Lima belas : Hal yang Terlewatkan

638 108 8
                                    

Vote vote vote!
3,4k words ❣

•••

"Baiknya memang segala sesuatu harus di siapkan sebelumnya. Sebab yang namanya takdir itu gak bisa diajak kompromi, apalagi ditawar."

•••

Entah mengapa beberapa hari terakhir ini fikiran Prilly selalu dipenuhi akan bayang bayang tentang Papa Ghani. Hal itu cukup mampu membuat Prilly terkadang merasa bahwa dirinya sudah seperti anak durhaka yang benar benar selama 7 tahun ini sama sekali tidak menemui sosok tersebut. Prilly ingin bertemu, ia rindu akan sosok cinta pertamanya itu, namun lagi lagi entah mengapa hati kecilnya nampak begitu keras menyuarakan agar tetap membenci hal yang pernah Papa Ghani lakukan.

Weekend ini, seperti yang Ali bilang sebelumnya bahwa mereka akan berkunjung kerumah orang tua Ali. Ini bukan bukan menjadi kesempatan pertama Prilly pergi kesana, sebab sebelum sebelumnya tentu Prilly sudah pernah bertemu dan berbincang hangat bersama keluarga Ali. Dimana Prilly mampu mengatakan bahwa ia seperti merasakan kembali kehangatan berada ditengah tengah keluarga, setelah beberapa tahun absen.

“So, udah merasa lebih baik?”

Prilly menoleh, mencoba memastikan apa maksud perkataan Ali baru saja terlontar. Kemudian ketika beberapa saat Ali menampilkan senyum khasnya, Prilly baru bisa menyadari sesuatu.

“Jadi itu alasannya kenapa tiba tiba Bapak Dokter yang seringnya bahas kasus pasien, kemaren itu malah absenin segala jenis hewan.” Dengan tetap fokus mengemudi, Ali tertawa kemudian mengangguk. “Tapi ya, makasih banyak atas usaha kamu buat hibur aku kemaren. I feel much better.” Dengan tulus, Prilly benar benar berterimakasih pada Ali.

30 menit berlalu, keduanya sudah sampai di halaman luas rumah dengan tiga lantai tersebut. Satu hal yang sangat Prilly sukai setiap kali dirinya menginjakkan kaki dirumah orang tua Ali. Yakni halaman luasnya yang dipenuhi rumput hijau dan beberapa bunga anggrek yang memang sengaja diperkembangbiakkan oleh Mama Ali. Prilly serasa bisa dibuat terhibur, bahkan hanya dengan melihat halaman depan rumah oranh tua Ali.

Prilly segera turun membuka pintu setelah kedua tangannya meraih sebuah paperbag yang berisi buah tangan yang selalu tak ketinggalan terbawa setiap ia kemari. Keduanya langsung segera beranjak setelah sama sama sejajar untuk melangkah masuk.

Ali membuka pintu rumah tersebut, dan pemandangan pertama kali yang keduanya temukan adalah Papa Ali yang tengah membaca koran di sofa ruang santai, sambil dua adik perempuan Ali yang tengah sedang memijat kaki Papa Yudha. Dan kegiatan ketiganya seketika terhenti tatkala mereka melihat kedatangan Ali serta Prilly. Kedua Adik Ali yang saat ini masih berada di sekolah menengan atas seketika setengah berlari mendekat kearah Prilly

“Kak Pril, bawa pesenan aku?”

“Kalo pesenanku dibawa juga nggak kak?”

Prilly tersenyum senang, selalu seperti ini antusias yang ia terima tiap kali bertandang kerumah orang tua Ali. Prilly merasa begitu dihargai tiap kali datang kemari.

“Bawa dong, bentar. Yang ini buat Anna, terus ini buat Alyssa.” Prilly mengulurkan masing masing kotak kepada keduanya, dan membuat keduanya girang lantas memeluk Prilly secara bergantian.

“Kalian ini selalu lancar ya porotin orang emang kalian berdua ya.” Tegur Ali dan tentu saja hanya dianggap bahan bercandaan bagi kedua adiknya. Hal itu membuat keduanya lebih memilih menarik Prilly untuk dibawa kepada Papa Ali.

From Do'a To Do'i [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang