Part 14

7 3 0
                                    

Nial PoV.

Aku menjeda perkataanku dengan menghirup oksigen, lantas melanjutkannya lagi.

"Aku berlari menuju lobi hotel bersama orang-orang asing yang juga menghindari manusia aneh, di mana rata-rata semua adalah pengunjung pantai itu atau tamu di penginapan itu. Setelah masuk, pintu dikunci dari dalam diberikade dengan semua barang-barang yang sekirinya bisa menahan pintu. Walau masih ada orang yang selamat di luar, orang-orang yang di dalam tidak ingin memasukkannya, sebab orang-orang aneh itu mulai mendekati pintu. Terlihat dari sela-sela jendela yang ikut dihalangi oleh beberapa sofa besar. Hingga pada akhirnya orang-orang itu dimakan oleh mereka, banyak darah yang masuk dari sela-sela pintu kayu bagian bawah disertai suara jeritan yang memilukan. Ada beberapa dari kami ikut berteriak, seketika itu juga suara geraman terdengar dari luar. Kami mulai panik, dan di tengah-tengah kepanikan itu ada seorang anak kecil yang mengatakan bahwa krang-orang kanibal itu adalah zombie. Mereka sama dengan komik yang anak kecil itu baca sesaat. Entah siapa pria itu, dia menghampirinya dan melihat isi dari komik tersebut.

Benar saja, pria dengan tubuh kekar sedikit kecoklatan itu memijit keningnya. Dan, seperti yang dikatakan anak tadi, mereka adalah zombie.

Sudah, itu awal mula aku tau bahwa mereka adalah zombie," jelasku panjang lebar. Membakar salah satu ujung rokok yang diberikan Harry sebelum menghilang, lalu menyesapnya dan mengeluarkannya lewat hembusan hidung juga mulut. Membuat sekitarnya di kelilingi asap rokok.

"Hei, dari mana kau mendapatkan itu?" Ah, ini pertama kalinya dia berbicara padaku.

"Dari Harry, saat akan melanjutkan perjalanan." Jawabku lagi dengan melakukan hal sama kepada rokok yang ku pegang di tangan kanan. Aku tau bahwa Sofie sedikit tak suka dengan asap rokok, namun lama-kelamaan dia terbiasa karena kekasihnya, Harry, pecandu rokok. Walau terpaksa namun dia tetap merimanya.

Aku menempelkan punggungku yang terasa nyeri ke dinding. Menatap atap gubuk ini dengan kosong, aku rasa pikiranku benar-benar bolong.

"Baiklah! Sekarang giliranku untuk bercerita 'kan?!"

Hmm ... Viivi, umurnya berapa, ya, kira-kira?

20? 30? Atau ... dia masih anak SMA?! Ahahah aku yakin tidak, mungkin.

"Hei! Sekarang giliranku!"

"Oh, ayolah Sof, kau tidak mau mengalah pada yang lebih muda? Harusnya orang yang lebih tua mengalah pada anak muda sepertiku ini," dia membanggakan dirinya sendiri, mentang-mentang dia yang labih muda di sini.

"Tidak-tidak! Ini giliranku, setelah Nial kan di sebelahnya adalah aku, jadi akulah yang akan bercerita setelahnya!" Sofie kukuh juga, aku ingin lihat bagaimana perlawanan dari Viivi.

"Lalu? Kenapa aku harus mengambil jalan mendaki jika aku bisa menikung? Sikapmu terlalu kaku, terlalu memikirkan aturan, cobalah tentang aturan itu, hiduplah dengan bebas. Tapi, jangan terlalu bebas, kebebasan yang terlalu berlebihan bisa membuatmu masuk ke dalam lubang yang sangat dalam."

???

Kenapa dia mengucapkan itu dengan nada sedih? Seperti dirinya lah yang dia maksud, aku menoleh ke Alan yang berada di samping Viivi, nampaknya ia juga merasakan kesedihan itu. Terlihat dari manik biru safir yang menatap wanita di sebelahnya dengan sendu. Seakan ingin merangkul tubuh wanita itu, namun ia sadar kalau tidak baik merangkul seorang wanita asing, apalagi baru ditemuinya.

Nial PoV. end.

Baiklah, sepertinya kelompok Viivi sedang dirundung kesedihan, yang mana dilakukan oleh 10K, dan Viivi sendiri.

Kita beralih pada kelompok Edwin yang masih berlindung dari hujan, deskripsinya memang menggunakan kata 'berlindung', namun menurut mereka, apakah pernyataan itu benar?

"Entah kenapa rasanya kita seperti diawasi," Hevan angkat suara setelah beberapa menit mereka memutuskan pembicaraan.

"Ya, aku juga merasa seperti itu. Apa jangan-jangan--!" Liam membekap mulut Hevan dengan tangan kanannya. Dalam posisi seperti ini, dia malah berteriak dan mengada-ada, membuat Liam jengkel. Selain itu, suaranya juga mengganggu tidurnya.

Hevan meronta-ronta agar tangan yang menutupi mulutnya terlepas dan usahanya tak sia-sia. Dia mendengus kesal, "Tanganmu yang tak pernah cuci tangan itu kenapa memegang mulutku, hah?!"

"Diam, kau mau mengundang hewan mutan ke sini?" Tanya Liam yang masih memejamkan matanya, meletakkan tangan kanan di atas lutut yang di tekuk ke atas.

"Cih," decak Hevan.

Decakkan itu didengar oleh Liam yang ada di sampingnya, lantas ditanggapi dengan memutar bola mata dengan malas.

"Aku tak suka dengan keadaan seperti ini, huft. Bagaimana dengan keadaan Viivi? Apakah ... dia juga berteduh di bawah daun seperti kami? ATAU JANGAN-JANGAN MEREKA MENEMUKAN TEMPAT YANG LAYAK UNTUK BERTEDUH? Kalau itu benar, sialnya diriku." Batin J dengan hembusan kasar.

Dengan posisinya yang seperti sekarang, sulit untuk bergerak. Kenapa tidak? Kedua tangannya memegang ujung dua daun lebar yang disambung. Walau tidak menutupi seluruh badan besarnya, cukup hanya kepalanya agar tidak basah. Karena apa? Jika itu terjadi ... dia akan jatuh sakit dalam kurun waktu kurang lebih tiga minggu. Dan menurutnya itu sangatlah 'menyusahkan' juga 'menyebalkan'.

'Z' Hunter [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang