Maaf telat update, yaaa.
Siapa tokoh di sini yang dikangenin?
▪▪▪
Selamat Membaca~
Aku hampir melupakan satu hal bahwa akan menonton Dino lomba. Seperti dugaan Dino, lomba diadakan tidak bertepatan dengan kegiatan belajar mengajar. Hari ini tepatnya hari sabtu, ia akan tampil tetapi tak kunjung juga memberi tahuku kapan waktu mulainya.
Kemarin di kelas dia memberi tahuku dan Nessi yang kebetulan duduk dibelakangnya. Hari sabtu dia akan menampilkan perfomance terbaik yang belum pernah kami temukan pada Dino sebelumnya - ya, aku tahu Dino berusaha membangun kepercayaan diri yang kuat ketimbang demam panggung.
Dia bilang akan memberi informasi sabtu pagi. Lihatlah, ponselnya saja tidak aktif. Bagaimana bisa menonton jika tidak tahu waktu dan tempat? Membuatku khawatir dan gelisah saja!
Oke, Daneen harus tenang.
Aku hembuskan napas supaya mengurangi panik, gelisah, serta debaran jantung bergemuruh tak karuan yang bercampur menjadi satu.
Aku sudah membersihkan diri, membantu pekerjaan Bi Inem. Walaupun beliau sempat menolak aku tetap bersikeras hingga diperbolehkan.
Kira-kira apa keputusan tepat yang harus aku lakukan?!
Aku genggam ponsel yang nganggur di atas tempat tidur. Biasanya ketika panik, akan ada hal-hal yang sama terulang. Contohnya jantung berdebar, mengetuk kaki di lantai, menggigit bibir bawah yang kering akibat pucat, dan pandangan jadi kabur.
Kebiasaan buruk jika aku panik adalah ... mengigit kuku jemari tangan. Seperti sekarang yang sedang ku lakukan.
Bagaimana, ya ....
Oh, iya, ada Nessi!
Nessi kan juga ikut menonton Dino. Semoga saja ini kesempatan baik bukan nasib buruk.
Jemariku mengetik cepat dengan tangan yang gemetaran. Alhasil banyak mencetak kesalahan kata. Ini sama halnya ketika aku membalas pesan grup kelas, di mana aku jarang menimbrung. Sama-sama menegangkan!
Nessi kapqn satang ke rempat lombanya?
06.78Ya ampun. Terlihat kegugupanku ketika mengetik tanpa mengecek lagi untuk mengirimnya. Sudahlah, aku tak berniat memperbaikinya.
Masih ada kesempatan. Meskipun Nessi belum membalas setidaknya pesan itu sudah sampai di ponsel miliknya.
Satu detik ...
Dua detik ...
Tiga detik ...
Hingga satu menit pun belum juga medapat balasan. Mengapa tidak juga dibalas? Sedang apa, sih? Apa dia sudah sampai duluan?
"Non, Daneen!"
Bukan teriakan Bi Inem yang ku butuhkan saat ini.
"Iya, Bi." Pada akhirnya aku menjawab dengan suara parau dan berjalan keluar kamar dengan lunglai.
Sesampai di dapur, Bi Inem menyuruhku sarapan dulu karena takut jika saja aku sakit sebab sudah membantunya tadi. Aduh, tampaknya Bi Inem terlalu sungkan dan berlebihan. Aku tidak ingin diam saja tanpa aktivitas di rumah.
Pada suapan terakhir, Bi Inem bergegas mengangkat piringku dan menumpuknya untuk dicuci. Ketika bangkit dari duduk, Bi Inem tampak tahu apa yang akan anak majikannya ini lakukan. Langsung menolak dibantu padahal belum satu kata pun keluar dari mulutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daneen
Teen FictionAntara terpaksa, cinta, dan praduga. "Kamu semestinya seperti itu, Arumi. Kamu harus sadar di dunia ini bukan cuma tentang hidupmu. Bukan hanya tentang sudut pandang kamu." Berusaha meyakinkan Papa lebih keras lagi atau memang Papa yang tidak pernah...