BAB 13

166 17 0
                                    

Kim membuka matanya perlahan saat menemukan cahaya matahari yang mengintip dibalik celah tirai coklat yang kini menghadap ke wajahnya.

Ia meregangkan sedikit tubuhnya yang pegal sesaat sebelum bangun untuk mandi dan bergegas untuk bekerja.

Tunggu.

Beban berat apa yang kini menimpa perutnya?

Dan satuh hal lagi, seingatnya tirai kamarnya itu berwarna abu-abu pucat bukan berwarna coklat seperti--

Astaga!

Adalah kata pertama yang muncul dibenaknya sesaat menyadari Edward meletakkan kepalanya di perut Kim dengan kedua lengan kekarnya itu yang meligkari pinggulnya dengan erat.

Pria itu nampak tidak terganggu dengan sedikit pergerakaannya.

Seketika kepalanya dilanda rasa pening. Apa yang ia lakukan semalam?

Astaga, Kim rasa semalam dirinya tidak mabuk dan tidak pula meminum sesuatu yang dapat membuatnya mabuk, kecuali rose wine saat makan malam di restoran hotel.

Ah, ia baru ingat. Semalam ia dan Edward menepikan mobilnya untuk sekedar menginap di penginapan ini sampai badai selesai.

Namun, karena ia terlalu mabuk, atau lebih tepatnya mabuk y terbuai sentuhan pria itu. Ia jadi berakhir bercinta dengannya dan ia sedikit menyesali itu.

Well. Tidak terlalu menyesal. Mengingat berapa lama ia sudah tidak merasakan hal seperti itu beberapa tahun belakangan ini.

Yeah. Kim akui pergulatan mereka di ranjang semalam memang sungguh memabukkan dan sedikit membuatnya ketagihan. Ingat. Hanya sedikit.

Menyadari hal itu, membuat semburat merah kembali menghiasi pipinya dan ia bisa merasakan seberapa panas tubuhnya saat ini karena ia yang juga masih belum mengenakan apapun sejak semalam.

"Morning, sweetheart!" adalah sapaan hangat yang Edwrad lontarkan sesaat ia membuka netra gelapnya dan memandang Kim dengan tatapan memuja di pagi hari.

"Edward. Lepaskan!"

Seakan tuli, pria itu justru semakin merapatkan tubuhnya dan menenggelamkan kepalanya di perut Kim. Ia sedikit mengendus-endus kulit nya sekedar menggoda wanita itu.

"Edward- enghh, geli!"

Ia jadi teringat ucapan wanita paruh baya saat di lobby motel ini semalam untuk mengingatkannya memakai pengaman sekedar memperingati agar tidak mengotori sprei mereka.

Ah, Edward jadi tergelak sendiri mengingatnya.

Apa sejelas itu keinginannya terpancar untuk menerkam Kim, semalaman.

"Aku mau mandi, Edward. Kita harus segera pulang."

"Lima menit lagi, sayang. Aku masih mengantuk." ucapnya merajuk bagai anak kecil yang tidak diberi susu.

"Kau lanjut tidur saja, dan biarkan aku pergi mandi duluan."

"Oh, aku ada ide!" ucap Edward lagi dengan mata berbinar.

"Apa?"

"Bagaimana jika kita mandi berdua saja. Untuk menghemat waktu, hm?"

Binar dari matanya masih belum hilang sesaat menatap Kim dengan wajah berharap- melas. Namun, satu hantaman bantal pun menghampiri kepalanya begitu keras atas jawaban dari Kim.

"Jangan mimpi!"

***

Mereka kini tengah berada di mobil dan sudah memasuki pusat kota unttuk menuju jalan pulang masing-masing.

Me After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang