Enam belas : Terbayar

579 103 20
                                    

•••

"Sebenernya jumlah orang baik itu banyak, tapi kalau ternyata kamu merasa belum menemukannya boleh jadi kamu yang harus menjadi orang baik itu untuk diri sendiri dan orang lain."

•••

Dulu sekali, Prilly pernah sempat terfikirkan memiliki cita cita menjadi seorang atlet badminton. Hanya karena ketika dirinya berusia 7 tahun, Papa Ghani untuk pertama kalinya mengajaknya naik tribun di Istoran Senayan, menyaksikan pertandingan atlet kebanggaan Indonesia melawan negara lain. Suara riuh penuh sorak penyemangat, sama sekali tak membuat Prilly kecil pada saat itu takut. Malah kebalikannya, Prilly begitu menikmati suasana ramai mendukung tim Indonesia. Terlebih Prilly paling suka, bagian sorai kebahagiaan sebagian besar orang di sana ketika andalan juara Indonesia berhasil mendapatkan point.

Bahkan, sangat Prilly ingat sepulang dirinya dan sang Papa dari sana Prilly begitu antusias meminta Papa Ghani untuk membelikannya peralatan untuk bermain badminton, dan memasangnya di area halaman rumah. Namun ke esokannya disaat dirinya bersiap memainkan raket di tangannya, tangannya yang belum terlalu kuat memegang membuat raket sehingga ketika dirinya memukul kok terlalu bersemangat membuat raketnya terlepas, dan tubuh kecilnya jatuh berguling di bawah net yang ada. Seketika pula ia menangis memanggil sang Mama.

Lagi dan lagi, untuk kesekian kalinya. Prilly tetaplah gagal. Sekuat apapun ia berniat mengubur kenangan masa lalunya yang sungguh menyenangkan, ia tetap gagal lupa.

Hingga akhirnya ia mencoba akan berdamai. Langkah kakinya akhirnya memaksanya kesini. Ketempat dimana yang tak seharusnya tak ia datangi kecuali hanya untuk mengunjungi Ali atau kepentingan lain soal Ali maupun pekerjaannya. Namun sekarang, takdir membawanya kemari dengan tujuan memperbaiki diri dan hubungan dengan sang Papa.

Jangan tanya sebanyak apa keraguan yang muncul dalam benaknya setiap mengingat akan melakukan ini hari ini. Sesering apa dirinya merasa khawatir atas respon yang akan ia terima nantinya. Serta sebesar apa ketakutannya karena tak bisa mengontrol diri dan akhirnya termakan emosi. Banyak pertimbangan serta peperangan hati yang ia alami, hingga akhirnya detik ini ia sampai pada keputusan final. Ia harus mulai berdamai dengan takdir masa lalu, entah seburuk apapun itu ataupun sepahit apapun itu.

Sebab, memang sepertinya butuh banyak waktu untuk berfikir berkali kali. Agar segera tahu apa kesalahan yang patut kita perbaiki kedepannya.

"Siap?" Ali hanya butuh kepastian bahwa Prilly benar benar tak akan apa apa atas pilihan yang ia ambil. Sebab sejak beberapa hari yang lalu, ketika ia melihat betapa tersiksanya Prilly untuk mengambil keputusan ini, ia sungguh mengkhawatirkan Prilly.

Prilly mengangguk mantab. Meyakinkan dirinya, jika bukan saat ini, lalu kapan lagi akan ada kesempatan baginya.

Ali menatap Prilly dalam, berharap Prilly semakin kuat. Serta dalam hati pun ia berjanji, selepas kondisi Prilly membaik ia akan segera membawa Prilly untuk hidup bersama. Memberikan hadiah kebahagian atas beberapa luka yang sempat menyapa.

"Harus siap, biar bentar lagi kita bisa nikah sesuai rencana." Usaha Ali agar Prilly tak terlalu tegang. Dan syukurnya, melihat senyum tipis Prilly kali ini mampu membuktikan bahwa usaha kecilnya tadi berhasil.

"Ali, aku sadar pasti kamu udah lebih dari sekedar bosan buat denger kata terimakasih buat aku. But, untuk kali ini biarin aku bilang terimakasih lagi. Makasih atas semua dukungan kamu, atas semua hiburan yang selalu kamu usahakan buatku biar gak lagi sedih, dan yang paling penting makasih banyak, buat enggak menyudutkan aku atas pilihan apa pun yang aku ambil. Meskipun ujung ujungnya pilihanku salah, tapi kamu gak pernah marahin aku, kamu terus selalu dampingi aku dan ingetin hal baik ke aku. Jadi, makasih banyak." Jika Ali tak mengingat bahwa mendekap lawan jenis di hadapan nya sekarang ini adalah dosa, mungkin sudah Ali lakukan sejak Prilly mulai membuka suara. Sayangnya, karena keterbatasan akses yang ia punya menjadikan saat ini ia hanya bisa menepuk pelan bahu Prilly.

From Do'a To Do'i [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang