namun anehnya ... dia masih bisa berdiri dan mengoyak tubuh hidup di sebelahnya. 10K yang melihat itu syok dan segera berlari menuju awal dia memancing tadi, karena di sana ada perlengkapan senjata milik sang ayah.

Air mata menetes dari pelupuk mata 10K, membuat orang-orang di sana ikut merasakan kesedihan itu.

Tetapi apalah daya manusia yang hanya bisa menjalani kehidupan yang telah diatur oleh sang pencipta. Nial yang berada tepat di sebelah temannya mencoba menenangkannya.

Beberapa detik kemudian, Alan bergeming, "Tak perlu larut dalam kesedihan, lebih baik kita lanjutkan ceritanya. Sekarang giliran Nial ... ayo."

Nial mengangguk dan mulai bercerita.

"Dulu aku hanya seorang pria biasa, pergi berlibur di sebuah hotel yang dekat dengan pantai. Untuk menenangkan pikiran. Itulah tujuanku datang sendiri ke tempat itu. Hari-hari sebelumnya sangatlah damai, hingga entah dari mana virus zombie menyebar dan memenuhi bibir pantai. Aku yang sedang duduk santai di salah satu kursi langsung berlari menuju dalam hotel. Mengikuti ke mana orang-orang berlari, dengan sesekali menengok ke belakang, melihat para manusia di pantai itu menjadi kanibal."

Nial menjeda perkataannya dengan menarik napas pelan.

'Z' Hunter [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang