BAB 10

171 13 0
                                    

Hari ini, tepatnya disaat jam makan siang. Kim mendapat tugas dari bosnya- Edward, untuk mengambil file dokumen yang tertinggal di apartemen pria itu. Karena sebentar lagi ada rapat penting yang mendadak, dengan terpaksa dirinya harus mengorbankan jam makan siangnya itu.

Dan disinilah dirinya kini, tengah menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki penthouse lelaki itu.

Sesaat setelah masuk, Kim mengedarkan pandangannya sama seperti saat pertama kali ia melihat interior ruangan- ralat. Kali kedua sekitar lima tahun lalu, dan tidak ada yang berubah dari sana.

Semua masih terasa sama saat ia menempatinya beberapa tahun lalu.

Mengingatnya kembali memberikan Kim perasaan yang begitu menenangkan sekaligus mengerikan bersamaan.

Di tempat ini, semuanya berawal, dan ditempat ini pula menjadi saksi dari cinta kasih seorang Kimberly dengan Edward Collins. Namun, semua itu telah berlalu. Tidak ada lagi yang tersisa dan ter--

Drrttt

Getar ponsel menyadarkannya sejenak dari lamunan dan kenangan masa lalu.

"Kau sudah sampai?!" tanya pria diujung telepon.

"Ya."

Jawab Kim sesaat mengangkat panggilan dari atasannya itu, "Dimana kau meletakkan benda itu?!"

"Kalau tidak salah ingat, di meja dekat nakas diruang tengah."

Dengan bergegas Kim segera menghampiri tempat yang diinstruksikan oleh pria itu- Edward, dan mulai menginvasi ruangan tersebut.

"Aku tidak menemukannya dimanapun!" perjelas Kim sesaat hanya menemukan tumpukan majalah di meja itu.

"Ah, atau di dapur, di meja makan dekat counter!"

Kim kembali mengikuti arahan dari seberang telepon. Namun tetap belum menemukannya.

"Oh aku tahu!"

"Dimana?"

"Mungkin di kamar mandi, disebelah bathup dan diatas meja dekat wastafel!" ucap Edward.

Merasa aneh dengan ucapan Edward, Kim menarik alisnys terangkat satu.

Memangnya bisa file diletakkan di toilet?

Merasa ada yang janggal dengan ucapan pria itu, seketika pipi nya terasa panas dan dapat dipastikan bahwa wajahnya tengah memerah saat ini.

"Ada, sayang?!" interupsi Edward masih dari seberang telepon.

Sial!

Tentu saja Kim mengerti apa maksud dari perkataan pria itu. Jelas-jelas ia sedang diingatkan mengenai posisi dimana saja kegiatan 'panas' mereka dilakukan lima tahun lalu.

"Bicara yang benar, Edward. Atau aku akan segera meninggalkan tempat ini!" ancamnya dengan suara dingin dan ekspresi datar.

Berbeda dengan respon pria itu yang sedang tertawa bahagia layaknya anak kecil yang mendapatkan hadiah. Oh, tidak. Edward tidak bisa dikatakan sebagai anak kecil. Dia itu pria dewasa, itu dapat dibuktikan dari seberapa ganasnya pria itu saat di ranjang dan memperlakukan kim deng--

Ahh, kenapa dirinya jadi tidak fokus begini. Dasar Edward sialan. Membuat dirinya menjadi tidak waras saja.

Sama seperti pria itu.

"Baiklah-baiklah, jangan marah." ucapnya sesaat meredakan tawanya.

Jengah dengan permainan pria itu, Kim melangkahkan kakinya dengan cepat menuju pintu kamar utama pria itu yang dapat menjadi opsi terakhir dimana keberadaan file yang ia minta berada.

"Aku akan mengambilnya di kamarmu." jelas Kim sesaat sebelum memutar knop pintu.

Namun, suara Edward yang tampak menggelegar sepertinya menginterupsi langkahnya.

"Tidak, bukan!" ucapnya dengan panik, "tidak ada di kamarku!"

Kim diam untuk sesaat mencerna ucapan pria itu, ia menarik tangannya dari gagang pintu dan seketika tersenyum kecut.

"Kau sudah membukanya?" tanya Edward dari ujung sana.

"Belum." sesaat terdengar helaan napas dari pria itu dan Kim langsung mengerti apa alasannya.

"File-nya ada diruang kerja-ku!" ucapnya final, "aku tutup dulu, ada tamu."

Pip!

Kim merajut langkahnya menuju ruang kerja Edward dan dengan cepat mengambil File yang benar ada diatas meja tergeletak disana. Dengan cepat ia menutup pintunya dan beranjak pergi dari tempat itu.

Mengenai hal tadi, apa alasannya?

Tentu Kim mengerti, bahwa mungkin saja pria itu tidak ingin dirinya melihat bekas sisa hasil percintaannya dengan kekasih barunya.

Itu hanya asumsi, tapi mengenal Edward yang sudah dari sejak lama, tidak membuat Kim ragu lagi dengan hal itu.

Ia menghirup napasnya dalam-dalam sesaat berada di lift dan menggenggam erat file dokumen yang berada di genggamannya.

Entah kenapa mood nya seakan terganggu dan dirinya jadi jengkel setelah memutus telepon dengan bosnya itu.

Huft, mungkin saja dirinya hanya lelah dan kesal karena di permainkan oleh Edward.

Well. Kim tidak akan terlalu memikirkannya lagi untuk saat ini.

***

"Ambilah!"

"Apa ini?!" tanya Kim begitu sampai di ruangan kerja Edward dan langsung disodorkan sebuah paper bag besar berwarna hitam dengan tulisan emas dari suatu brand baju kenamaan.

"Besok lusa akan ada pertemuan penting," ucapnya tanpa mengalihkan fokusnya dari dokumen-dokumen yang baru saja dibawa Kim, "Pakailah itu!"

"Kenapa aku harus menerima itu?"jawab Kim hendak bermaksud menolak, "aku punya stelanki sendiri untuk acara super formal."

"Hm, tidak, tidak untuk yang satu ini, sayang," ucapnya lagi dengan selipan nada tegas tak mau dibantah, "kau harus pakai yang ini."

"Kenapa?"

"Kau yakin bertanya? Aku tidak mau kau memakai baju lusuh itu lagi, honey!"

Apa? Lusuh katanya?

Kim menabung selama 2 bulan dari gajinya untuk membeli setelan kerja ini dan pria ini menyebutnya lusuh.

"Dengar, aku tidak akan menerima satupun pemberianmu," ucap Kim dengan tegas- tersinggung, "Dan satu hal lagi. Panggil aku dengan benar saat kita di kantor, tidak enak jika ada yang dengar dan berasumsi macam-macam."

"Oh, jadi kalau diluar kantor aki boleh  memanggilmu honey?"

"Aku bukan sayangmu!"

Ekspresi Kim semakin garang saja namun Edward tetap santai dan berdiri kuat pada pendiriannya.

"Baiklah, aku usahakan untuk jarang memanggilmu honey," jawab Edward pada akhirnya melihat air muka Kim yang tidak biasa saja, "tapi kau harus tetap memakai pakaian itu mulai besok, oke?"

"Terserah!"

"Baik. Kau bisa kembali ke tempatmu sekarang!"

Kim berbalik hendak meninggalkan tempat itu dengan sesegera mungkin.

"Jangan lupakan pakaiannya, sayang." ucap Edward lagi yang semakin membuat Kim jengkel.

Dengan malas ia berbalik dan memutarkan matanya jengah lalu menyergap paper bag itu dengan kasar. Tidak lama ia benar-benar keluar dari ruangan Edward.

"Ugh, ia sexy sekali jika sedang marah!"




To be continue

Me After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang