Delapan : Ruang

527 116 7
                                    

Tap vote dulu sebelum scroll ❤

•••

"Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya"
- Q. S. Al-Baqarah : 286 -

•••

Sudah bukan hal asing lagi, ketika lobby kampus ramai dengan orang orang yang tengah berlalu lalang maupun berbincang riang. Sebab, bagi Prilly sendiri di lobby ini menjadi salah satu tempat favorit baginya untuk sekedar menghabiskan waktu menunggu kelas selanjutnya. Tak selalu waktu kosongnya ia gunakan untuk belajar maupun mengerjakan tugas, namun jika tak sengaja bertemu teman yang sudah jarang bertukar cerita memang akan jadinya menjadi sesi curhat untuk beberapa menit kedepan. Yap, seperti sekarang ini.

"Asik, gue dapet undangan sempro nih. Gue pasti dateng, tenang aja Pril." Prilly terkekeh, tak sengaja bertemu dengan Dara-temannya semasa ospek dahulu kala yang selalu dengan ikhlas memberikannya tebengan ketempat tujuan kumpul. "Tapi Pril, doain gue juga dong pastinya ya. Asli kesel banget nih gue tinggal bab 4 dan masih disuruh revisi lagi dong. Ampun gak tuh."

"Makanya kalo benerin revisian proposal jangan sambil ngebucin."

Dara meringis sambil menutupi setengah wajahnya menggunakan buku catatan di depannya.

"Seru tahu, gue jamin sekali lo cobain pasti bakal ketagihan." Prilly hanya bisa berdecak saja. Dalam hati Prilly mengakui bahwa Dara hebat karena bisa bertahan dengan sang pacar yang sudah menjalin kebersamaan sejak keduanya di awal semester. Dan keduanya sama sama satu kelompok ospek dengan Prilly. Yah, kalau sudah begini tentu saja Prilly dengan mudah mengetahui info keduanya bukan. "Eh tapi Pril, bukannya lo sekarang juga lagi in relationship sama seseorang kan? Cerita kali."

Dan rasanya begitu krik krik ketika jawaban dari mulut Prilly tak kunjung keluar. Berawal dari hal tersebut, mampu timbulah tawa lepas keduanya.

"Ngaco, gak ada Ra. Gak ada hubungan sama siapapun gue." Jawab Prilly sembari sesekali tertawa.

"Jadi bukan sama si Calon kahim itu?" Prilly menggeleng dengan jelas, sembari dalam hatinya mengatakan bahwa sepertinya dirinya harus mulai membatasi kedekatan dengan Abim. "Kalo sama yang anak Pers tuh? Yang jurusan dokter itu lho." Prilly lagi lagi menggeleng.

Toh benar bukan, dirinya memang tak sedang menjalin hubungan lebih dari teman dengan siapapun. Baik dengan Abim maupun Ali. Mereka hanya berteman.

"Gak ada, lagian ini aja gue udah disibukin sama persiapan skripsian. Mana sempet elah, mikir buat cari doi." Senyum kecut lagi lagi yang mampu Prilly berikan. Kebaikan seseorang tak menjamin akan bertahan lama. Prilly yakin, akan ada fase dimana kebaikan itu tak lagi membersamainya. Dan dirinya belum siap, jika memang menerima hal buruk.

Tak usah jauh jauh. Dahulu, ada sosok yang selalu menjadi garda terdepannya disaat apapun. Banyak hal baik yang tentu saja dirinya terima sedari kecil. Salah. Lebih tepatnya sangat banyak hal baik dirinya peroleh. Lalu saat ini, semuanya sirna begitu saja.

Bukannya Prilly trauma akan laki laki. Tentu bukan. Akan sangat ribet jika dirinya sampai trauma hingga berujung tak memiliki pendamping dikemudian hari. Namun, Prilly juga tak dapat menutupi bahwa sedikit banyak apa yang sang Papa lakukan memberikan efek bagi dirinya. Dirinya harus mencoba berusaha berhati hati agar tak salah memilih pasangan.

Obrolan keduanya pun, terpaksa terpotong karena tuntutan akademik yang Prilly punya. Dengan terasa berat, dia langkahkan kakinya menuju ruang dosen untuk menyerahkan proposal penelitian yang akan dirinya presentasikan esok hari.

From Do'a To Do'i [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang